Author :
Gika Conila S (Kanila) aka Song Yong Hwa
Genre :
Romance
Rating :
PG17
Length :
chaptered
Casts :
- Name : Ishikawa Michiko (17)
DOB : Tokyo,Jepang 01 Januari
Blood Type : A
Cita-cita : menjadi seorang pemain harpa
terkenal seperti yang diharapkan oleh kedua orang tua.
Boyfriend : Ye Sung (19)
Family : Ayah, Ibu dan kakak laki-laki
(Ishikawa Rio yang diperankan oleh Shirota Yuu)
- Nama : Ye Sung
DOB : Cheonan, 24 agust
Blood Type : AB
Girlfriend : Ishikawa Michiko
Family : Ayah , Ibu dan adik laki-laki
-Nama : Park Min Rin/Saitou Chiharu (17)
DOB : Okayama,Jepang 09 Maret
Cita-cita : Dokter
Blood Type : A
Boyfriend : Jo Kwang Min
Family : Ayah dan Ibu
-Nama : Jo Kwang Min
DOB : 24 April
Girlfriend : Park Min Rin
Family : Ayah, Ibu saudara kembar (Young Min)
-Name : Jo Young Min
DOB : 24 April
Family : Ayah , Ibu dan saudara kembar (Kwang
Min)
-Name : Song Eun Kyung (17)
DOB : 6 Oktober
Boyfriend : Jang Woo Young
Family : Ayah dan Ibu
-Nama : Jang Woo Young
DOB : 30 April
Blood Type : B
Girlfriend : Song Eun Kyung
Family : kakek
-Name : Kang Hye Ra
DOB : 11 April
Boyfriend : Reita-kun
-Name : Suzuki Akira (Reita)
Personile The GazettE
Girlfriend : Kang Hye Ra
-Nama : Lee Chi Hoon
Family : Ibu dan adik perempuan
Dan casts lainnya seperti : Bae Su Ji,
Gong Chan Shik, Lee Ji Eun, Ruki dll
BEAUTIFUL FLOWERS
<POV Ishikawa Michiko>
Menyukai
seseorang itu tidaklah mudah, butuh proses dan waktu untuk menumbuhkan
rasa itu. Dan butuh keberanian untuk mengungkapan kepada seseorang yang di
suka. Tapi sungguh menyakitkan bila cinta bertepuk sebelah tangan apalagi dia
tak menyadari keberadaan kita.
Aku Ishikawa
Michiko(17th) asli jepang yang dari kecil tinggal di Seoul,Korea bersama kakak
ku,Ishikawa Ryo(21th). Aku bersekolah di Kirin Senior High School,kelas
3. Yesung adalah temanku dari kecil,rumah kami juga bersebelahan. Berangkat
sekolah ,tiap hari selalu pergi bersama karena kami satu sekolah dan sekelas
pula. Dia adalah teman baiku. Sepertinya Yesung dan aku telah di takdirkan
untuk menjadi sahabat selamanya.
Di sekolah,
aktivitas yang selalu aku kerjakan adalah memperhatikan seseorang yang aku
suka. Namanya Wooyoung. Dia terlihat keren jika dia berada di klubnya (klub
silat). Yesung juga bergabung di klub itu. Yesung tau aku sangat menyukai
Wooyoung. Dia selalu membantuku untuk mengungkapkan perasaan ku padanya, yahh
walaupun tak setitikpun terlihat hasilnya (gatot).
Aku tahu,
saat aku memperhatikan Wooyoung, Yesung selalu melihatku dengan wajah sedih,
mungkin karena dia khawatir tentangku yang cintanya bertepuk sebelah
tangan. Saat itu, aku meninggalkan secarik kertas di lemari loker milik
Wooyoung.
“ada perlu
apa memanggilku?” tanya Wooyoung sambil menggenggamkan secarik kertas dariku.
“ada sesuatu
yang ingin aku beritahukan kepadamu. Sesuatu yang sangat penting.” Jawabku
untuk memberanikan diri.
“cepatlah
katakan. Karena aku ada urusan lain.” Jawabnya ketus.
Aku sangat
khawatir jika aku di tolaknya. Tapi lebih menyakitkan lagi bila perasaan ini
terkubur. Lebih baik aku beritahu daripada nantinya aku menyesal.
“A...A...Akuu.
mungkin Wooyoung tak menyadarinya, kalau aku selalu memperhatikanmu dari
kejahuan. Tapi memperhatikan Wooyoung dari kejahuan saja, jantungku tetap
berdebar, dan juga sangat bahagia” kataku dengan wajah yang memerah.
“apa yang kau
katakan, Ishikawa?” tanya Wooyoung yang tak mengerti apa maksudku.
“sejak kelas
satu, aku sudah menyukai Wooyoung” kataku dengan to the point.
“.............”
Wooyoung sangat terkejut dengan pengakuanku itu. Mungkin baginya ini terlalu
berlebihan karena mendadak aku nyatakan perasaanku padanya.
“sudah lama
aku memperhatikan dan menyukai Wooyoung. Berpacaranlah denganku” kataku dengan
perasaan yang berdebar.
“maaf. Aku
tak bisa.” Jawab Wooyoung singkat.
Dia
meninggalkanku di tempat itu dan tak memperdulikanku. Rasanya begitu
menyakitkan. Aku menangis dan menangis, sehingga air mataku tak terbendung
lagi. Ternyata begini rasanya diabaikan dengan orang yang disuka. Tapi aku tak
dapat membencinya , aku tak dapat marah padanya. Karena rasa sukaku yang sangat
mendalam terhadap dirinya. Yesung menghampiriku dan memelukku. Di saat seperti
ini, hanya Yesunglah yang menghiburku. Di pelukannya aku merasa hangat, mungkin
karena kekuatan kasih sayang seorang sahabat.
“sudahlah.
Jangan menagis lagi. Kau terlihat jelek ketika sedang menangis” kata Yesung
sambil menghapus air mataku.
“hangatnya.
Yesung seperti kakaku saja” kataku, mencoba untuk tersenyum.
“nah. Kalau
beginikan kau sangat berkilau. Teruslah seperti ini. Kau mutiaraku yang sangat
berharga” kata Yesung agak menjanggal pikiranku.
“mutiaraku?
Apa yang dimaksud Yesung?’ tanyaku.
Tiba-tiba
saja kakakku datang menjemputku kesekolah, karena bila 10menit saja tidak
pulang, aku pasti dicari oleh kakak. Kebetulan juga universitas Ryo-san
bersebelahan di sekolahku.
“kalian
berdua kenapa tidak segera pulang?” tanya Ryo-san.
“maafkan aku
Ryo-san. Karena urusan klubku, Michi menungguku hingga urusanku kelar” kata
Yesung berbohong pada Ryo-san.
Aku sangat
bingung. Kenapa Yesung rela berbohong demi aku. Ahh Yesung benar-benar sahabat
yang baik. Aku beruntung sekali memiliki sahabat seperti Yesung yang memahami
perasaan dan keadaanku.
“yasudah. Ayo
pulang. Naik ke mobilku.” Perintah Ryo-san.
Malam hari,
aku pergi main kerumah Yesung. Keluarganya sangat baik kepadaku. Kami sudah
seperti keluarga. Karena orangtuaku di Jepang dan sebulan sekali ke Korea.
Keluarga Yesunglah yang merawatku ketika Ryo-san sedang ada urusan kuliahnya.
Memandangi
langit yang tak berbintang. Mengingatkanku pada kejadian ditaman sekolah tadi.
Aku kembali menangisinya.
“kau kenapa
menangis?” tanya Yesung.
“setelah
dipikir-pikir. Ternyata aku sangat menyukai Wooyoung” kataku sambil menangis.
“sudahlah.
Jangan menangisi yang telah berlalu” kata Yesung dengan ekspresi wajahnya yang
terlihat sedih.
“cinta
bertepuk sebelah tangan itu sangat menyakitkan ya.hiks” kataku.
Aku melihat
Yesung bangkit dari tempat duduknya dengan kepalan tangan yang bergetar.
Terlihat wajah Yesung sangat sedih dan melebihi kesedihanku.
“kau mau
kemana malam-malam begini?” tanyaku.
“aku mau
keluar sebentar untuk membeli minuman” jawab Yesung.
“apa perlu
aku temani?” tanyaku sedikit khawatir.
“tak perlu.
Jika ada sesuatu dijalan yang menimpa diriku, aku pasti akan mengeluarkan jurus
yang telah aku pelajari selama ini” jawabnya seraya tersenyum tenang.
Melihat wajah
Yesung tersenyum seperti itu membuat pikiranku tenang.
“Michi!!
Jangan khawatir. Aku akan menyelesaikan semuanya dan membuat dia menyukaimu”
kata Yesung yang tak terdengar jelas olehku.
Yesung
beranjak keluar rumah. Aku melihat punggungnya yang kekar yang terlihat jelas
untuk tegar. Tak lama dari itu, Yesung kembali dengan minuman yang dibelinya.
Saat itu aku kaget dan tak terpikirkan olehku kalau Wooyoung berada di
hadapanku.
“kenapa kau
bisa berada di sini?” tanyaku kaget.
“aku yang
membawanya. Tadi aku bertemu di toko. Katanya ada sesuatu yang ingin dia
bicarakan pada Michi, yaa jadi aku bawa dia pulang” jelas Yesung.
“benarkah??
Apa yang ingin Wooyoung bicarakan padaku?” tanyaku.
Didepan
Yesung, Wooyoung menyatakan cinta kepadaku secara mendadak. Tak pernah
terpikirkan olehku karena Wooyoung terlalu cepat berubah pikiran. Aku senang
senang sangat sangat senaangg sekali. Akirnya cintaku terbalaskan.
Sabtu malam,
ini adalah kencan pertamaku bersama Wooyoung. Mungkin di dunia ini, aku adalah
gadis yang paling bahagia. Setiap hari aku selalu pergi dan pulang bareng
Wooyoung. Sampai-sampai aku lupa dan sama sekali tak bertemu Yesung lagi.
Sehabis makan
malam, aku pamit pada Ryo-san untuk pergi kerumah Yesung dan menanyakan
sesuatu. Karena beberapa hari ini Yesung tak terllihat di sekolah dan juga
dihadapanku. Ini membuatku merasa sangat khawatir.
“disekolah
kau tak terlihat dan juga di rumah. Sebenarnya apa yang terjadi? Apa kau
sakit?” tanyaku ingin tau.
“eh.
Bagaimana hubunganmu dengan Wooyoung? Apa berjalan dengan lancar?” tanya Yesung
yang mengalihkan pembicaraan.
“semua
baik-baik saja. Tapi, Wooyoung terkadang berubah dingin padaku. Aku tak tau apa
yang terjadi. Aku merasa bahwa pernyataannya waktu itu tak tulus. Ini membuatku
sedih” jelasku.
“benarkah?
Apa kau sering menangis karenanya?” tanya Yesung.
“oh
iya, semua kok tampak sibuk. Ada apa?” tanyaku.
“mungkin
besok atau lusa aku akan pindah ke Incheon” jawab Yesung.
“pindah!?”
aku terkejut dan bangkit dari tempat duduk “Yesung tak boleh pindah dan
meninggalkan Michi sendiri.”
Aku berlari
meninggalkan Yesung dan tak perdulikan panggilannya. Ini sungguh tak boleh
terjadi. Yesung adalah sahabatku yang amat baik. Aku tak mau kehilangan Yesung.
Di gerbang taman, aku melihat Wooyoung berdiri di sana dan berjalan
menghampiriku.
“Ishikawa?!
Aku ingin kita putus saja” pernyataan Wooyoung yang membuatku tambah menangis.
Tapi lebih
menyakitkan ketika Yesung memberitahu kalau dia segera akan pindah ke Incheon.
Sebenarnya apa yang terjadi padaku? Siapa orang yang sesungguhnya yang aku
suka?
“maaf
Ishikawa. Aku tak bisa menjalin hubungan dengan orang yang tak aku sukai. Aku
berpacaran denganmu, karena aku dipaksa oleh Yesung dan dia mengancamku.
Katanya kau adalah mutiara yang sangat berharga baginya dan mengharapkan
kebahagiaanmu ketika bersamaku. Tapi pikirku, hal ini tak benar. Karena ini
sama saja menyakiti perasaanmu. Aku tahu, Yesung sangat menyukai... ah tidak!
Bahkan Yesung sangat mencintaimu. Jadi maafkan aku. Aku tak bisa
melanjutkan hubungan ini bersamamu.” Kata Wooyoung menjelaskan semuanya padaku.
Aku sangat
terkejut dengan apa yang di katakan oleh Wooyoung. Tak di sangka, demi
kebahagiaan aku, Yesung rela mengancam Wooyoung agar dia mau berpacaran
denganku. Semua kebaikan Yesung menyadarkanku. Ternyata selama ini Yesung
selalu memperhatikan aku, melindungiku, menyemangatiku, membantuku untuk
menyatakan perasaanku pada Wooyoung padahal selama ini dia terluka.
Aku menangis
hingga tak berhenti di keramaian taman itu. Hembusan angin yang kencang membuat
air mataku berceceran dimana-mana. Dengan mata yang berair, aku tahu Yesung
berada di depanku dengan wajah yang penuh sesal. Aku berdiri dan memeluk Yesung
erat-erat.
“Yesung!!
Maafkan aku, karena selama ini aku tak menyadari perasaanmu” kata ku sambil
menangis yang masih memeluk Yesung dengan erat-erat.
“sudahlah.
Jangan menangis seperti itu” jawab Yesung yang membalas pelukanku.
Di pelukan
Yesung, aku merasa damai dan hangat.
“Ishikawa!
Kau menyadarinya bukan? Bahwa orang yang kau suka sesungguhnya adalah Yesung.
Bukan aku.” Kata Wooyoung padaku.
Yaaa..
Wooyoung ternyata benar. Ternyata aku hanya mengaggumi dan menyukai
Wooyoung bukan mencintainya.
“kumohon.
Tetaplah d Seoul. Dan jangan tinggalkan aku sendiri” kataku.
“kalau itu
pintamu. Aku akan tetap d Seoul” jawab Yesung sambil tersenyum.
“terima
kasih.” Kataku sambil memeluk Yesung kembali.
Mulai
sekarang dan mulai detik ini. Aku mulai mencoba untuk lebih memahami Yesung.
“cintai aku”
(Yesung)
“tetaplah
mencintai aku” (Ishikawa Michiko)
<POV Park Min Rin>
Sepertinya jatuh cinta itu menyenangkan. Seperti kisah percintaan temanku
Michi dan Yesung. Walau awalnya begitu menyakitkan, tapi pada akhirnya bisa
berakhir dengan bahagia. Aku ingin kisah percintaanku nantinya seperti kisah
cinta Michi-chan dan Yesung.
Hai. Aku Park Min Rin(17th) siswi SMA Kirin kelas XII. Baru-baru ini aku
jatuh cinta pada seseorang, dia itu teman sekelasku. Namanya Kwangmin. Karena
dia selalu menempel padaku, aku jadi terpikat dengannya. Tapi sahabatku Eun
Kyung juga menyukai Kwangmin. Aku tak boleh memperlihatkan rasa sukaku pada
Kwangmin di depan Eun Kyung, karena aku takut melukai perasaannya dan
menghancurkan persahabatan kami selama tiga tahun ini. Aku tak mau itu terjadi.
“Min Rin. Aku iri deh denganmu.” Kata Eun Kyung padaku dengan wajah yang
lemas.
“loh? Iri? Maksudnya?” tanyaku agak aneh dengan apa yang diucapkan Eun Kyung
padaku barusan.
“iya. Kau bisa dekat dengan Kwangmin. Sedangkan aku?! Aku yang menyukainya
saja. Tak dapat berani melihat wajahnya langsung di depan wajahku” jawab Eun
Kyung semakin lemas.
“oh. Jadi ceritanya. Kau ingin dekat dengan Kwangmin sepeerti Min Rin?”
tanya temanku Hye Ra.
Eun Kyung bergumam “iya”. Aku tak bisa melihat wajah Eun Kyung yang sedih
dan benar-benar menyukai Kwangmin. Oh Tuhan? Apa yang harus aku lakukan? Apa aku
harus melepaskan cinta pertamaku yang selalu aku damba-dambakan selama ini,
atau harus melukai perasaan sahabatku sendiri? Aku tak mau kehilangan dua orang
yang aku cintai ini.
“kau takkan bisa dekat dengan Kwangmin. Dasar cumi” kata Hye Ra pada Edun Kyung.
“eh?kau menyakiti perasaanku Hye Ra” jawab Eun Kyung dengan wajah yang
memelas.
“tidak. Bercanda doang kok” jawab Hye Ra “eh. Tapi benar kok. Sepertinya
Kwangmin memilih Min Rin,habisnya Kwangmin lengket banget dengan Min Rin”
“ssssttt. Hye Ra. Apa-apan itu. Aku dan Kwangmin kan hanya sebatas Ketua
kelas dan wakil ketua kelas saja. Gak lebih kok” kataku untuk memberhentikan
cerocosan Hye Ra.
Ah. Aku bohong pada Eun Kyung. Maafkan aku. Itu kata-kata yang menyakitkan
saat aku bicara didepan Hye Ra dan Eun Kyung. Padahal aku tahu, Kwangmin pasti
mendengar kata-kataku tadi. Tappi kenapa ekspresinya begitu saat memandangiku
tadi? Apa dia marah padaku?
“tuhkan. Min Rin saja bilang begitu. Aku percaya kok pada sahabatku yang
satu ini.” Kata Eun Kyung dengan mata yang bersinar terang (sangking
bahagianya).
Saat ini. Michi pasti sedang bersenang-senang bersama Yesung. Meskki
terkadang mereka bertengkar, tapi Yesung sealu rela untuk mengalah. Sungguh
pasangan yang so sweet. Suatu saat aku ingin seperti itu bersama orang yang aku
sukai yaitu Kwangmin. Mungkin itu semua hanya angan-anganku saja, aku tak
mungkin berhubungan dengan Kwangmin yang sementara itu sahabatku Eun Kyung juga
menyukai Kwangmin. Aku juga belum tahu perasaan Kwangmin sama dengan ku atau
tidak. Hiks
“Min Rin. Bisa bantu aku tidak?” tanya Eun Kyung.
“bisa? Bantu apa? Mudah-mudahan aku dapat membantumu.” Jawabku sambil
tersenyum.
“bisakah kau... menyatukan aku dengan Kwangmin?” tanya Eun Kyung dengan
wajah yang penuh permohonan.
Ketika Eun Kyung berkata seperti itu, rasanya ingin sekali menangis
sekuat-kuatnya. Aku mencoba untuk tidak menangis dan menjawab “ya. Aku akan
membantumu dengan senang hati”. Walau nantinya hatiku hancur dan akan
kehilangan Kwangmin aku akan tetap setia persahabatan ini meski hati ini terasa
sangat sangat sakit sekali. Biarlah cinta pertamaku ini terkubur bersama
tangisku di hati ini.
Keesokan paginya.
“letakan PR kalian sekarang juga.” Perintah guru biologi ku.
Astaga!!! Aku lupa mengerjakan PR biologi. Karena tadi malam aku sama sekali
tidak memikirkan tugas sekolah, aku hanya memikirkan Kwangmin. Bagaimana ini?
Apa yang harus aku lakukan?
“Park Min Rin!! Mana PRmu?” tanya Ibu Guru padaku.
“maaf bu guru. Aku lupa mengerjakannya” jawabku lemas.
“kau tak mengerjakan PR mu? Bukan seperti kau yang sesungguhnya” kata Ibu
Guru.
“maafkan aku Bu Guru” jawab aku dengan menundukan kepala.
“kau tau kan. Kalau muridku tak mengerjakan PRnya harus melaksanakan hukuman
yang telah berlaku.” Kata Bu Guru dengan wajah tegas nya.
“baik bu guru” jawabku singkat.
Lalu aku beranjak ingin keluar kelas menuju perpustakaan. Ya ini lah
hukamannya, merapikan semua buku-buku yang ada diperpustakaan.
Braakkkkkkkkkkk!!
“ada apa Kwangmin? Apa kau tak mengerjakan PRmu juga?” tanya Bu Guru.
Aku juga kaget melihat Kwangmin yang berdiri secara mendadak seperti itu.
“maafkan aku Bu Guru. Aku lupa kalau ada PR.” Jawab Kwangmin.
“sekarang kalian berdua keluar!!!.” Teriak Bu Guru.
Semua murid-murid dikelas ku itu tercengang melihat dan mendengar kalau
Kwangmin Si Cowok super pintar lupa dengan tugas PRnya di sekolah.
Lelah sekali. Aku dan Kwangmin harus merapikan buku-buku sebanyak
ini. Aku tak percaya jika Kwangmin lupa dengan PR sekolah. Cowok sepintar
dia melupakan hal yang penting ini?? Sungguh tak terduga. Tapi aku senang bisa
sedekat ini bersama Kwangmin lagi. Tapi, mengapa dia sedih saat menatapku
berkali-kali?
“Min Rin?” panggil Kwangmin.
“ya?” jawabku sedikit cuek sambil merapikan buku-buku.
“akhir-akhir ini, kenapa kau menjauhiku? Dan kau juga sampai lupa
mengerjakan PRmu? Apa yang terjadi denganmu?” tanya Kwangmin
bertubi-tubi.
Jantungku berdegup saat Kwangim bertanya seperti itu. Haduh ayolah Min Rin,
kau harus tenang dan jangan tampakan kesedihanmu.
“maaf. Aku banyak masalah di rumah” jawabku bohong.
“masalah? Ada apa? Apa yang terjadi?” tanya Kwangmin lagi.
“Cuma masalah kecil kok. Kau sendiri, kenapa lupa mengerjakan PR?” jawab dan
tanyaku pada Kwangmin.
“entahlah. Mungkin kelelahan karena banyak kerjaan di rumah.” Jawab
Kwangmin.
Kami masih melanjutkan membersihkan buku-buku yang ada di perpustakaan itu.
Sejenak kami berdiaman. Aku tau, kalau Kwangmin sesekali menatapku. Tapi aku
tak mau menatapnya, karena jika aku menatapnya, aku benar-benar tak bisa melupakan
rasa sukaku pada Kwangmin.
“apa sabtu ini kau ada waktu?” tanya Kwangmin.
“ya. Hari sabtu ini aku senggang” jawabku tak menatap Kwangmin.
“bisakah kau jalan-jalan bersamaku dihari itu?” kata Kwangmin seperti
mengajakku kencan.
Oh Tuhan! Apa yang harus aku lakukan? Kwangmin membuatku tambah menyukainya.
Ah aku ingat, kalau Eun Kyung butuh bantuanku untuk mendekatinya dengan
Kwangmin. Mungkin inilah saat yang tepat. Ya aku harus melakukannya.
“baiklah.” Jawabku singkat.
“benar kau akan datang?” tanya Kwangmin dengan hatinya yang berbunga-bunga
“he’ eh” jawabku.
“terima kasih. Kita bertemu di Sungai Han saja ya.” Kata Kwangmin dengan
kilauan wajahnya yang membuat aku berdebar.
Hahh . akhirnya hukuman kami sudah kelar. Aku menyusul teman-temanku ke
kantin.
“Hye Ra? Kenapa kau menatapku seperti itu? Kenapa kau tidak mengumpul
bersama teman-temanmu lainnya?” tanya Kwangmin yang sedang membaca buku di
mejanya.
Hye Ra menghampiri Kwangmin “kenapa kau berbohong tak mengerjakan PR?” tanya
Hye Ra dengan tatapan mata sinis.
“darimana kau tau? Kau menggeledah tas ku?” taya Kwangmin balik.
“iya, habisnya kau sangat mencurigakan. Padahal aku lihat waktu itu kau
sedang memegang buku PRmu kan? Kenapa kau berbohong?” tanya Hye Ra yang
penasaran.
“dasar kau. Menggeledah tas milik orang sembarangan” jawab Kwangmin kesal.
“apa kau menyukai Min Rin?” tanya Hye Ra lagi. (pengen tau nean nih
orang.haha)
“sudah. Ini bukan urusanmu.” Jawab Kwangmin dengan wajah merahnya.
“ya sudah kalau kau tak mau memberitahuku. Tapi aku tau perasaanmu yang
sebenarnya. Dahh yaa, aku mau kekantin. Annyeong bye” kata Hye Ra sambil
tersenyum.
Hari ini adalah hari dimana aku harus menyatukan Eun Kyung dan Kwangmin.
Meski hatiku teriris-iris, aku akan tegar demi sahabatku. Hiks. Ketika aku tiba
di sungai Han, aku melihat Kwangmin yang bergaya sangat cool dan rapi di sana,
membuat jantungku berdebar-debar. Lalu aku menghampirinya.
“syukurlah kau datang. Aku pikir kau tak akan mau datang” kata kwangmin
tersenyum.
“maaf. Aku sedikit telat.” Kataku lemas.
“tak apa.ayo kita pergi” kata Kwangmin sambil menarik tanganku. Tapi aku
langsung menarik tanganku kembali.
“tunggulah sebentar.” Kataku semakin lemas.
“kenapa kau tak bersemangat? Apa kau sakit? Maaf telah mengajakmu kesini.”
Tanya Kwangmin khawatir.
“ahh tidak kok. Aku baik-baik saja.” Jawabku sambil tersenyum.
“lalu? Tunggu apa lagi? Ayo kita jalan-jalan.” Kata Kwangmin.
“tunggu sebentar. Ada seseorang yang ingin bertemu denganmu” jawabku.
“siapa? Kau mengajak seorang teman?” jawab Kwangmin kaget.
Eun Kyung lama sekali sihh, membuat mataku pedih karena menahan tangis,
ayolah cepat datang.
Tak lama dari itu, seorang gadis dengan dandanan yang alami muncul
dihadapan kami. Ya dia Eun Kyung temanku.
“maaf aku terlambat.” Kata Eun Kyung.
“kau membuatku khawatir saja Eun Kyung.” Kataku pada Eun Kyung.
“maaf ya Min Rin.” Kata Eun Kyung sambil tersenyum manis.
“ya sudah aku tinggal ya.dahh.” Kata Min Rin seraya melambaikan tangan dan
berlari.
“eh. Kau mau kemana?” tanya Kwangmin.
Dari jarak 10 meter aku berteriak “aku mau ke mall. Di sana temanku uduh
menuggu. Bersenang-senanglah”
Sambil berlari, aku melihat seyuman bahagia Eun Kyung. Melihatnya, aku
senang. Tapi............................ ahh membuatku benar-benar ingin menangis.
Aku berlari menuju sebuah taman umum yang tak jauh dari sungai Han. Disana aku
melihat Michi dan Hye Ra sedang menungguku disana.
“apa ini tak apa-apa?” tanya Michi-chan padaku.
“iya. Tak apa-apa” jawabku sambil menangis.
“Min Rin.. kau pasti sangat menderita” kata Hye ra.
“sudah. Jangan khawatirkan aku,teman-teman” kataku yang airmatuku semakin
deras mengalir.
“menagislah sesukamu. Sampai kau puas merenggangkan perasaanmu” kata Hye Ra.
Jangankan aku, Michi-chan dan Hye Ra saja merasakan kesedihanku. Sekarang
ini, pasti Eun Kyung telah menyatakan perasaannya pada Kwangmin. Dan.....
Kwangmin pasti menerimanya, kenapa tidak? Setiap cowok pasti menginginkan
berpacaran dengan orang yang anggun seperti Eun Kyung.
Setelah 30menit kemudian, Eun Kyung datang menghampiri kami dengan senyum
bahagia. Ah senangnya, pasti sekarang mereka berdua sudah jadian, hanya aku
saja sendiri disini merasakan sakit hati.
“bagaimana? Pasti kau udah jadian deh.” Kataku sambil tersenyum dan agak
menggoda.
Aku melihat Eun Kyung hanya menjawabnya dengan senyuman. Kami yang sedang
berdiri dibawah pohon sakura merasakan hawa dingin yang menghampiri kami,
dengan angin yang berhembus kencang membuat kelopak sakura berguguran.
“aku di TOLAK.” Jawab Eun Kyung sambil menangis dan menutupkan wajahnya
dengan kedua tangannya.
“di tolak?” kata Michi-chan kaget.
Aku saja juga kaget mendengarnya. Kenapa? Kenapa Kwangmin menolaknya?
Aku lihat, Kwangmin berlari menghampiri kami dengan ngos-ngosan. Mendadak,
Kwangmin memelukku erat-erat.
“kenapa kau memelukku?” tanya aku seraya melepaskan pelukan itu.
“kenapa kau lari begitu saja? Dan kenapa kau membohongi perasaanmu sendiri”
kata Kwangmin sedih.
“aku udah tau semuanya dari Hye Ra. Dan aku menjelaskan semuanya juga pada
Eun Kyung” jelas Kwangmin dengan mata yang berkaca-kaca.
“maafkan aku Min Rin. Demi aku, kau rela melepaskan Kwangmin untuk sahabatmu
yang tak berguna ini. Sebelum menuju ke sungai Han, aku tau bahwa pada akhirnya
aku di tolak. Kau beruntung bahwa kaulah orang yang dipilihnya. Maafkan aku Min
Rin” kata Eun Kyung dengan wajah yang sedih.
“Eun Kyung....” kataku dengan suara yang pasti kurang jelas di dengar oleh
teman-temanku.
“Min Rin? Maukah kau menjadi kekasihku?” tanya Kwangmin padaku sambil
memegang pipiku.
Pernyataan yang ingin aku dengar selama ini dari mulut Kwangmin. Akhirnya
perasaanku ini terbalaskan juga. Sekarang dan selamanya aku sangat senang bisa
menjadi girlfriendnya Kwangmin. Aku akan menjaga cintanya terhadapku dan
cintaku terhadapnya.
“Eun Kyung. Kau tak apa?” tanya Hye Ra dan Michi-chan
“sungguh. Aku tak apa-apa. Suatu saat, aku pasti menemukan cinta sejatiku”
jawab Eun Kyung dengan senyumannya termanis itu.
Sahabat dan cinta, semuanya bisa aku jaga. Semoga aku dan orang-orang yang
aku cinta selalu bersamaku selamanya. Cinta yang ku dambakan akhirnya
terpenuhi.
<POV Song Eun Kyung>
Namaku Song Eun Kyung(17) SMA Kirin kelas XII. Sudah 2 minggu aku tidak
sekolah, untuk menenangkan perasaan dan hatiku. Sebenarnya aku dan Kwangmin
teman sejak TK. Aku juga menyukainya sejak sekolah taman kanak-kanak dulu. Tapi
kini dia adalah kekasih temanku. Yah walau cintaku selama 11 tahun ini bertepuk
sebelah tangan, Aku sangat mengharapkan kebahagiaan mereka.
Di sekolah, teman-temanku sangat mengkhawatirkan akan diriku. Rasanya sangat
rindu sekali suasana di sekolah saat bersama teman-teman.
“apa kau sekarang baik-baik saja? Sudah dua minggu kau tidak masuk sekolah.”
Tanya Hye Ra padaku.
Sementara Michi-chan mengelus-elus pundakku.
“aku sangat baik-baik saja. Super energik dari yang sebelumnya” jawabku
untuk menghilangkan kekhawatiran mereka.
“apa kau yakin?” tanya Michi-chan dengan wajah yang sedih.
Aku menganggukan kepalaku sambil tersenyum. Di kelas, aku tak melihat Min
Rin. Ada apa dengannya? Biasanya Min Rin selalu datang lebih awal.
Sekitar 3 menit. Lalu aku melihat Min Rin tersenyum bahagia bersama
Kwangmin. Bahagia sekali mereka berdua. Suatu saat, aku ingin sekali seperti
itu bersama orang yang aku suka. Seandainya di sampingku itu Kwangmin, pasti
aku sangat bahagia sekarang, namun aku tak boleh berfikiran seperti itu, karena
Kwangmin adalah milik Min Rin. Aku tidak boleh menjadi teman yang egois dan
orang yang menyebalkan.
“selamat pagi Eun Kyung” sapa Min Rin dengan senyumnya itu.
“pagi Min Rin” jawabku sambil membalas dengan senyuman.
“eh. Kalian berdua kenapa merengut?” tanya Min Rin kepada Hye Ra dan
Michi-chan yang wajahnya cemberut ga karuan.
“habisnya kau hanya menyapa Min Rin. Kau tak menganggap kami ada ya?” jawab
temanku berdarah Jepang (Michi-chan)
“iya. Sombong sekali kau. Mentang-mentang sudah ada seseorang di sampingmu”
sambung Hye Ra.
“aduhh maaf ya. Pagi Michi-chan dan pagi Hye Ra” sapa Min Rin ulang.
“pagi!!” jawab Hye Ra dan Michi-chan serentak.
Aku lihat Min Rin tampak sangat bahagia, hal itu sangat terlihat dari
raut wajahnya.
Sepulang sekolah, Kwangmin mengajaku berbicara berdua di depan taman
sekolah. Kami berdua duduk di bangku taman itu. Di sana aku tak melihat Min
Rin. Apa yang ingin di bicarakan oleh Kwangmin padaku? Apakah sebuah perpisahan
karena aku seperti orang jahat?
“apa kau baik-baik saja?” tanya Kwangmin padaku.
“iya. Aku baik-baik saja kok.oh ya.Apa yang ingin kau bicarakan padaku?”
tanyaku pada Kwangmin.
Aku senang sih ternyata Kwangmin juga mengkhawatirkan aku.
“maaf. Sudah membuatmu jadi begini. Kau tahu kan aku hanya menyukai Min Rin
seorang?”
Deg. Ternyata Kwangmin hanya membicarakan soal perasaannya pada Min Rin
kepadaku. Aku harus tegar. Toh perasaan Kwangmin tak akan berubah.
“karena aku dan Min Rin sudah jadian. Kau tak akan memutuskan persahabatan
kita selama bertahun-tahun inikan?” tanya Kwangmin padaku.
“tentu saja. Kau,Min Rin dan yang lainnya adalah sahabatku selamanya. Meski
aku sangat terluka, aku tak akan memutuskan persahabatan kita.” Jawabku dengan
sejuta senyuman.
“terima kasih.” Kata Kwangmin.
Aku hanya menjawab “iya”. Karena ku lihat Min Rin menghampiri kami di taman
sekolah.
“apa sudah selesai tugas piketmu?” tanya Kwangmin pada Min Rin.
“tentu. Ayo kita pulang.” Jawab Min Rin “eh. Eun Kyung. Mau pulang bareng
bersama kami?”
“ah tidak. Terima kasih. Kalian pulang saja duluan. Aku ada urusan di tempat
lain” jawabku seraya melambaikan tangan.
“oh ya udah.” Jawab Min Rin.
Pergi dan berangkat bareng bersama orang yang disuka pasti sangat
menyenangkan.
Aku beranjak dari tempat itu, kulihat d jalan menuju gerbang sekolah ini
tampak ramai oleh murid-murid SMA Kirin dan mahasiswa dan mahasiswi Universitas
Kirin. Aku rasanya tampak seperti orang bodoh, berjalan sendiri menuju pintu
keluar. Sedangkan yang lainnya, pulang bersama kekasih mereka masing-masing.
Senangnya. Aku ingin merasakan seperti itu. Ingiiiiiinnnnn sekali.
Ketika aku sedang lengah berjalan. Tanpa sadar sebuah mobil berwarna silver
mengkilat berhenti tepat di depanku. Aku sangat kaget waktu itu, rasanya ingin
mengomel pada pengemudi mobil tersebut, tapi ketika orang itu membuka jendela
kaca mobil miliknya, aku melihat Ryo-san(kakaknya Michi-chan) yang tersenyum
padaku.
“Ryo-san! Ada apa?” tanyaku padanya.
“ayo naiklah. Ku antar kau pulang sampai rumahmu” ajak Ryo-san.
Ku pikir, daripada pulang sendirian, berjalan kaki pula. Lebih baik aku
menerima tawaran Ryo-san.
Ryo-san benar-benar kakak yang sangat baik. Beruntung sekali Michi-chan
memiliki kakak seperti Ryo-san. Ryo-san mengantarku hingga sampe ketujuan. Aku
membungkukkan badanku dan sambil mengucapkan “khamsahabnida” pada Ryo-san.
“lupakan luka masa lalu. Dan bukalah lembaran baru. Kuharap kau bisa
melakukannya” kata Ryo-san kepadaku sebelum pergi.
Aku hanya tersenyum sambil melihat belakang mobilnya yang melaju cepat.
Ternyata Ryo-san juga peduli padaku.
Huaahh. Hari ini hari yang melelahkan. Aku ingin mencoba melakukan seperti
yang di ucapkan Ryo-san tadi. Sambil tersenyum, aku pun tertidur sangat lelap
di kamar.
Hari ini adalah hari minggu. Setiap minggu aku dan teman-taman lainnya
mengadakan belajar kelompok. Aktivitas yang selalu kami lakukan di setiap
liburan di hari minggu. Jadwal belajar kelompok hari ini adalah di rumah
Michi-chan.
“dimana toilet?” tanyaku pada Michi-chan.
“kau terus saja dari seni. Setelah kau lihat tangga lantai dua, belok ke
kiri, di paling ujung itu tempatnya” jelas Michi-chan yang arah matanya ke
buku.
Karena kebelet, aku buru-buru menuju toilet. Tak sengaja aku tertabrak
seseorang yang tak asing bagiku ketika menatap wajahnya.
“ah. Maaf Wooyoung. Aku buru-buru.” Kataku kepada Wooyoung.
“tak apa.” Jawabnya sambil tersenyum.
Tiba-tiba Ryo-san keluar dari toilet tersebut.
“eh. Eun Kyung. Kau mau menggunakan toilet ini?” tanya Ryo-san
“iya. Maaf aku terburu” jawabku. Lalu aku masuk ke tempat itu.
Berjam-jampun berlalu. Ini waktunya kami pulang kerumah masing-masing. Hiks.
Berjalan sendiri, tak ada yang mengantarku pulang.
“Eun Kyung!!!” teriak seseorang dari belakangku.
Aku membalikan badanku. Di sana aku melihat Wooyoung mengendarai motor
menuju tempatku berdiri.
“ayo naik.” Perintah Wooyoung.
“tidak. Terima kasih. Aku bisa pulang sendiri” jawabku menolak.
“malam-malam begini. Tidak baik seorang gadis berkeluyuran di jalan” kata
Wooyoung.
“aku akan baik-baik saja kok. Udah sana. Pergilah.” Kataku menyuruhnya untuk
meninggalkanku.
“ya sudah kalau kau menolak. Aku ga akan memaksa” jawab Wooyoung.
Akhirnya aku sendirian di jalan yang sepi ini. Sebenarnya aku takut sih.
Tapi aku tak mau menerima tawaran orang yang baru pertama kali berbicara
padaku. Walaupun Wooyoung teman sekolahku, aku tak terlalu dekat dengannya.
Namanya saja aku tau dari anak-anak di sekolah itu karena keterpopulerannya di
Kirin.
Aku menelusuri di setiap gang sempit menuju rumah. Di jalan ini sangat sepi
sekali, aku semakin merasa takut dan khawatir. Ternyata benar, kekhawatiranku
benar-benar terjadi, mendadak saja sekelompok laki-laki pemabuk menghadangku.
Tuhan lindungi aku. Aku berteriak sekencang-kencangnya “toolooonnggg...
siapa saja tolong aku.” . aku melihat salah satu dari mereka memegang pukulan
seperti hendak memukulku. Aku menutup mata menangis dan ketakutan.
Dengan mata tertutup. Aku mendengar suara perkelahian. Ketika aku buka mata.
Ternyata dia Wooyoung. Wooyoung menghajar mereka habis-habisan sehingga
penjahat-penjahat itu berlari terpirit-pirit dengan luka-luka memarnya.
“kau tak apa?” tanyanya khawatir.
“terima kasih, kau telah menyelamatkan aku. Apa kau mengikutiku dari tadi?.”
Tanyaku merasa curiga kenapa dia datang di saat yang tepat.
“ya. Mana mungkin aku membiarkan seorang gadis berkeliaran malam-malam
begini” jawab Wooyoung dengan wajah memerah.
Semua kebaikan Wooyoung sangat mencurigakan aku. Padahal, ini baru pertama
kali kami berbicara, tapi dia sudah sangat mengkhawatirkan aku.
“makanya. Saat aku menawari mengantari mu pulang, kau harus nurut.” Katanya
kesal dan juga khawatir.
“maaf. Bukannya aku tidak mau. Aku hanya saja tidak terlalu mengenalimu. Aku
tak mau merepotkan orang yang baru aku kenal .” jawabku.
“bertemanlah denganku. Nantinya kau pasti akan terbiasa bila didekatku”
katanya.
Aneh. Ini sungguh aneh. Kenapa dia baik sekali padaku. Dari cara bicaranya
kepadaku, dia seperti sudah mengenaliku saja.
“ayo naik. Akan ku antar kau pulang.” Kata Wooyoung.
Keesokan paginya di sekolah. Aku sedang berbincang-bincang bersama Min Rin
dan Michi.
“pagi semua” sapa Hye Ra.
“pagi” jawab aku dan yang lainnya serentak.
“oh ya. Tadi aku bertemu Wooyoung ” kata Hye Ra.
“terus. Kenapa? Apa dia titip salam pada Michi?” kata Min Rin menggoda.
“sssttt. Nanti kedengaran Yesung” kata Michi sambil melirik ke arah Yesung
yang sedang membaca buku “kau ini. Orang yang aku suka Cuma Yesung”
“ga kok, bukan Michi-chan. Tapi dia menitipkan surat ini padaku buat Eun
Kyung” kata hye Ra seraya memperlihatkan amplop yang berisi surat itu.
“hah? Buat aku? Sini coba aku lihat” kataku kaget.
“apa ada sesuatu di antara kalian berdua?” tanya Min Rin.
“eh. Coba lihat. Apa isinya?” tanya Michi-chan ingin tau saja.
“wow. Dia mengajakmu ketemuan pulang sekolah ini. Ciye ciye, pasti ada
sesuatu deh di antara kalian” kata Michi-chan bawel.
Kenapa ini? Sejak kemarin gerak-gerik Wooyoung sangat mencurigakanku saja.
Tadi malam dia rela menuruti aku dari belakang hanya untuk menjagaku. Sekarang
mengajakku ketemuan. Benar-benar sesuatu tang aneh. Daripada penasarn, sehabis
tugas piket bergilir setiap pulang sekolah, aku langsung menemuinya di tempat
yang tertera di surat itu, yaitu sungai Han.
“kenapa kau lama sekali? Aku lelah menunggumu” kata Wooyoung kesal.
“maaf. Aku ada tugas piket hari iini. Jadi sedikit terlambat”
“ya sudah. Kau datang saja sudah membuatku bahagia.” Katanya dengan senyuman
yang membuatku aneh dan berdebar.
Di tempat itu, angin semakin sepoi-sepoi hingga membuat rambutku berantakan.
Beberapa kali aku merapikan rambutku yang panjang ini. Karena merasa risih, aku
mengikat rambutku.
Sebenarnya. Apa yang ingin di bicarakan Wooyoung padaku? Dari tadi dia hanya
berdiam diri dan tersenyum sambil memandangi matahari yang hendak
terbenam.
Baru pertama kali ini aku melihat pemandangan sunset yang indah ini. Setelah
matahri terbenampun, Wooyoung sama sekali tak buka mulut.
“indah bukan” kata Wooyoung yang baru saja membuka mulutnya.
“ya. Kau benar. Ini sungguh indah” jawabku sambil tersenyum
“aku ingin mellihat matahari terbenam bersama Eun Kyung besok.... besok....
dan besoknya lagi” katanya sambil melihat air sungai Han.
“maksudmu?” tanyaku bingung.
“aku sudah lama menyukai Eun Kyung. Sejak pertama kali kita bertemu. Ketika
ujian masuk SMA Kirin 3 tahun lalu. Apa kau masih ingat?” kata Wooyoung.
Kata-katanya itu mengingatkanku pada sesuatu yang aku lupakan.
Waktu itu, akku pertama kali bertemu Wooyoung berkat sebuah pensil. Saat aku
mulai mengisi soal-soal, tiba-tiba saja pensilku patah. Wooyounglah yang
meminjamkan ku pensilnya. Padahal dia hanya memiliki satu pensil saja.
Dia rela menggunakan pena, padahal di saat ujian ini, alat tulis yang harus
digunakan itu pensil, agar kalau salah mudah menghapusnya. Setelah aku lulus ujian
masuk Kirin. aku tidak ingat lagi tentang Wooyoung, sampai-sampai ucapan terima
kasih saja belum aku ucapkan padanya.
“waktu itu, kau bodoh sekali meminjamkanku pensil. Padahal kau hanya punya
satu pensil kan?” kataku.
“habisnya kau manis sih. Aku sangat ingin kau diterima di Kirin.” jawabnya
yang kocol.
“manis? haha” kataku.
“kenapa kau malah tertawa?” tanya Wooyoung heran
“habisnya baru kali ini aku di bilang manis oleh seorang cowok.” Jawabku.
“Eun Kyung. Aku sangat menyukaimu.berpacaranlah denganku. Selama dua tahun
setengah ini, aku hanya bisa melihatmu dari kejauhan” kata Wooyoung yang
kedengarannya seperti menyatakan perasaannya saja padaku.
Deg.deg. bagaimana iini? Apa yang seharusnya aku jawab pada Wooyoung? Aku
tak mungkin menerimanya begitu saja, karena aku tak memiliki perasaan yang
sama.
“kau tak perlu menjawabnya sekarang. Kau boleh menjawabnya jika kau memiliki
rasa suka padaku suatu saat nanti.” Katanya tersenyum dan penuh percaya diri.
“terima kasih. Kau telah mengerti’in aku.” Jaawabku dengan kagumnya terhadap
Wooyoung.
“mulai sekarang kita teman ya?” kata Wooyoung sambil menunjukkan jari
kelingkingnya.
“oke. teman” balasku dengan kelingkingku.
“tapi bila nanti aku mengajakmu melihat matahari terbenam. Kau tak boleh
menolaknya ya” pinta Wooyoung.
“karena kau temanku... baiklah, aku akan menuruti pintamu” jawabku.
Semoga. Dengan begini aku bisa melupakan perasaanku pada Kwangmin.
Berada di sisi Wooyoung aku merasa mulai terlahir kembali. Ya.. Ryo-san benar,
aku harus tetap semangat dan mencari cinta yang sesungguhnya.
Wooyoung, terima kasih. Karena kehadiran dirimu. Aku sedikit bisa melupakan
Kwangmin. Terima kasih. Tetaplah berada di sisiku, dan buat aku jatuh cinta
padamu.
Nb : Wooyoung sebenarnya sahabat karib Ryo-san. Mereka berdua sering
berlatih basket bersama. Ryo-san adalah senior Wooyoung.
<POV Kang Hye Ra>
Banyak hal
yang aku suka. Nongkrong bareng teman, mengoleksi DVD, MP3 dan semua tentang The
GazettE.
Aku sangat mengaggumi rocker tersebut, khususnya yang bernama Suzuki Akira atau
sering di sapa Reita (Reichan).
Masalah
cinta, tak pernah aku memikirkannya seperti teman-temanku Michi dan Min Rin
yang sekarang bahagia. Eun Kyung yang dulunya terluka. Mungkin aku juga tidak
butuh seseorang disampingku. Yang ku pikirkan hanyalah Reita, artis yang
terkenal di Jepang. Aku dengar, The GazettE bakal liburan dan jumpa fans di Seoul
selama 1tahun setengah bulan. Aku tak akan melewati kesempatan emas ini.
Di pagi yang
cerah ini. Aku duduk di kelas sambil memikirkan persiapan di hari esok untuk
bertemu sosok idola terfavoritku. Memikirkannya saja aku jadi tidak sabaran.
Waktu, ayo cepat berlalu, dan pertemukan aku dengan Reita. Akhh aku jadi
seperti orang gila dibuatnya. Sebenarnya aku seorang fans yang terlalu fanatic,
di kamarku saja banyak poster-poster The GazettE yang terpampang apalagi poster-poster
Reita. Ponselku saja wallpapernya foto Reita.
“kenapa kau
senyum-senyum seperti orang gila Hye Ra?” tanya Eun Kyung mendadak.
“eh. Ternyata
kalian sudah datang” kataku sambil memamerkan senyum kebahagianku.
“aku bertanya
kenapa tidak kau jawab?” tanya Eun Kyung memaksaku untuk menjawabnya
“kau tahu
besok itu tanggal berapa?” tanyaku untuk membuatnya penasaran.
“tanggal 4
november. Kenapa? Kau ulang tahunkah? Bukannya kau bulan april.” Jawab Min Rin.
“ah aku tahu.
Rocker dari Jepang The GazettE kan akan berlibur d Korea. Benar bukan?
Kau salah satu fansnyakan?” jawab Michi-chan
“yak. Tepat
sekali Michi-chan. Michi-chan temani aku ya, please.” Pintaku pada Michi-chan,
kupikir kalau mengajak Michi-chan akan baik-baik saja, karena aku tak terlalu
fasih berbahasa Jepang.
“maaf Hye Ra,
aku tidak bisa. Besok aku ke perpustakaan bersama Yesung. Kami udah janji”
tolak Mich-chan.
“Eun Kyung?”
tanya aku.
“aku juga ada
janji. Maaf ya Hye Ra. Aku benar-benar minta maaf” tolak Eun Kyung.
Hiks. Tak ada
satu orangpun yang akan menemaniku.
“besok aku
senggang” kata Min Rin.
“kau mau
menemaniku Min Rin?” tanyaku merasa agak senang.
“baiklah.
Besok aku akan menemanimu.” Jawab Min Rin “kau tak apakan Kwangmin?”
“pergilah”
jawab Kwangmin yang sedang membaca buku sambil dengarin musik pake earphone.
Asyik..
senangnya ada seorang teman yang menemaniku.
“nanti temani
aku ke mall ya?” pintaku lagi.
“maaf. Hari
ini aku dan Kwangmin makan siang bareng habis pulang sekolah” jawab Min Rin
dengan ekspresi yang tidak enak hatinya.
“ya udah tak
apa. Aku bisa pergi sendiri kok” jawabku.
Sepulang
sekolah aku bergegas ke mall dan membeli sesuatu untuk idolaku Reita dan yang
lainnya.
Keesokan
harinya.
Aku sungguh
tak sabaran ingin bertemu The GazettE hari ini. Jantungku seperti mau copot
saja. Ayolah cepat datang Reita, aku sangat ingin melihat wajahmu yang super
tampan itu. Sudah 5 jam aku menantikan sosok Reita di ruang yang penuh fans-fans
The GazettE ini.
Aku lihat, Min Rin kelelahan mengikutiku mondar-mandir begini.
“hey. Ayolah
Hye Ra. Istirahat sebentar. Aku sungguh lelah mengikutimu kesana kemari 5 jam
ini” kata Min Rin dengan ekspresi kesalnya
“ya baiklah.
Kau duduk saja disini dulu. Aku mau membeli minuman dulu sebentar” kataku lalu
pergi menuju tempat penjualan minuman.
Menulusuri
lorong-lorong gedung hotel ini untuk mencari minuman. Tak sengaja aku mendengar
suara ribut-ribut di sebuah ruangan yang pintunya tak menutup dengan rapat.
Ketika aku mengintip ruang itu, aku melihat Uruha “The GazettE”
(Takashima Kouyou) dan yang lainnya bersenang-senang di tempat itu. Tak
berfikir panjang karena senang aku menghampiri mereka dan langsun mencari sosok
Reita yang aku cari-cari selama ini.
“Haiki?
(siapa kau?)” tanya Ruki dengan bahasa Jepangnya.
“Watashi no
namae wa Kang Hye Ra desu. (aku Kang Hye Ra)” jawabku dengan bahasa
Jepang yang kurang pasih.
Ruki sigap
beranjak dari tempat duduknya seperti hendak memarahiku. Aku sangat bingung,
beribu-ribu fansnya sedang menuggu di luar sana, sedangkan mereka............
asyik-asyikan bercanda gurau di tempat ini. Ini sungguh tidak menghargai fans,
Reita.. kenapa kau dan teman-temanmu begini? Apakah iini sifat kalian yang
sesungguhnya?
“Dare ga
anata o dete mimashou? (siapa yang mengizinimu masuk?)” tanya Ruki dengan nada
yang mengagetkanku.
Hiks. Kenapa
idolaku bersifat begini terhadap fansnya? Ini tak seperti Ruki yang pernah aku
lihat di TV. Ruki sangat mengecewakanku. Hiks.
“Ruki wa
teishi! (hentikan Ruki!)” perintah Reita “Anata wa fan
ni mukatte kono yō ni dōsa shite wa ikemasen (kau tidak boleh bersikap seperti
ini terhadap penggemar)”
Deg deg.
Ternyata sifat Reita tak berubah, membuatkku tambah menyukainya saja.
“Hai
gomen'nasai Kono watashi no yūjin wa orokadesu (maaf ya temanku ini memang
bodoh)“ kata Reita denngan suara yang lugu.
“ah tidak
apa. Aku sudah memaafkannya” jawabku dengan bahasa Korea.
Aku tau Reita
pasti tidak mengerti apa yang aku ucapkan. Dia hanya membalas dengan senyuman.
Akuuuuuu merasaa sangat senang sekali bisa bertemu dengan Reita sedekat ini.
Seperti miimpi. Oh ya, akku melupakan sesuatu. Hadiah buat para member The GazettE .
kemudian aku mengambil hadiah itu dari tas kecilku. Hadiahnya tak menarik dan
besar sih, hanya sebuah kalung murahan. Ssemoga saja mereka menyukai hadiah
pemberianku.
“this is for
you Reita..” kataku dengan senyuman seraya memberikan benda itu pada
Reita “and this is for you, hope you like it”
“(sebaiknya
kalian jangan menerima barang pemberian gadis itu, pasti ada maunya)” perintah
Ruki dan membuat perasaanku sakit.
“(hey Ruki,
jaga omonganmu)” kata Aoi (Shiroyama Yuu)
“Dōmo
arigatōgozaimashita (terima kasih banyak) Korera no obujekuto wa hijō ni yoi to
tekishite imasu (benda ini sangat bagus dan cocok buat kami)” jawab Reita
sekalian mewakili mereka.
Wah senangnya
Reita suka pemberian dariku. Meski Ruki tak menyukainya, Reita yang menyukainya
saja sudah cukup. Di saat seperti ini ingin sekali minta tanda tangan mereka.
“(umm Reita,
boleh minta tanda tangannya?)” tanyaku seraya menunjujan booklet The GazettE
“(apa aku
bilang. Pasti ada maunya. Jangan mau Reita)” ketus Ruki.
Kenapa Ruki
jahat sekali padaku? Apa salahku? Apa aku terlihat seperti orang yang suka
mengganggu dan menyebalkan sehingga dia membenciku?
“(tutup
mulutmu Ruki)” kata Kai (Uke Yutaka) sambil menginjak kaki Ruki
“(auch,
sakit.)” kesal Ruki.
“(jangan
dengarkan dia.)” kata Reita seperti membantuku untuk menenangkan perasaan ingin
marah. “(sebagai rasa terima kasih, datanglah ke tempat ini lagi. Besok
jam dua siang. Nah, sekarang pulanglah dulu. Kami mau beristirahat)”
“(istirahat?
Bukannya ada jadwal jumpa fans? Fans-fans The GazettE telah menunggu kalian diluar dari tadi)”
tanya ku merasa aneh.
“(apa? Jumpa
fans? Disini kami hanya berlibur untuk setahun setengah bulan. Bukan
melaksanakan tugas sebagai rocker)” jelas Ruki kaget.
Karena
penasaran The
GazettE berlari menghampiri fans-fansnya. Mereka sangat terkejut
fans-fansnya yang lumayan banyak datang untuk menemui The GazettE,
padahal mereka datang ke Korea bukan untuk jumpa fans melainkan berlibur.
Reita dan
teman-teman tidak mungkin membeiarkan merekamenunggu The GazettE
selama ini. Dengan terpaksa mereka melakukan jumpa fans pura-pura di ruangannya
dengan di atur olehku. Reita menyuruhku untuk mengatur rencana ini.
“sebenarnya
kami ke sini bukan untuk jumpa fans, tetapi kami berada disini Cuma berlibur.
Kami sudah memaafkan orang orang yang sudah membuat berita hoax ini. Jadi walau
tempat ini tak sederhana, anggap saja ini jumpa fans yang akan terkenang di
hati kalian semua ” pidato Reita di depan semua fans-fansnya dengan bahasa
Jepangnya.
Semua
penggemar berteriak histeris karena kagum dengan sang idola mereka. Setelah
berpidato, kemudian The GazettE menyanyikan sebuah lagu yang berjudul Pledge secara
akustik. Semua penonton tampak menikmatinya.
Aku lega
sekali jumpa fans pura-pura ini berjalan dengan lancar. Aku tak percaya Reita
menyerahkan semua ini padaku. Setelah jumpa fans sederhana selesai. Aku
berpamitan dengan Reita dan yang lainnya, karena hari sudah mulai gelap. Aku
harus pulang karena takut orangtuaku khawatir padaku.
“terima
kasih, berkat Kang Hye Ra ”
“maaf.
Panggil Hye Ra saja”
“sorry.
Berkat Hye Ra. Semua iini berjalan dengan sangat lancar” kata Reita
“iya
sama-sama. Aku pulang dulu ya. Terima kasih tanda tangannya” kataku seraya
beranjak menuju mobil jemputan.
“besok jangan
lupa jam dua” teriak Reita.
Senang
sekali, sangat senang. Hari yang menyenangkan ini tak akan aku lupakan. Bertemu
Reita yang sangat baik padaku dan bertemu Ruki, Aoi, Uruha, dan Kai. Semua
seperti mimpi.
Hari esokpun
tiba. Setelah pulang sekolah aku langsung menemui The GazettE di apartemennya.
Tenyata Reita dan yang lainnya sudah menungguku. Senangnya di tunggu oleh
idola. Kami berbincang-bincang meski Ruki tak menyukaiku. Tapi terkadang dia
juga bersifat baik terhadapku.
“selama kami
berlibur di Korea ini. Maukah kau menjadi asisten kami?” tanya Reita padaku
dengan wajah yang memohon.
Wow. Aku tak
mungkin menolak kesempatan berharga ini. Kapan lagi aku bisa sedekat iini
dengan mereka.
“tentu saja
boleh. Mengapa tidak” jawabku.
Mulai
sekarang aku menjadi asisten The GazettE , bukan hanya sebagai asisten, kami sudah
seperti teman. Besok besok dan besoknya, hari-hariku akan ada wajah Reita di
depan mataku. Moment yang tak terduga. Aku semakin mengaggumi The GazettE
khususnya Reita. I Love Reita So Much
Nb : Park Min
Rin tak muncul di cerita selanjutnya, karena Hye Ra mengirimkan SMS untuk
menyuruh Min Rin pulang saja karena tak mau melihatnya kelelahan.
<POV Ishikawa Michiko>
Berada disamping Yesung rasanya benar-benar nyaman. Benar sih dulunya aku
menyukai Wooyoung, tapi aku tidak mau melanjutkan cinta yang bertepuk sebelah
tangan itu. Aku ingin melewati hari-hari bahagia ini bersama Yesung selamanya.
Aku dan yang lainnya sudah melewati setengah tahun bersekolah di Kirin,
sebentar lagi aku dan yang lainnya akan melanjutkan ke universitas.
Memikirkannya aku jadi tidak sabaran.hehe. kami memutuskan untuk masuk ke
universitas yang sama. Benar-benar sahabat yang kompak ya.
Liburan semester 1 ini, aku lewati bersama teman-teman dan juga Yesung. Hari
kelima liburan panjang nanti, aku ingin menghabiskan waktuku bersama Yesung.
Kira-kira, teman-temanku berlibur dengan siapa ya? Haha tentu saja Park Min Rin
menghabiskan waktu bersama Jo Kwangmin, Song Eun Kyung dan Woo Young walaupun
belum jadian mereka tampak kompak dan sangat serasi. Lho Kang Hye Ra nya
kemana?? Tuh menghabiskan waktunya bersama sang idola tercinta. Tidak
terbayangkankan betapa pentingnya The GazettE di hati temanku yang
satu itu.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Malam yang dingin ini aku duduk di bawah gelapnya langit bersama Yesung di
rumahnya. Uhh dingin sekali sih sampai menusuk kulitku. Aku jadi
kepikiran, Yesung pasti kesepian ketika orang tuanya telah pindah ke Incheon.
“kau kedinginan ya?” tanya Yesung yang sedang menatapku.
Aku menganggukan kepala.
Tiba-tiba Yesung memelukku. Tubuhnya hangat sekali dan juga harum. Yesung
sebenarnya aku ingin bertanya sesuatu padamu. Tapi aku takut kau akan marah
padaku.
“aku akan melindungimu. Selamanya..” kata Yesung sambli senyum.
Deg.deg. membuat jantungku dag dig dug. Saat Yesung berkata seperti itu, dia
terlihat keren dan semakin aku tambah menyukainya saja. Hiks Yesung. Jika suatu
saat aku tidak ada di sisimu, apa kau akan berpaling ke yang lain?
“kenapa kau murung begitu?” tanya Yesung “jelek tau”
“apa wajahku terlihat seperti sedang murung?” tanyaku dengan senyum.
“eumm” gumam Yesung.
Sejenak suasana hening.
“jika suatu saat aku tidak berada di sampingmu. Apa yang akan kau lakukan?”
tanyaku sambil menundukkan kepala.
“mungkin aku akan berpaling ke yang lain” jawab Yesung dengan cuek.
“uh. Kau kejam sekali Yesung” kataku seraya memukuli pundak Yesung.
Dia hanya tertawa saat aku pukuli. Aku takut dia akan melakukan apa yang dia
katakan barusan. Aku jadi khawatir.
Sejenak suasana hening lagi.
“apa aku boleh menginap di rumahmu?” tanyaku padanya.
“rumahmu kan di sebelah. Kenapa harus menginap?” jawab Yesung dan tanya
balik.
“aku hanya merasa kasihan padamu. Kau pasti merasa kesepian semenjak orang
tuamu pindah ke Incheon” jawabku yang sedang menatap wajah Yesung.
“apa aku terlihat seperti orang yang harus dikasihani?” tanya Yesung yang
membuatku kesal.
“yaa sudah kalau tidak boleh” ketus aku dan seraya membuang muka.
Tanpa sepengetahuan aku, Yesung beranjak dari sampingku. Tega sekali Yesung
meninggalkan aku di luar yang sedingin es ini. Tapi aku tetap pura-pura marah
padanya dan masih dengan membuang mukaku.
“hey kau mau seberapa lama diluar sana? Ayo masuk. Nanti kau masuk angin”
tanya Yesung yang sedang memegang pintu untuk menutup pintu itu.
“ngapain aku masuk ke rumahmu. Kau sendiri tidak mengizinkanku menginap
dirumahmu” jawabku dengan jutek.
“ya sudah kalau tidak mau. Aku tutup ya pintunya. Jangan salahkan aku jika
kau nanti sakit” kata Yesung seraya hendak menutup pintu.
“ehh-ehh. Kau benar-benar ingin meninggalkanku di luar yang dingin ini ya?”
kataku seraya bangun dari dudukku.
Ini baru pertama kali aku menginap di rumah Yesung setelah kami masuk SMP.
Waktu kecil kami sering tidur siang dan tidur malam bersama. Moment yang tidak
inginku lupakan.
“kau pakai saja kamarku. Biar aku tidur di luar” kata Yesung sambil membawa
bantal dan gulingnya.
“kenapa? Di kamar yang satunya kan ada” tanyaku.
“kamar itu sudah lama tidak di pakai, berantakan dan juga kosong tanpa
barang. Kau pakai saja kamarku” kata Yesung yang hendak keluar.
“apa kau tidak apa?” tanyaku
Yesung mengentikan langkahnya dan menghampiriku “sudah jangan cerewet”
jawabnya sambil mengelus-elus kepalaku.
Aku memanggil kembali Yesung yang hendak beranjak keluar “Yesung ah.”
“ya?” tanya Yesung seraya membalikan badannya.
“besok apa kau mau berkencan denganku?” tanyaku.
“baiklah” jawabnya senyum.
Aku melihati sepanjang Yesung berjalan menuju ruang tamu. Dia masih belum
tau kalau aku akan balik ke Jepang. Yesung mungkin ini kencan kita yang
terakhir.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pagi yang indah untuk berkencan. Aku berdiri di depan pintu rumahku dengan
berpakaian rapi untuk menunggu Yesung. Padahal rumah kami bersebelahan, tapi
aku tidak punya keberanian untuk mengunjunginya terlebih dulu.
Ah itu dia Yesung. Wah tampan sekali sehingga membuatku tak berkedip memandanginya.
Dan wangi parfumnya juga sangat lembut. Ternyata Yesung tahu wangi parfum
kesukaanku.
“kau menungguku dari tadi?” tanya Yesung seraya menghampiriku.
“iya. Kaki aku jadi pegal-pegal dibuatnya” jawab aku dengan manja :-P
“siapa suruh kau menunggu di teras. Kenapa tidak menunggu didalam? Aku kan
bisa memanggilmu nanti” kata Yesung seraya memukuli kepalaku dengan lembut.
“euhm. Ya deh.” Jawabku singkat.
Tapi aku sangat senang melihat ekspresi Yesung yang suka mengkhawatirkanku.
Yesung membuatku sangat menyukainya.
“hari ini kita kemana?” tanya Yesung.
“kita makan saja ya” jawabku dengan senyum.
“baiklah. Tapi kau yang bayar semuanya ya.” Kata Yesung sambil
berjalan melaju di depanku.
Langkahku terhenti karenanya “huh. Kau pelit sekali” kataku kesal.
Yesung tetap berjalan tanpa menghiraukan perkataanku.
Sesampainya di restoran sederhana. Kami memesan makanan. Yesung menuangkan
minuman ke sebuah gelas, aku pikir itu buatku ternyata dia meminumnya sendiri.
Kesal kesal kesal sekali aku di buatnya.
Mendadak Yesung berdiri dari tempat duduknya. Lalu pergi tanpa bilang
apa-apa.
“hey kau mau kemana?” tanyaku dengan teriakan. Padahal Yesung tak jauh
dariku
“aku ketoilet sebentar. Kau di sana saja sambil menunggu pesanan” jawabnya
sambil tetap berjalan.
Hari ini sikap Yesung kepadaku sangat berbeda. Ada apa dengannya? Minuman
tadi saja di minumnya sendiri tanpa menawariku dan bicaranya juga tidak
menatapku. Tadi barusan, pergi tidak memberitahuku kalau aku tidak bertanya.
Padahal sebelum kemari dia baik-baik saja kepadaku. Aneh aneh aneh.
Sejam aku menunggu Yesung yang sedang berada ditoilet. Sekarang saja dia
belum muncul-muncul juga. Apa dia sudah pulang. Atau jangan jangan dia menemui
gadis lain? Ah tapi tidak mungkin, diakan cinta mati kepadaku.hiks. aku bingung
harus apa.
Tak lama, Yesung kembli ketempatku. Padahal hampir saja aku berfikir ingin
pulang saja sendiri.
“kau darimana saja lama sekali?” tanyaku kesal.
“tadi aku bertemu teman lama. Jadi maaf agak lama” jawab Yesung dengan
tenang.
“apa dia seorang perempuan?” tanyaku khawatir.
“Bae Su Ji. Kau kenal dia kan?” jawab dan tanya Yesung.
“bukannya dia itu yang menyatakan perasaanya didepan kelas waktu SMP?”
tanyaku kaget
Yesung menangguk.
“kalian bicara apa saja? Apa dia menyatakan perasaannya seperti dulu? Lalu
bagaimana denganku?” tanyaku dengan beberapa pertanyaan.
Pertanyaanku belum dijawab, tapi pelayan itu sudah datang mengantarkan
pesanan. Membuat suasana jadi ga karuan. Aku sangat kaget pelayan itu bukan
mengantarkan makanan yang aku pesan.
“loh. Saya kan bukan pesan sup” kataku sambil menunjuk tempat makanan yang
ditutup itu. (biasanya kalau tempat sajian sup ditutup supaya tetap hangat)
“sudah. Kan sudah terlanjur. Makan saja apa yang sudah tersaji” kata Yesung
sambil menyuapkan sesuapan makanan ke mulutnya.
(pelayan itu pergi)
“tapi kan aku tidak suka sup iga sapi.” Bentaku.
“makan saja. Kalau tidak kau makan, kau akan yang membayar semua ini” ketus
Yesung.
Aku terpaksa memakannya.hiks. Yesung seperti menyiksaku saja.
Jelas-jelas dia tahu kalau aku tidak suka sup iga sapi. Ketika aku membuka
tutup panci tersebut, yang aku lihat bukanlah sup, melainkan aku menemukan
sebuah kotak berwarna merah di dalam panci sup itu.
“loh. Apa ini? Aku kan tidak mungkin memakan benda ini” kataku.
Yesung hanya tersenyum melihatku.
Tanpa berpikir panjang, aku mengambil kotak merah itu dan membukanya. Aku
sungguh terkejut melihat sebuah cincin di dalam kotak itu.
“loh kok ada cincin? Ini punya siapa?” tanyaku kebingungan.
“kau ini bodoh ya. Itu untukmu bodoh.” Ketus Yesung kesal (kasihannya,
padahal Yesung ingin membuatnya surprise, tapi Michi-chan tidak menyadarinya)
“mwo?buatku. benarkah?” tanyaku sambil tersenyum sangking senangya.
Yesung hanya mengangguk dan tersenyum padaku.
“wah cantik sekali. Terima kasih ya.” Kataku sambil melihat-lihat cincin itu
“kalau begitu tolong pasangin ke jari manis ku dong” pintaku dengan wajah yang
manis.
Yesung memasangkan cincin itu kejariku.
Senang senang senang. Dapat hadiah dari Yesung dan berkencan denganya.
Setelah makan. Kami melanjutkan kencan ke berbagai tempat, ke mall, tak lupa
ke sungai Han, mengunjungi tempat-tempat yang indah dan juga foto-foto bareng.
Tak terasa hari sudah mulai gelap. Kami masih duduk-duduk di sebuah taman
dekat rumah. Mungkin inilah saatnya aku memberitahukan kepada Yesung bahwa
besok aku harus pulang ke Jepang. Aku ingin sekali menjadi kekasihnya yang
terakhir untuk selamanya, tapi, tempatku yang sesungguhnya bukan di negara ini.
Aku harus pulang ke negara asalku.hiks. Sesungguhnya perasaan dihatiku yang
paling dalam, aku tak ingin berpisah dengan Yesung.
“Yesung, ada sesuatu yang harus aku beritahukan kepadamu” kataku sambil menundukan
kepala.
“bicaralah.” Kata Yesung.
Aku tak punya keberanian untuk mengatakannya. Saat itu aku menangis
sampai-sampai membuat Yesung bingung dan khawatir.
“kenapa kau menangis?” tanya Yesung seraya memegang kedua pundakku.
“maafkan aku. Sepertinya hubungan kita harus berakhir sampai disini” kataku
sambil menangis.
Yesung melepaskan tangannya dari pundakku. Saat itu matanya memerah dan
berkaca-kaca.
“apa maksudmu? Kau tidak boleh berbicara seperti itu” kesal Yesung.
“besok. Aku harus pulang ke Jepang.”
“kenapa secepat ini. Sekolahmukan belum selesai”
“aku melanjutkan sekolah di Jepang. Maaf Yesung. Aku tidak bisa berpacaran
denganmu”
“Michi-chan! Kau tak boleh se-egois ini. Dan aku tidak mau putus denganmu”
“kenapa kau masih ingin mempertahankanku?” tanyaku sambil menangis
Aku sangat melihat dengan jelas, pada saat itu mata Yesung berair. Aku tak
mau melihatnya menangis dan sedih karena aku.
“karena hanya kau satu-satunya orang yang aku cinta. Kau tidak berhak memutuskan
hubungan kita seperti ini”
“tapi aku harus pulang ke Jepang” katakub sambil berdiri hendak berlari saja
dari Yesung.
“kitakan bisa berpacaran jarak jauh” pinta Yesung sambil menangis.
“aku tidak mau membuatmu sakit karena merindukan aku. Kupikir, kalau
berpacaran jarak jauh itu kita tidak bisa melakukannya”
“aku bisa” kata Yesung dengan cepatnya.
“se...se..sebenarnya aku juga tidak mau putus denganmu.” Kataku
“makanya. Kita pacaran jarak jauh saja.”
“kemarin, aku juga berpikiran seperti itu. Aku tidak menyangka Yesung
memintanya terlebih dulu. Tapi aku khawatir”
“apa yang kau khawatirkan?” tanya Yesung.
“kau akan berpaling ke gadis yang lain” jawabku.
Mendadak Yesung memelukku dari belakang.
“kau tidak perlu khawatir. Karena kau satu-satunya orang yang aku cinta di
dunia ini” kata Yesung meyakinkan aku.
“maaf. Yesung. Aku tetap tidak bisa. Berbahagialah dengan gadis lain dan
lupakan saja aku.” Kata terakhirku.
Aku berlari melepaskan pelukan Yesung dan meninggalkannya di taman itu.
Dadaku terasa sangat sesak ketika berbicara kepada Yesung seperti itu.
Menyuruhmu berpacaran saja dengan orang lain, menyuruhmu melupakan akan
diriku. Sesungguhnya aku tidak mau itu terjadi. Yesung... jika kau benar-benar
hanya mencintaiku seorang. Tunggu aku beberapa tahun lagi. Suatu saat aku pasti
akan kembali ke Korea. Dan orang yang pertama kali aku temui adalah dirimu.
===============================================================
Hari cepat sekali berlalu. Padahal aku ingin lebih lama berada di samping
Yesung.
Di bandara Incheon.
Teman-temanku ikut hadir mengantarkanku sampai aku terbang ke Jepang. Aku
tidak melihat Yesung. Membuatku sedih sih..
“kalau kau sudah berada di Jepang. Kau jangan melupakan kami ya” kata Eun
Kyung dengan wajah sedih.
“di sana. Kau jangan lupa makan yang banyak” kata Hye Ra dengan ekspresi
yang sama.
“terima kasih teman-teman karena sudah mengantarkanku sampai di bandara”
kataku sambil tersenyum.
“kenapa Yesung belum datang juga? Apa kau sudah memberitahunya kalau kau mau
ke Jepang?” tanya Min Rin heran.
“sudah. Dia orang pertama yang aku beritahu.” Jawabku.
“terus. Kenapa dia tidak menghampirimu? Apa kalian bertengkar?” tanya Hye
Ra.
“kami sudah putus” jawabku dengan senyum palsu.
“apa kau bilang? Putus?”
Teman-temanku sangat kaget mendengar bahwa aku dan Yesung sudah putus. Ah
aku tidak boleh memikirkannya lagi.
“ayo Michi-chan. Sebentar lagi pesawat kita akan berangkat” kata Ryo-san
yang habis dari tempat resepsionis (ah tidak tau aku apa namanya).
“sebentar Ryo-san” jawabku “teman-teman sampai jumpa ya. Pesanku untuk
kalian jangan lupa giat belajar. Min Rin dan Kwangmin tetaplah langgeng. Hye
Ra, kau cepat-cepat cari pacar ya. Dan kau Eun Kyung, bukalah hatimu buat Woo
Young.” Kataku kepada teman-temanku (Park Min Rin, Song Eun Kyung, Kang Hye ra,
Jo Kwangmin dan Jang Woo Young)
Aku berpamitan dengan mereka. Benar-benar suasana yang sangat mengharukan.
Diam-diam aku mencari-cari sosok Yesung. Tapi pada kenyataan dia tak muncul
dihadapanku, aku yakin dia tidak akan menemuiku. Ya Tuhan, sekali saja, izinkan
aku melihat wajah Yesung walapun dari jarak jauh.
Aku berjalan bersama Ryo-san menuju lapangan penerbangan. Tapi Yesung tak
kunjung datang.
Tiba-tiba..
Yesung berlari sambil meneriakan namaku “Michiko!!!!!!!!!”
Aku sedih dan juga bahagia bisa melihat Yesung walau dari jarak jauh.
“pengumuman!! Penumpang pesawat G.A bernomor XXX bertujuan ke Jepang, harap
segera masuk ke pesawat karena pesawat akan segera di terbangkan. Kami
ulangi...........................”
“Yesung..... tunggulah kedatanganku beberapa tahun lagi” teriakku. Aku tahu
Yesung pasti tidak mendengar suaraku karena suara pengumuman yang terlalu keras
melebihi suaraku.
Sayonara Yesung.... Sayonara teman-teman.... Sayonara Korea....
Jangan lupakan aku. Dan jangan bersedih karena aku. Berjuanglah untuk masa
depan dan jadilah orang yang sukses supaya jika aku kembali ke Korea aku akan
beribu-ribu bahagia kalau sahabat-sahabatku sukses dan menjadi orang yang
dibanggakan termasuk aku yang akan bangga pada kalian.
Dan buat Yesung. Tunggulah kehadiranku ditahun yang akan dantang.
Jangan lupakan aku dan tetaplah mencintaiku......
Selamanya......................................
<POV Park Min Rin>
“wah. Hujannya deras sekali” kataku berbicara sendiri di
jalan.
Untung saja aku berdiri tidak jauh di depan halte bus.
Akupun berlindung di tempat itu. Gara-gara kehujanan seragam sekolahku jadi
basah kuyup begini dan...... dingin lagi. Tak sadar aku tertidur di halte bus
karena lama menunggu hujan berhenti.
Ini sudah seminggu lebih Kwangmin tidak berada disisiku
karena dia sedang berada di luar kota. Liburan semester satu kemarinpun kami
menghabiskan waktu cuma selama 2 minggu. Hiks. Menyedihkan ya.
Aku ingin sekali seperti sepasang kekasih yang melakukan
aktivitas di liburan panjang yang lalu. Ke pantai bersama, jalan-jalan, nonton
bioskop, belajar bareng dan lain-lain. Padahal itu hal yang ingin aku lakukan
bersama Kwangminku.hiks.
------
Ugh. Hangat sekali. Apa aku bersandar di bahu seseorang? Aku
seperti mengenali bahu ini saja. Aku membuka mata secara perlahan-lahan. Tanpa
aku sadari hujan sudah reda dan hari mulai gelap. Lalu aku menoleh kekanan
karena ingin tahu siapa orang yang berbaik hati untuk meminjamkan bahunya.
“Kwangmin?!” sentakku kaget. “sejak kapan kau kembali?
Katamu, kau akan pulang dalam waktu 1 minggu lagi? ” tanyaku dengan beberapa
pertanyaan.
“hei..hei tenanglah.” Kata cowok yang mirip Kwangmin itu
sambil menahan pukulan Min Rin.
“apa aku bermimpi?” tanyaku yang masih menatap Kwangmin tak
percaya. “eh. Cobaku lihat. Kenapa rambutmu di warnai?” tanyaku lagi sambil
mengacak-acak rambut Kwangmin.
“kau ini. Siapa orang yang kau maksud hah? Sudah-sudah.
Jangan menyentuh rambut kesayanganku.” Kata cowok yang mirip Kwangin yang sedang menyeka
dan merapikan seragam sekolahnya.
“eh. Kalau dia Kwangmin. Kenapa dia memakai seragam SMA
Gaehwa? Dan... sejak kapan rambutnya diwarnai?” tanyaku didalam hati. Membuatku
bingung.
“dasar gadis aneh. Masih untung kau kupinjami bahuku.
Karenamu, bahuku jadi pegal-pegal tau!” kata cowok yang mirip Kwangmin itu
seraya bangun dari tempat duduknya dan meninggalkanku.
“HEI. Apa kau bilang barusan?” tanyaku kesal seraya berdiri
mengejarnya.
Aku terus dan terus bertanya-tanya di sepanjang jalan. Tapi
dia tidak menoleh sedikitpun ke arahku.
Cara pakainnya, model rambutnya dan model berjalannya sangat berbeda dari
Kwangmin, terutama sifatnya yang begitu jelek.
“HEI!! KAN SUDAH AKU KATAKAN. AKU BUKAN KWANGMIN” ketusnya
marah karena aku membututinya dari belakang serta berbagai macam pertanyaan
yang aku suguhkan padanya.
Aku menangis karena merindukan Kwangmin “kalau begitu.
Dimana Kwangminku? Dan kenapa wajahmu
begitu mirip sekali dengan Kwangminku”
“hei kau. Jangan menangis di depan banyak orang begini” perintah cowok yang mirip Kwangmin itu
dengan ekspresi kebingungan “nanti
mereka berfikir aku yang membuatmu menangis”
“Kwangmin... Kwangmin...” di dalam tangisku aku selalu
memanggil-manggil namanya.
Tiba-tiba sepasang cowok dan cewek yang berseragam percis
seperti yang dikenakan cowok yang mirip dengan Kwangmin ini berkata : “HEI Jo.
Dia pacar barumu? Kenapa membuatnya menangis?” tanya salah satu dari mereka
sambil tertawa.
“kalian berdua. Hentikan ketawamu itu. Tidak ada yang lucu
disini” bentak cowok yang mirip Kwangmin ini “pergi sana!!”
“iya..iya.. maaf ya Jo. Aku Cuma bercanda” kata mereka dan
pergi meninggalkan cowok yang mirip Kwangmin dan Min Rin.
“namamu tadi siapa?” tanyaku karena aku kurang jelas
mendengarnya.
“kau tidak perlu tau namaku” jawab cowok yang mirip Kwangmin
tersebut seraya memanggil taksi dengan kode lambaian tangan.
Taksi itu bergerak ke arah kami.
“masuklah” kata cowok yang mirip Kwangmin itu seraya
membukakan pintu mobil tersebut “lebih baik kau pulang saja, daripada kau
menyusahkanku.”
Di malam hari yang dingin ini bertambah dingin karena hujan
turun lagi. Aku berlindung di balik selimut. Aku masih penasaran dengan orang
yang mirip Kwangmin itu. Apa Kwangmin punya saudara kembar? Ah tapi itu tidak
mungkin, karena Kwangmin tidak pernah mengatakannya padaku. Apa kebetulannya
saja?
Memikirkan hal itu. Membuat kepalaku mumet. Sekarang sinyal
di tempat Kwangmin berada sedang mengalami gangguan karena tempatnya di
pedesaan. “Kwangmin sedang apa ya sekarang?” tanyaku didalam hati seraya
memegang HandPhone. Karena melihat cowok tadi, aku jadi merindukan Kwangmin.
Hiks. Kwangmin cepat pulang.
From
To
|
Ishikawa
Michiko
Park Min Rin
|
Annyeong Haseyo chingu? Apa kalian masih meningatku?
Aku sangat merindukan kalian. Aku harap kalian semua
Baik-baik saja. Bagaimana dengan belajar kalian? Apa
Semuanya dapat nilai-nilai yang terbaik? Aku disini
tidak
Terlalu buruk nilaiku.
Jangan lupa ceritakan hari-hari kalian ketika aku
pulang
Ke Jepang ya.
.
Kalau ada waktu balas e-mailku ya J
arigatou
|
|
Tooth Tooth.. bunyi ponselku tanda ada sebuah e-mail masuk.
Membaca e-mailnya aku jadi merasa senang dan merindukan
sahabatku yang sekarang berada di Jepang itu. Kapan ya Michi-chan kembali ke Korea.
Biasanya kalau ada masalah begini, aku pasti bercerita pada
Michi-chan. Tapi sekarang tidak mungkin karena sekarang dia sangat jauh dariku.
Kalau bicara lewat e-mail mungkin aku kurang puas.
Knock knock “Nona Park. Ayo turun. Makan malam sudah siap”
kata pengasuhku dari kecil.
Dengan segera aku beranjak turun
menuju meja makan malam
“biasanya. Aku pulang bareng Kwangmin. Tapi sekarang aku
sendiri. Hiks. menyebalkan” kataku di dalam hati.
“Duaarrrr” teriak Song Eun Kyung seraya memukul bahuku untuk
membuatku kaget.
“astaga! Kau membuatku kaget Eun Kyung” kataku seraya
mengelus-elus dada karena kaget.
“habisnya sepanjang jalan kau melamun terus. Jadi aku
kagetkan saja” jawab Eun Kyung sambil tertawa terbahak-bahak.
“aku bukan sedang melamun. Tapi sedang memikirkan sesuatu”
balasku dengan suara lantang.
“maaf deh.” Kata Eun Kyung.
Mendadak Woo Young telah berdiri di depan kami tanpa
sepengetahuan kami.
“ayo pulang Eun Kyung” ajak Woo Young.
“Min Rin. Aku pulang ya. Kau mau bareng?” tanya Eun Kyung
kepadaku.
“ah tidak. Karena ada sesuatu yang harus aku cari” jawabku
serius.
“ya sudah.”
Woo Young berkerja keras sekali, walau beberapa kali di
tolak. Dia tidak menyerah. Mungkin karena rasa cintanya begitu besar kepada Eun
Kyung. Kenapa Eun Kyung bodoh sekali ya? Menolak cowok sebaik Woo Young.
Sebelum pulang aku
mampir ke toko roti. Ini aktivitas yang sering aku lakukan bersama Kwangmin
setiap pulang sekolah.
Ketika aku beranjak keluar dari toko roti ini, aku melihat
cowok yang mirip Kwangmin yang baru saja keluar dari toko roti ini juga. Aku
bergegas menghampirinya.
“hey Kwangmin!!” teriakku memanggilnya.
“lagi-lagi kau. Apa kau orang yang seperti itu? Suka
menurutiku dari belakang?” katanya dengan kesal kepadaku. “oh ya. Aku bukan Kwangmin, dan jangan
panggil aku dengan sebutan itu lagi”
Tiba-tiba HandPhone cowok itu berdering.
“ya halo.” Kata cowok itu. “kau sudah pulang? Aku lagi di
jalan. Sebentar lagi aku pulang, kau tunggu saja di rumah. Aku tahu kau akan
pulang sekarang jadi aku titipkan kunci rumah ke tetangga sebelah” kata cowok
itu yang sedang berbicara dengan sesorang melalui telepon.
Dengan tergesa cowok yang mirip Kwangmin itu pergi. Tapi,
siapa ya orang yang menelponnya tadi? Aku seperti mengenali suara itu.
“Nona Park Min Rin. Ada tamu yang mencari anda” kata pembantuku
di rumahku tepatnya apartemen.
“siapa?” tanyaku karena baru pertama kali aku di datangi
oleh seseorang ke rumah tanpa memberitahuku melalui telepon.
“maaf Nona Park. Saya tidak tahu. Tapi sepertinya dia pacar
Nona. Habisnya............ dia ganteng sekali, tinggi dan putih” kata pelayan
rumahku dengan genitnya.
“seorang..... cowok?? Jangan-jangan......... Kwangminku
sudah kembali” lalu aku bergegas menuju pintu masuk.
Aku sangat senang Kwangmin menemui aku. “Kwangmin..”
teriakku, tapi sayangnya ternnyata cowok itu bukanlah Kwangmin melainkan cowok
yang mirip Kwangmin. Aku sangat sangat sangat merasa kecewa.
“sudahku bilang. Aku bukanlah Kwangmin yang kau maksud.”
Kata cowok itu dengan wajahnya yang kesal.
“kenapa kau bisa tau rumahku? Apa kau seorang mata-mata?”
tanyaku kesal.
“enak saja kau
mengataiku seperti itu. Jelas-jelas kau sendiri yang menguntit aku dari
belakang” bantahnya dengan sekesalnya “kau sengajakan menjatuhkan dompetmu ini
dijalankan? Dan kau tinggalkan KTPmu di dlm dompet ini Supaya aku bisa
kerumahmu?” katanya seraya memperlihatkan dompet berwarna biru kesayanganku.
Mudah sekali cowok sableng ini berbicara seperti itu
kepadaku. Aku saja kaget kenapa dompetku bisa berada dengannya.
“sini kembalikan dompetku” aku merampas dompet itu dari
tangannya.
“hha? Begitu saja? Kau tidak mengucapkan terima kasih pada
orang yang telah menyelamatkan barang kepunyaanmu?” ketusnya.
“iya..iya..terima kasih imitasinya Kwangmin” ucapku.
“imitasi? haha” katanya sambil tertawa sinis dan hendak
beranjak dari rumahku “jangan panggil aku Kwangmin, namaku.... Youngmin..” ucap
cowok itu.
Youngmin?? Ohh ternyata itu namanya. Cukup bagus, “young”
kalau dalam bahasa inggris artinya muda. Berarti ibunya melahirkannya waktu
ibunya masih mudah. Wkwk dugaan konyol macam apa ini.
---------
Di pagi yang cerah dan udara yang segar ini. Aku berjalan
melalui gerbang menuju gedung sekolah. Aku mendengar seseorang berlari terengah-engah menuju kearahku,
tapi aku tidak menoleh karena aku yakin, orang itu pasti Eun Kyung yang hendak
mengagetkanku seperti kemarin.
Tapi kali ini dugaanku salah. Orang itu bukan
mengaggetkanku. Tapi menutup mataku dengan kedua tangannya.
“Eun Kyung. Aku tahu itu kau. Ayo cepat lepaskan tanganmu.”
Kataku dengan yakin bahwa dia Eun Kyung.
Tapi orang itu hanya berdiam. Aku pikir berarti dia bukan
Eun Kyung. Apa jangan jangan.......
“kalau kau bukan Song Eun Kyung, berarti kau Kang Hye Ra.
Cepat lepaskan. Mataku sakit tahu” kataku .eh
“tapi kok tanganmu seperti tangan laki-laki saja Hye Ra?”
Akhirnya Hye Ra melepaskan tangannya juga. Uh mataku jadi
agak kabur begini. Mendadak Kang Hye Ra bersama Song Eun Kyung menghampiriku
dari hadapanku. Aku berpikir, kalau mereka berdua ada di depanku, jadi yang
menutup mataku siapa?
“pagi Park Min Rin” sapa Eun Kyung dan Hye Ra.
Aku tidak sempat menoleh kebelakang karena pikiranku sedang
kacau di tambah sapaan Eun Kyung dan Hye Ra.
“pagi Jo Kwangmin” sapa Eun Kyung dan Hye Ra.
Aku tersentak kaget “eh. Apa kalian bilang barusan?
Kwangmin? Dia kan akan pulang hari sabtu nanti. Kalian jangan membuatku sedih
deh.” Kataku karena rindu akan kehadiran Kwangmin yang berada disisiku.
“idih. Siapa yang membuatmu sedih?” jawab Eun Kyung.
“lebih baik kau berbalik saja.” Kata Hye Ra menyuruhku.
Aku memutarkan badanku. Di sana aku melihat sosok seseorang
yang selama ini aku rindukan berdiri di hadapanku.
“kau Kwangmin?” tanyaku seraya mencolek-colek pipinya.
“eh. Kau kenapa? Apa kau melupakan pacarmu? Baru saja aku
tinggalkan sebentar tapi kau telah melupakan wajahku.” Kesal Kwangmin.
“siapa bilang?”
kataku sambil memeluk Kwangminku “kau tidak tahukan betapa aku sangat
merindukanmu? Aku sangat sangat sangat rindu Kwangmin. Aku mohon jangan pergi
dariku lagi. Huaaa hiks hiks”
“sudah-sudah jangan menangis. Pacarnya Kwangmin tidak boleh
menjatuhkan air mata.” Katanya sambil tersenyum seraya menyeka air mataku.
-----
Sepulang sekolah. Hari-hari yang biasa kami lakukan kembali
lagi. Tak lupa mampir ke toko roti langganan kami. Tapi kali ini Kwangmin
membeli roti yang cukup banyak. Biasanya dia Cuma beli satu bungkus saja. Haha
sepulang dari luar kota, ternyata nafsu makan Kwangmin bertambah.
Loh. Kok aku baru menyadari kalau jalan yang aku lewati ini
sudah jauh dari rumahku. Kwangmin mau mengajakku kemana?
“loh Kwangmin. Rumahku kan sudah jauh dari sini?” tanyaku
keheranan.
“disebelah sana itu rumahku.” Kata Kwangmin.
“kau mengajakku ke rumahmu?” tanyaku yang tak terduga oleh pikiranku.
Mengangguk “apa kau senang?” tanya Kwangmin.
“ya. Aku senang sekali, sudah lama aku memintamu mengajakku
singgah kerumahmu. Tapi baru sekarang kesampaian. Kau jahat sekali” kataku.
“karena kemarin itu belum waktunya.” Jawab Kwangmin.
1.5 jam berjalan dari sekolah menuju rumah Kwangmin ternyata
sangat melelahkan juga. Aku menghempaskan badanku kesofa.
“kau lelah? Tunggulah sebentar. Aku mau ambilkan minuman
untukmu” kata Kwangmin seraya melemparkan tasnya kesofa yang satunya.
Aku menganggukan kepala.
Mendadak aku mendengar seseorang berteriak “aku pulang!!!”
sambil membuka pintu. Ketika aku menoleh, aku melihat cowok berambut pirang
yang mirip Kwangmin waktu itu.
“kau?! Si cowok yang menyebalkan itu?” ketus ku seraya
berdiri.
“ternyata adikku benar-benar membawamu kemari ya.” Kata
cowok yang bernama Youngmin itu membuatku tak mengerti.
“adik?” aku tak mengerti apa maksudnya.
Tak lama Kwangmin datang dengan dua kaleng minuman soda
ditangannya.
“kau sudah pulang Youngmin?” kata Kwangmin.
“kenapa kalian saling kenal?” tanyaku. “dan kenapa kalian
begitu mirip?”
“Youngmin adalah saudara kembarku.” Jawab Kwangmin.
“kembar?” aku sungguh kaget dibuatnnya.
“Apa kau tidak tahu? Selama aku pergi, aku kan menyuruhnya
untuk menjagamu” jelas Kwangmin.
“memberitahuku apa??” tanyaku semakin kebingungan.
“aku tidak memberitahunya.” Jawab Youngmin “habis, wajahnya manis sekali ketika sedang
marah. Membuatku jadi suka padanya.”
“hey.” Kata Kwangmin seraya melingkarkan tangannya
keleherku. “kau jangan menyukainya, dia milikku”
“kau jangan berprasangka buruk Kwangmin. Aku menyukainya
bukan dengan maksud mencintainya. Aku menyukainya karena dia pacar
adikku,bodoh.” Jelas Youngmin.
“kau ternyata begitu mencintai gadis ini ya? Setiap hari aku
selalu jengkel dengan pertanyaan-pertanyaan yang konyol tentang pacarmu melalui
mulutmu” kesal Youngmin.
“tentu saja aku sangat menyukainya. Oh tidak bahkan aku
sangat mencintainya. Kau tahu, Park Min Rin adalah permataku yang paling
berharga.” Jelas Kwangmin dengan hatinya yang berbunga-bunga.
“cih.” Mendengar itu, Youngmin melarikan diri dari mereka.
Kwangmin tersenyum geli melihat tingkah saudara kembarnya.
Karena dia tahu, kalau Youngmin belum pernah merasakan jatuh cinta, jadi dia
anggap maklum tentang sikap Youngmin.
“karena kami kembar dan begitu sangat mirip. Kau jangan
menyukai Youngmin ya. Tetaplah hanya mencintaiku seorang” kata Kwangmin
khawatir.
“Park Min Rin kan hanya menyukai Jo Kwangmin seorang.”
Jawabku sambil tersenyum.
“oh. Aku melupakan sesuatu” kata Kwangmin sambil mengambil
sesuatu dari dalam tasnya. Kemudian menyuruhku untuk duduk di sofa.
“duduklah.” Kata Kwangmin seraya memegang kedua pundakku.
Ada apa ini? Aku sungguh tidak tahu apa yang akan di perbuat
Kwangmin kepadaku.
Kwangmin memasangkan sebuah gelang tangan kepadaku. Sebuah
gelang tangan yang sangat indah dan berliontin bulan , bintang dan berbentuk
hati.
“ternyata benar. Ini sangat cocok untukmu” kata Kwangmin
tersenyum lega “sebelum menuju sekolah, tadi aku melihat aksesoris glosiran
jadi aku sangat tertarik dengan gelang ini karena menurutku ini cocok buatmu.
Apa kau juga menyukainya?”
“aku suka. Saangggaaaaattt suka. Gomawo Kwangmin.” Jawabku
sambil tersenyum bahagia.
“pesanku. Tiap hari kau harus menggunakan gelang ini jangan
sampai lepas dan hilang. Kalau hilang.........” kata Kwangmin berhenti.
“kalau hilang kenapa?” tanyaku.
“aku tidak mau lagi bicara denganmu.” Jawabnya dengan sangat
seriius.
Ucapan Kwangmin membuatku khawatir dan gelisah. Aku hanya
menganggukan kepala, lalu Kwangmin mengusap-usapkan kepalaku dengan
hangat,lembut dan penuh kasih sayang.
“ayo makan malam. Aku sudah masak mie ramen buat kalian”
teriak Youngmin dari dapur.
“sejak kapan dia masak?” tanyaku heran.
“Youngmin memang ahli dalam memasak. Masak mie ramen saja
dia bisa menghabiskan waktu 6 menit saja untuk 2 mangkuk” jawab Kwangmin.
“hebat sekali.”
-------
Di meja makan.
“bagaimana? Enak bukan?” tanya Youngmin kepadaku.
“nggak enak.” Jawabku pura-pura “aku lebih suka ramen buatan
Kwangmin”
“kau yakin? Apa kau pernah memakan masakan darinya?” tanya
Youngmin yakin karena dia lebih tahu kalau adiknya tidak bisa memasak.
“ehmm ituu.. aku memprediksikannya kalau masakn Kwangmin
jauh lebih enak dari masakanmu.” Jawabku karena tidak tahu harus menjawab apa.
Youngmin hanya tersenyum melihat tingkahku. Memalukan sekali
sih.
-----------
Kwangmin mengantarkanku sampai di depan gedung apartemen
rumahku dengan menggunakan motor milinya.
“terima kasih kau telah mengajakku kerumahmu.” Ucap ku
dengan sennyuman.
Kwangmin hanya tersenyum. “oh iya. Aku mengirim paket
kerumahmu. Semoga kau suka.” Katanya sambil lalu pergi meninggalkan aku.
Hadiah apa ya? Aku jadi penasaran. Aku bergegas berlari
menuju rumahku. Setelah sampai di rumah, aku berteriak-teriak memanggil
pembantuku dan menanyakan kiriman dari Kwangmin.
“bibi. Di mana kiriman itu?” tanyaku.
“saya taruh di kamar Nona.” Jawabnya.
Aku berlari menuju kamarku dilantai atas. Ketika membukakan
pintu kamar. Aku melihat sebuah kotak yang lumayan besar. Lalu aku segera
membuka paket itu.
“pokemon? Lucunya.” Kataku sambil menari-nari dengan boneka
itu.
Terima kasih. Kau memberiku dua hadiah sekaligus hari ini.
Aku akan menyimpan boneka ini, dan selalu mengingat pesanmu untuk selalu memakai
dan menjaga gelang pemberianmu ini.
Di kala sudah subuh, aku selalu berdo’a kepada Yang Maha Kuasa. Kau tahu apa
itu Kwangmin? Doa yang selalu aku ucapkan? Doaku sangatlah sederhana : aku ingin kau tetap
mencintaiku dan jangan pernah berubah. Aku ingin menjadi orang pertama dan yang
terakhir yang kau cintai.
<POV Song Eun Kyung>
“Yesung. Apa kau baik-baik saja?” tanya Woo Young saat
aku,Woo Young, Hye Ra, Min Rin, Kwang Min, dan Ye Sung sedang makan siang
bersama-sama di kantin.
“maksudmu?” tanya Ye Sung singkat.
“oh. Tidak apa-apa lupakan saja.” Jawab Woo Young karena
merasa khawatir.
Sambil terbangun dari duduknya “aku duluan ya. Karena ada
sesuatu yang harus aku lakukan di klub” kata Yesung lalu meninggalkan kami.
“aku khawatir dengannya” kata Kwangmin setelah Yesung tidak
berada di sana.
“yah. Semenjak di tinggal Michi wajahnya terlihat murung dan
lebih banyak berdiam diri.” Kata kang Hye Ra.
“belajar bersama yang setiap minggu kita lakukan saja, dia
tidak pernah mengikutinya lagi.” Tambah Park Min Rin.
Iya. Mereka benar. Temanku yang satu itu, semenjak di
tinggal sama mantan pacarnya, sikapnya jadi
berubah juga jarang ngumpul bareng kami.
“gelang tanganmu bagus sekali, Min Rin” kataku yang begitu
sirnya dengan gelang yang dikenakan Min Rin “dimana kau beli?”
“oh. Gelang ini, Kwang Min yang membelikannya untukku” jawab
Min Rin dengan senangnya.
Pasti Min Rin bahagia sekali dapat hadiah dari Kwang Min.
“oh begitu.” jawabku singkat.
Mendadak suasan menjadi hening sejenak.
“hari ini kau mau melihat matahari terbenam lagi bersamaku?”
tanya Woo Young.
“maaf. Hari ini aku akan belajar kelompok dirumah Min Rin.”
Jawabku.
“aku rasa ada waktu buat Woo Young, Eun Kyung. Kitakan
belajarnya tidak sampai jam 5 sore. Paling jam 4 sudah siap.” Kata Min Rin.
“tidak bisa. Aku harus pulang cepat. Maaf ya Woo Young.
Lihat matahari terbenamnya besok saja ya.” Kataku memohon. Sebenarnya, aku
tidak mau ketempat itu. Tapi maafkan aku Woo Young, lain kali kita pasti akan
kesana lagi seperti kemarin.
“kalau malam ini, kau ada waktu?” tanya Woo Young.
“maaf tidak bisa. Karena hari ini Gong Chan Shik akan datang
berkunnjung kerumahku.” Tolakku lagi.
“Gong Chan Shik? Siapa dia?” tanya Woo Young.
“dia tetanggaku dulu. Kami sudah seperti saudara kandung.”
Jawabku.
“oh begitu. Kalau aku telpon, boleh tidak?” tanya Woo Young
lagi.
“boleh kok.” Jawabku.
“cie cie.. asik tuh yang mau telpon-telponan.” Ledek Min Rin
dan Hye Ra.
“apa-apan sih kalian”
-----
*Di apartemen Park Min Rin*
“apartemenmu bagus sekali. Pasti sangat mahal deh. Orang
tuamu sepertinya sangat kaya raya.” Kata Hye Ra seraya melihat-lihat rumah Min
Rin.
Ini baru pertama kalinya kami mampir kerumah Min Rin.
Belajar kelompok setiap minggu saja, dia tidak pernah mengizinkan belajar di
rumahnya, sebenarnya aku penasaran dengan temanku ini.
“kalian tunggu di kamarku saja, aku mau telpon Kwang Min
sebentar.” Kata Min Rin.
“ya” jawab kami.
“ibu Zhou (nama pembantu Park Min Rin). Tolong siapkan 3
gelas minuman dan bawa kekamarku.” Pesan Min Rin seraya meraih handphonenya di
sebelah laptopnya.
“baik, Nona”
Aku dan Hye Ra memeriksa seluruh barang-barang yang ada di
kamarnya. Tapi bukan maksud kami mencuri loh, hanya melihat-lihat saja. Haha.
Kami melihat barang-barang yang ada di kamar Min Rin ini, bukan sembarang
barang, tapi ini semua barang-barang yang bermerek. Sepertinya dia anak orang
kaya.
Tak sengaja aku menyentuk kotak kecil berwarna hitam di
dalam laci meja belajarnya, karena ingin tahu apa isinya, aku membuka kotak itu
dan melihat sebuah kartu nama di dalamnya.
“Saitou Chiharu? Siapa ya?” tanyaku penasaran.
“kenapa Eun Kyung?” tanya Hye Ra yang sedang memegang photo
Min Rin bersama Kwang Min. “coba lihat.........” meraih kartu yang aku pegang.
“Saitou Chiharu? Seperti nama orang Jepang”
Mendadak gagang pintu kamar Min Rin bergerak.
“eh. Kalian sedang lihat apa?” tanya Min Rin.
“eh.kembalikan” kata Min Rin seraya merampas kartu nama itu dari tanganku.
“itu kartu nama siapa?” tanya ku kepada Min Rin.
“bukan siapa-siapa kok. Ini punya orang yang pernah tinggal
di apartemen ini” jawab Min Rin.
“benarkah?” kata Hye Ra.
“sudah. Ayo belajar” kataku untuk tidak membuang-buang
waktu.
-----
“hari ini sungguh melelahkan.” Kataku di dalam hati sambil melangkah masuk
kerumah.
“kau sudah pulang Eun Kyung.” Kata ibuku “kau kemana saja?
Coba lihat, siapa yang datang.”
“Gong chan!?” seruku yang sangat bahagia, bertemu teman
lama.
Gong Chan tersenyum kepadaku.
“kenapa kau tidak bilang? Aku kan bisa menjemputmu di
bandara.” Kataku seraya memukul kecil pundaknya.
“tidak perlu. Karena aku membawa mobil sendiri.”
“oh. Jadi mobil berwarna merah didepan itu, milikmu?”
Mengangguk “apa kabarmu,Eun Kyung? Takku sangka, lama tidak
bertemu kau semakin cantik, Eun Kyung.”
“kabarku baik. Masa sih?” tanyaku sedikit GR dan malu.
Gong Chan mengangguk seraya tersenyum.
“kau juga terlihat tampan. Dan..... tingginya melebihiku.
Tidakku sangka, kau begitu banyak perubahan, Gong Chan.”
“anak-anak. Ayo makan malam dulu, nanti bisa dilanjutkan
bincang-bincangnya” teriakk ibuku dari dapur.
“baik bu”
“baik bi” secara serentak.
-----
Paginya.
“kau mauku antar kesekolah?” tanya Gong Chan.
“terima saja tawaran Gong Chan, sekalian dia lihat-lihat
dunia Seoul” kata ibuku yang sedang merapikan meja makan.
“baiklah.” Jawabku.
-----
Di sekolah.
“terima kasih sudah mengantarkanku.”
“tidak usah sungkan begitu kepadaku. Nanti aku jemput jam
berapa?” tanya Gong Chan.
Mendadak ada seseorang yang memanggilku.
“Song Eun Kyung!” teriak Woo Young.
“eh. Woo Young”
“tadi aku menjemputmu. Kata ibumu kau sudah pergi duluan
bersama Gong Chan Shik. Kau tega sekali. Gong Chan Shik itu siapa?” kata Woo
Young.
“ah. Gong Chan. Perkenalkan. Dia ini......”
“aku Jang Woo Young. Pacarnya.”
“ah” <-Eun Kyung
“aku Gong Chan, temannya.” Jawab Gong Chan sambil tersenyum
“kalau begitu, sampai bertemu dirumah ya, Eun Kyung.”
“ah ya. iya”
Gong Chan pergi dari sekolahku.
“kau ini bicara apa?” bentakku.
“maaf. Habisnya kau meninggalkan aku. Kenapa kau tidak
telpon atau sms kalau kau berangkat bersamanya.”
“aku sudah telpon kamu, tapi kau tidak mengangkatnya.”
“kalau begitu, nanti pulang sekolah kau harus jalan
bersamaku” bentak Woo Young.
“eh. Kenapa begitu? Ini kan salahmu karena kau tidak
mengangkat telponku.” Bentakku lagi seraya mengikutinya berjalan. Woo Young kau
kejam sekali, tidak menghiraukan kata-kataku. Hiks. Aku terpaksa.
-----
Ketika sepulang sekolah.
“hari ini kita kau mau kemana?” tanya Woo Young kepadaku.
“terserah kamu saja deh.” Jawab aku dengan tenangnya.
“kau yakin?” tanya Woo Young untuk kepastian.
“ya. Sangat yakin.” Jawabku sambil tersenyum.
“ya sudah.” Jawab Woo Young.
Aku sengaja tidak ingin kemana-mana. Karena aku tahu Woo
Young sangat menyukai sungai Han, jadi aku biarkan saja dia memilih tempat yang
akan kami datangi. Dan tempat yang dikunjungi
itu sudah pasti tempat ini (sungai Han). Aku jadi penasaran, kenapa Woo
Young sangat menyukai tempat ini. Apa sebaiknya aku bertanya saja kepadanya?
Tapi aku takut nantinya akan salah bicara kepadanya.
“kenapa menatapku seperti itu?” tanya Woo Young yang
mengalihkan pandangannya kepadaku (sebelumnya Woo Young memandangi dan menunggu
tenggelamnya matahari.)
Aku tidak sadar. Begitu dalamnya aku menatap wajah Woo
Young. Pertanyaan Woo Young barusan menyadarkanku dari termenunganku menatapinya.
“ehm.” Gumamku mengalihkan tatapanku.
“apa ada sesuatu yang ingin kau bicarakan kepadaku, Eun
Kyung?” tanya Woo Young. Sepertinya dia tahu pikiranku.
“sebenarnya aku ingin bertanya sesuatu kepadamu.” Kataku.
“bertanya saja. Kenapa kau menjadi sungkan kepadaku?” kata
Woo Young.
“ah. Sebenarnya.... kenapa kau begitu menyukai tempat ini?”
tanyaku kepada Woo Young.
“kau tahukan? Bahwa aku ini sebatang kara?” kata Woo Young
seraya menundukkan kepala.
Ketika dia bilang sebatang kara, aku merasa hendak menangis.
Aku menundukkan kepala seraya tersenyum untuk menengankan diri.
“ayah..dan..ibuku. meninggal karena menyelamatkanku dari
kobaran api. kebakaran di sebuah mall, saat itu usiaku baru 8tahun. Demi
menyelamatkanku mereka rela mati demi aku. Kalau ayah sedang berlibur dari
pekerjaannya, kami selalu piknik di tempat ini sambil menunggu matahari
terbenam, ditempat ini sangat banyak kenangan-kenanganku bersama mereka. Dan
ditempat ini juga, ayah percaya kepadaku bahwa suatu saat aku bisa menggantikannya
menjadi presidir di perusahaannya yang sekarang diurus oleh kakekku. Aku tidak
mau mengecewakan kedua orangtuaku, makanya aku selalu giat belajar, berlatih dan terus berlatih.
Sekarang satu-satunya keluargaku adalah kakekku. Beliau selalu menyemangatiku
dan berharap aku bisa menjadi penerus perusahaan yang ditinggalkan oleh ayahku.
Harapannya sama persis dengan harapan kedua orangtuaku... ehmm” Woo Young
berhenti berbicara karena melihatku menangis.
“eh. Maaf. Telah membuatmu menangis.” Kata Woo Young yang
merasa bersalah.
“kehilangan orang yang sangat disayangi benar-benar
menyakitkan ya.” Kataku sambil menyeka air mataku.
“12tahun yang lalu. Aku kehilangan adikku yang sangat aku
sayang di tempat ini.” Kataku.
Saat aku berkata seperti itu, aku tahu Woo Young sangat
kaget.
“adikku Song Hyun Kyung meninggal saat merayakan ulang tahunku yang
ke-7 tahun. Dia meninggal karena tenggelam di sungai ini. Aku sangat menyesal,
andaikan aku tidak memaksa ayah dan ibu merayakan ulang tahunku di tempat ini,
aku pasti tidak akan kehilangan adikku Hyun Kyung. Setiap menginjakkan kaki
ditempat ini, aku selalu terbayang-bayang kejadian 12tahun yang lalu. Tapi aku
mencoba untuk tenang menghadapinya, pura-pura tidak pernah terjadi sesuatu.”
Aku menangis ketika berbicara tentang kejadian waktu itu kepada Woo Young.
Tiba-tiba, Woo Young memelukku untuk menenangkan perasaanku.
Pernah terpikir untuk melupakan kejadian masa lalu itu, tapi
aku sangat merasa bersalah bila
benar-benar melupakannya, karena yang menyebabkan Hyun Kyung meninggal
adalah...... aku...
-----
Malam ini adalah malam minggu. Di penuhi bintang dan bulan
penuh, alangkah terangnya bak berlian yang berlimpahan.
“kenapa tidak jalan-jalan bersama pacarmu?” tanya Gong Chan.
“pacar? Dia bukan pacarku.”
“benarkah? Tapi..... kenapa dia begitu PDnya mengaku seperti itu?”
“dia.... menyukaiku.” Jawabku.
“oh. ” “dulu, kau
sering menangis di bawah teranngnya bulan ini. Apakah.. sampai sekarang kau
masih melakukannya?” tanya Gong Chan.
“masa lalu jangan di ungkit-ungkit lagi dong” kataku.
Tak lama suasana menjadi hening, hanya terdengar suara
hembusan angin.
Ring ring ring.. suara HPku. Aku lihat ada panggilan dari
Woo Young.
“aku jawab telepon dulu ya Gong Chan”
Mengagguk.
“Hallo”
“hallo, Eun Kyung. Apa
kabarmu malam ini?” tanya Woo Young
“kenapa bertanya seperti itu? Baru saja kita bertemu
disekolah, kau udah menanyakan kabarku”
“oh iya ya. Ehmm...
sekarang kau lagi apa?”
Semalaman itu aku telponan bersama Woo Young.
-----
Author : keesokan harinya, Gong Chan pergi kesuatu toko
perhiasan. Disana dia bertemu dengan Woo Young.
“kau! Kenapa kau kemari?” tanya Woo Young.
“kau tidak lihat? Disini kan toko perhiasan. Tentunya aku
kemari mau beli perhiasan.” Jawab Gong Chan.
“untuk apa kau beli perhiasan?” tanya Woo Young.
“untuk siapa lagi? Yanng pastinya buat Song Eun Kyung.”
Jawab Gong Chan dengan tenangnya sambil melihat-lihat perhiasan. “kau sendiri
kenapa kemari?”
“toko ini adalah milikku. Untuk apa kau beli perhiasan itu
untuk Eun Kyung?” tanya Woo Young.
“kau ini banyak tanya. Kau yang bukan siapa-siapa Eun Kyung
jangan ikut campur.”
“jangan bilang kau menyukai Eun Kyung.” Bentak Woo Young
seraya mengepalkan tangannya.
“aku ambil kalung sepasang kekasih ini.” Kata Gong Chan
kepada karyawan ditoko itu.
Dengan tenangnya Gong Chan pergi dan tidak menghiraukan
perkataan Woo Young.
------
“kau yakin akan pulang sekarang?” tanyaku.
“kenapa kau begitu cepat pulang? Kamu kan baru 3 hari di
Seoul” kata ibuku yang merasa sedih.
“aku hanya libur 4hari. Besok aku harus melanjutkan sekolah.”
Jawab Gong Chan.
“oh. Begitu. Tunggu sebentar ya, ada sesuatu yang ingin aku
titipkan untuk orang tuamu” kata ibuku seraya masuk kedalam rumah.
“Eun Kyung. Sebenarnya.... aku kemari untuk menyatakan
perasaanku sejak kecil kepadamu”
“perasaan apa?” tanyaku.
“sejak kecil, aku menyukaimu. Aku selalu berpikir bisa
menikah denganmu. Kau ingat, waktu kecil kita sering main permainan pernikahan.
Saat itu aku sangat bahagia dan berharap suatu saat aku benar-benar bisa
menikah denganmu. Tapi, aku sadar. Sepertinya aku tak pantas untukmu, ada orang
lain yang lebih pantas dan dengan tulus menyukaimu, aku yakin orang itu bisa
membahagiakanmu. Jadi aku anggap perasaan sukaku kepadamu adalah rasa suka
sesama saudara. ” jelas Gong Chan.
“Gong Chan.....aku tahu, kita tidak ditakdirkan untuk
bersama. Kita ditakdiran hanya sebatas saudara.”
“kita akan tetap menjadi saudarakan?” tanya Gong Chan.
“iya. Saudara. Jangan memutuskan tali persaudaraan ini,
selamanya.”
“selamanya... oh iya.
Ada sesuatu untukmu. Ini bukalah saat aku pergi dari tempat ini”
Aku menganggukkan kepala. Tiba-tiba ibu datang membawakan
sebuah parsel yang dia siapkan tadi malam.
“ini berikan untuk ibumu ya. Kapan-kapan kalian sekeluarga
berkunnjunglah ke Seoul. Kalau soal tempat penginapan, kalian tidak usah
khawatir, karena pintu rumah kami akan selalu terbuka untukmu dan keluargamu”
kata ibuku sambil mengeluarkan air mata.
Ibuku sangat menyayangi
Gong Chan sejak kecil.
“terima kasih untuk semuanya. Aku pamit dulu.”
“ingatlah. Kalau libur panjang berkunjunglah ke rumah kami”
teriak ibuku karena Gong Chan telah menjalankan mobilnya dan Gong Chan hanya
membalas dengan membunyikan klakson.
“masuklah.” Kata ibu seraya menyeka air matanya.
-----
Di sekolah.
“Gong Chan telah kembali ke kotanya” kataku kepada Woo
Young. Saat itu aku dan Woo Yooung sedang duduk-duduk ditaman sekolah.
“baguslah kalau begitu.” Kata Woo Young.
“eh kenapa? Sepertinnya kau senang sekali kalau Gong Chan
pergi”
“kemarin, aku bertemu dengannya di toko perhiasan. Dia
sepertinya menyukaimu.” Kata Woo Young.
“sebelum pergi. Dia mengatakannya kepadaku.”
“kau menerimanya?” tanya Woo Young kaget.
Aku mengaggukkan kepala sambil tersenyum. Tapi Woo Young
selalu bertanya hal yang sama kepadaku. “apa kau menyukai cowok itu? Apa
sekarang kau berpacaran dengannya?” pertanyaan yang membuatku geli. Sangking
kesalnya, aku tidak menjawab pertanyaan Woo Young, meski dia ngambek dan marah
kepadaku.
Meski Gong Chan menyukaiku, aku tidak akan berpacaran
dengannya. Karena aku menganggap Gong Chan seperti saudaraku sendiri. Woo
Young, kau tidak perlu khawatir. Tunggulah beberapa saat lagi, apabila aku
benar-benar telah jatuh cinta kepadamu.
Aku harap kau tidak bosan untuk menungguku agar aku menyukaimu. Ku mohon......
tunggulah aku...... Jang Woo Young.
“eh.. selama ini kita selalu melihat matahari terbenam...”
kataku sambil melihat pemandangan dari atas gedung sekolah.
“lalu?” tanya Woo Young singkat.
“besok.. besok.. bawa aku ketempat itu lagi untuk melihat
matahari terbit ya” pintaku sambil tersenyum dan merasakan hembusan angin yang
menerpa wajahku.
“kalau itu mau mu, baiklah” jawab Woo Young.
“kapan kau akan membawaku kesana?” tanyaku
“bagaimana minggu depan? Minggu ini aku sibuk dengan
kegiatan di sekolah” jawab Woo Young.
“ok. baiklah” jawabku “kalau begitu, besok aku pakai baju
apa ya?” tanyaku
“terserah. Tapi jangan pakai pakaian yang terbuka” kata Woo
Young.
“ehh.. itu bukan style aku” jawabku kesal.
Huuuhhhhhh.... untung deh, hari ini adalah hari yang sangat
menggembirakan. Meski aku bersedih karena saudarakku Gong Chan. Besok bagaimana
ya ceritanya :-)
<POV Kang Hye Ra>
Aku, Kang Hye Ra, gadis SMA Kirin yang mengidolakan The GazettE rocker dari Jepang yang
sedang berlibur di Korea. Seperti mimpi, aku bisa bertemu langsung dengan idolaku itu dan
lebih tak terduga lagi, aku berteman dekat dengan semua personile The GazettE tersebut, meskipun Ruki selalu
bersikap dingin kepadaku, tapi aku selalu bersabar dan tersenyum.
Sepulang sekolah, aku tidak lupa berkunjung ke swalayan
untuk membeli bahan masakan untuk teman-teman The GazettE, sebagai asisten The
GazettE selama liburan aku harus bertanggung jawab dengan hal ini. Setelah
berpuas-puas berbelanja aku melangkahkan
kaki menuju apartemen Reita dan teman-teman.
“aku datang!”
teriakku sambil menjinjing
belanjaan “maaf ya aku terlambat”
“tidak apa-apa.” Kata Reita yang sedang menonton TV.
“apanya yang tidak apa-apa!” ketus Ruki
“karena menunggunya, aku bisa mati kelaparan.”
“uh. Maaf ya Ruki, lain kali hal ini tak akan terulang lagi
kok.” Aku menjawabnya dengan tenang.
“kenapa kau selalu bersikap dingin kepada Hye Ra?” tanya Reita “bukannya dia tidak ada kesalahan
terhadapmu?”
“aku tidak apa-apa kok Reita” kataku yang sedang memasak
sesuatu.
“lebih baik kau jaga sikapmu. Aku tidak suka melihat laki-laki
sepertimu yang bersikap dingin kepada seorang wanita” kata Reita sambil
berjalan ke arahku yang sedang fokus memasak “ayo ikut aku, Hye Ra.” Ajak Reita
sambil menarik tanganku.
“eh.kau mau membawaku kemana, Reita!?” tanyaku.
“kita makan diluar saja” jawab Reita.
“hah. Kau membelanya?” bentak Ruki “baik. Sesukamu saja.”
Tambahnya lalu ikut-ikutan pergi keluar rumah.
“hhah. Aneh!” seru Reita seraya menarik kembali tanganku.
Suasana ruangan semakin aneh dan kacau. Bukan hanya aku saja
Kai, Uruha, dan Aoi ikut merasakan keanehan dari mereka. Aku tahu, sejak awal
Ruki memang tidak suka dengan kehadiran diriku. Hiks. Entah kapan Ruki bisa
bersikap hangat kepadaku. Aku selalu mengharapkannya karena jika telah tiba
saatnnya mereka balik ke Jepang, aku
tidak mau ada rasa kebencian dari hati mereka karena mereka idola-idolaku yang
nomor 1.
“kenapa mereka sekarang tidak akur ya?” tanya Kai
kebingungan.
“he’emm.. entahlah” jawab Uruha dan Aoi.
Ini baru pertama kalinya Reita menarik tanganku dan
mengajakku makan siang berdua. Setiap kali Reita membelaku jantungku jadi
berdebar-debar dan hati jadi berbunga-bunga. Tanganku yang pernah di tariknya
ini terasa seperti Reita masih memegang tangan ini.
“kau sedang memikirkan apa, Hye Ra?” tanya Reita kepadaku
saat di restaurant.
“ah.. aku? Eh..” pikiranku jadi buyar karena Reita.
Reita tersenyum “ya sudah. Kau mau pesan apa?” tanya Reita
sambil memegang buku menu.
“sama sepertimu” jawabku.
“saya pesan colonel katsu 2 dan teh lemonnya 2.” pesan Reita
kepada seorang pelayan yang berdiri diantara kami.
Di ruangan yang kami tempati terasa sangat bising sekali.
Semua pengunjung berbisik-bisik melihat kearah aku dan Reita. Mungkin mereka
tahu kalau Reita seorang rocker yang lumayan terkenal di Asia. Suara bisik-bisik
itu membuat aku tak PD entah kenapa. Apa mungkin karena Reita seorang artis,
sedangkan aku hanya gadis biasa.
“apa kau sudah kenyang?” tanya Reita.
“iya. Kenyang sekali malah.” jawabku.
“setelah ini kau mau kemana?” tanya Reita.
“mmhh... bisa tidak temani aku ke tempat pameran lukisan?”
tanyaku dengan wajah yang segar.
“oh.baiklah. mengapa tidak. Ayo pergi sekarang.” jawab Reita
sambil senyum.
“ya”
Tidak terasa hari sudah malam. Aku baru sadar banyak
menghabiskan waktu berbelanja bahan masakan di swalayan.
Bentuk matanya saat tersenyum begitu sangatlah indah,
melebihi indahnya berlian. Reita mengendarai mobilnya ke tempat pameran
lukisan. Wajahnya yang tersenyum saat mengendarai mobil, membuat aku berdebar.
Kalau begini terus, aku bisa tersenyum-senyum tak karuan. Di sepanjang jalan,
aku hanya bisa memandangi wajahnya diam-diam dan tidak berbicara sepatah
katapun. Sesampainya di tempat pameran, Reita menyuruhku lebih dulu masuk
karena dia mau membawa mobilnya ketempat parkiran.
Aku menggerakan kaki kearah pintu masuk. Wah begitu banyak
lukisan-lukisan yang bernuansa romance dan sejenisnya. Aku sedikit tahu
aliran-aliran tentang kesenian lukis. Karena kekagumanku melihat keindahannya
lukisan terkenal itu, tidak sadar aku menabrak seorang laki-laki yang tidak
asing bagiku.
“ah. Maafkan aku.” kataku seraya bow dihadapan cowok itu, ketika
aku melihat kearahnya..... “eh.. Ruki..
ma.. maaf, aku tidak melihat jalan.”
“makanya. Untuk apa kau memiliki mata, tapi tidak kau
gunakan dengan semestinya. harusnya, kau berikan saja matamu keorang yang lebih
membutuhkan.” ketus Ruki sehingga membuat hatiku tersentak.
“maafkan aku, Ruki. Aku sungguh minta maaf” kataku memohon.
Hiks.
“ma.....” kata Ruki
terputus.
“RUKI ! !” teriak Reita sambil berjalan ke arah kami dengan
kepalan tangannya. Tidak terduga olehku, Reita meninju Ruki tepat dibagian
wajahnya.
Tanpa hentinya, mereka saling pukul memukul sehingga
menyebabkan kekacauan di ruangan itu. Pengunjung semakin heboh dengan kejadian
itu.
“sudah hentikan!” teriakku.
Beberapa kali aku berteriak agar mereka berhenti. Tapi
mereka benar-benar tidak mendengarkan dan tidak menghiraukanku. Tiba-tiba 3
orang ssecurity datang dan mengusir kami.
Aku membawa mereka pulang dalam keadaan luka
memar-memar dan merangkul mereka menuju lantai 3, berat sih
tapi inilah tanggung jawabku sebagai asisten The GazettE . Kai, Uruha dan Aoi
kaget melihat Reita dan Ruki dalam keadaan luka memar di masing-masing wajah
dan terlihat lemah.
“kenapa mereka berdua memar-memar begitu?” tanya Aoi sambil
membantuku merangkul Ruki.
“maafkan aku. Ini salahku”kataku sambil membaringkan Reita
ke sofa.
Aku membersihkan luka-luka di wajah Reita dengan sangat
berhati-hati.
“ada apa dengan kalian berdua,ha? Ingat! Kita ini satu team.
Tidak boleh ada saling membenci dan bermusuuhan.” Bentak Kai kesal.
“jika saja, dia tidak memarahi Hye Ra, aku tak akan
memukulinya” kata Reita.
“sepertinya kau benar-benar jatuh hati pada orang ini” kata
Ruki yang juga lagi kesakitan.
“heii..kau!” bentak Reita.
“tenangkan dirimu, Reita” perintah Aoi yang menahan gerakan
Reita.
Benar-benar salahku, karena aku, mereka menjadi berantem.
Karena kehadiranku, keakraban Reita dan Ruki menjadi renggam. Semua ini
benar-benar salahku. Aku berjalan ke arah Ruki untuk membantunya membersihkan
luka yang ada di wajahnya. Tapi........
“mau apa kau?” ketus Ruki menatapku dengan penuh kemarahan.
“membantumu untuk membersihkan luka di wajahmu” jawabku
dengan rasa-rasa takut.
“tidak perlu.” kata Ruki seraya berdiri dan menjolakku
hingga membuatku terduduk di sofa, kemudian pergi begitu saja ke kamarnya.
“AKU TAK AKAN MEMAAFKANMU!!” teriak Reita.
“terserah.” jawab Ruki yang sedang membuka pintu kamarnya.
“bocah itu, benar-benar......” kesal Uruha pada sikap Ruki
yang berlebihan.
Aku tertunduk sedih.
“ayo aku antar kau pulang” ajak Reita padahal keadaannya
masih sangat lemah karena habis berantem.
“tapi, kau kan......” jawabkku
“kau dirumah saja, biar aku yang antar Hye Ra pulang” kata
Uruha sambil mengambil kunci mobil didalam mangkuk kristal besar.
-----
Hari ini adalah hari minggu, tapi kejadian beberapa hari
lalu tentanng pertengkaran Reita dan Ruki masih terbayang-bayang dibenakku.
Aku sungguh tidak berkonsentrasi dengan belajar kelompoh
hari ini yang di adakan dirumahku.
“kau sudah menjawab soal-soal ini, Hye Ra?” tanya Park Min
Rin kepadaku “contek dong, habisnya ada kata-kata yang tidak aku mengerti”
“kau suka sekali menyontek, Min Rin” kata Kwang Min.
“aku ngambek nih” balas Min Rin.
“iya.. iya..” kata Kwang Min mengalah.
“apa yang kau kerjakan dari tadi, Hye Ra?” tanya Eun Kyung
yang sedang melihat buku PR milik Hye Ra.
“minggu ini aku sungguh tidak berkonsentrasi” jawabku lesu.
“apa kau sedang ada masalah?” tanya Eun Kyung yang khawatir
kepadaku.
“tidak ada masalah kok” jawabku “hanya saja, aku merasa
tidak aenak badan”
“aku boleh contek punyamu, Ye Sung?” tanya Min Rin kepada Ye
sung.
Sepertinya keadaan Ye Sung mulai membaik. Setelah sekian
lama berdiam diri karena ditinggal seseorang yang sanngat dicinta, akhirnya Ye
Sung bisa cerah kembali. Hmmm syukurlah.
“ya..” jawab Ye Sung.
“kenapa kau tidak menyontek punyaku saja?” tanya Kwang Min.
“tidak ahh. Kaukan pelit sekali padaku.” jawab Min Rin
dengan cuek.
Sambil mencubit kedua pipi Min Rin “kau ini. Benar-benar
menyebalkan.” kata Kwang Min dengan geramnya.
“aukhh. Sakit tahu” kata Min Rin kesakitan seraya
mengusap-usap pipinya.
“kalian lanjut saja belajarnya. Aku ambil minuman dulu.” kataku
sambil berdiri.
“mmhh Hye Ra. Aku tidak bisa berlama-lama disini. Woo Young
telah menungguku di depan. Aku pamit duluan ya?” kata Eun Kyung yang sedang
menyimpun alat-alat tulisnya.
“oh. Ya deh” jawabku.
“aku duluan ya teman-teman.” kata Eun Kyung.
“ya..” jawab Min Rin, Kwang Min dan Ye sung.
Setelah Eun Kyung pergi, aku tidak lupa mengambil minuman di
lemari pendingin yang tak jauh dari tempat kami belajar.
Saat aku membuka pintu lemari pendingin, mendadak ada
seseorang yang membunyikan bel rumahku, denga tergesa Min Rin membukakan pintu.
“bukankah kau personile The
GazettE itu?” tanya Min Rin.
Padahal Reita tidak mengerti dengan apa yang dibicarakan Min
Rin kepadanya. Haha Reita kan orang Jepang mana mengerti bahasa Korea.
“konnichiwa!” ucap Reita kepada teman-temanku.
“konnichiwa! Bukannya kau personile The GazettE waktu itu?” tanya Min Rin dengan menggunakan bahasa
Jepang yang pasih.
“sejak kapan kau bisa berbahasa Jepang?” tanya Kwang Min
kaget.
“ah..eh..” (Min Rin gugup.)
“iya kau benar.” jawab Reita sambil tersenyum.
“eh. Apa yang dia katakan, Hye Ra?” tanya Min Rin.
“kau tidak tahu artinya? Barusan kau sangat lancar berbahasa
Jepang” kata Kwang Min.
“aku hanya bisa bahasa Jepang dengan beberapa kata.” jawab
Min Rin tenang “Hye Ra. Tadi apa yang dijawabnya?”
“dia bilang ‘iya benar’. Ayo Reita, silahkan masuk.” Kataku
menyuruh Reita masuk.
“ya. Terima kasih.” jawab Reita.
“english please!” pinta Kwang Min pada Reita.
“sepertinya acara belajar bersama hari ini cukup sampai
disini.” kata Ye Sung sambil menyimpun barang-barangnya.
“kalian mau pulang?” tanya Hye Ra.
“iya. Sebaiknya begitu” jawab Min Rin.
“yaaahh” kata Hye Ra kecewa “ya sudah deh. Maaf ya, hari ini
aku kurang berkonsentrasi”
“ah. Tidak apa-apa. Kalau begitu kami pulang dulu ya.” kata
Min Rin.
Maaf teman-teman, karena aku tidak berkonsentrasi, kalian
jadi tidak bersemangat belajar.
“dari wajah mereka terlihat sekali bahwa mereka teman-teman
yang baik.” kata Reita yang bisa melihat sifat seseorang dari wajahnya.
“iya kau tepat sekali. Mereka teman yang baik” jawabku “ngomong-ngomong
tumben kerumahku”
“bersiap-siaplah” kata Reita seraya menjolakku kekamar.
“untuk apa?” tanyaku yang tidak tahu apa-apa.
“jangan banyak tanya. Kau kan asisten, harus nurut apa yang
aku perintahkan. Sekarang aku perintahkan kau berdandan dengan rapi.” perintah
Reita.
“baiklah.”
----
Sebenarnya Reita mau mengajakku kemana sih? Menyuruhku
berdandan yang rapi. Apa kau mengajakku berkencan? Deg deg, memikirkan hal itu
membuat wajahku merah dan memmbuat jantungku berdebar-debar.
Reita memarkirkan mobilnya ditempat parkiran sebuah toserba
yang terkenal di Seoul.
“mengapa kau mengajakku ke tempat ini?” tanyaku.
“asistenku! Temani tuanmu memilih baju yang pas buat tuanmu
yang cute ini” kata Reita dengan narsisnya.
“kenapa kau tidak beli sendiri sih?” tanyaku sambil
mengikuti langkah Reita dan menutup wajah dengan tas kecil yang aku bawa.
“kenapa? Kau tidak mau?” Reita berbalik bertanya kepadaku
yang sedang khawatir ini.
“bukannya begitu” jawabku pelan “tapi disini banyak orang.
Nanti kalau mereka sadar kalau kau artis,bagaimana? Apalagi jika fansmu melihat
kita.” tambahku.
“haha. Lihatlah dirimu, aneh sekali. Menutupi wajah dengan
tas, kau terlihat seperti pencuri” kata Reita mengolok-olokku.
“kenapa kau tenang sekali?” tanyaku sedikit kesal.
“sudah lepaskan tasmu ini” kata Reita sambil mengambil tasku
“mereka tidak sehisteris itu kali. Jadi kau tenang saja”
“eh. Baju ini bagus tidak? Apa cocok untukku?” tanya Reita.
“tidak. Terlalu norak dan mencolok” jawabku dengan jujur.
“oh begitu. Makanya, aku mengajakmu bersamaku. Tolong pilih
baju untukku ya.” pinta Reita kepadaku.
“ehm. Baiklah kalau itu perintahmu” jawabku.
Dengan sangat penuh konsentrasi aku memilihkan baju yang pas
untuknya. Senang sih, bisa memilihkan baju untuk sang idola.
Aku mengambil semua baju yang menurutku cocok untuk Reita.
“uwah. banyak sekali”
kata Reita kaget.
“aku tidak menyuruhmu memborong semua ini, pilihlah yang
benar-benar kau suka” kataku sambil memberikan semua baju-baju itu kepadanya.
“karena baju-baju ini kau yang memilihkannya untukku. Aku
akan membeli semuanya” kata Reita tersenyum.
“semuanya?” huaahh aku benar-benar kaget, sepertinya Reita
tipe orang yanng suka menghambur-hamburkan uang.
Reita membayar semua pakaian yang aku pilih di kasir.
Setelah membayar dan tidak berhati-hati, kami kepergok oleh fans fanatik The GazettE, dengan sekuat tenaga kami
berlari. Karena aku kurang kencang berlari, Reita menarik tanganku yang penuh
tas-tas pakaian yang dibelinya.
Capek sekali, aku benar-benar capek. Ini pertama kalinya aku
dikejar-kejar oleh fans The GazettE .
Akhirnya kami selamat dari kejaran paparazi dan fans. Untung saja Reita
memiliki mobil yang pintunya bisa otomatis terbuka sendiri.
“apa kau baik-baik saja?” tanya Reita pada saat di dalam
mobil.
“aku sih tidak apa-apa, hanya saja aku merasakan lelah dan
haus. Kau sendiri, apa baik-baik saja?” tanyaku dengan dengusan nafas tak
normal.
“tidak. Aku tidak apa-apa” jawab Reita “kau hauskan?”
Aku menganggukkan kepala.
Reita meminggirkan mobilnya tepat di depan lemari minuman
yang memang ada di setiap jalan. Kita hanya memasukkan koin saja, lalu minuman
yanng kita inginkan keluar dari sebuah lobang lemari minuman itu.
Minum seteguk saja telah menghilangkan rasa hausku. Ahh aku
lelah sekali.
Sehabis menghabiskan minuman kalengnya, Reita membuang
kaleng itu sambil berstyle untuk
memamerkan kelebihannya dalam melempar sesuatu dari jarak jauh. Reita seperti
meemikirkan sesuatu ketika sedang melihat toko perhiasan yang tidak jauh dari
kami berdiri.
Reita menarik tanganku menyebrang ke arah toko perhiasan
itu. Kalau tidak salah toko perhiasan Jang ini adalah milik salah satu temanku,
Jang Woo Young.
“kenapa kau mengajakku ketempat ini?” tanyaku bingung.
“aku mau membeli sesuatu untuk seseorang” kata Reita seraya
melihat-lihat barang di tempat itu.
Ternyata Reita memiliki orang yang disuka. Hiks. Lalu aku
bagaimana? Ah. Aku lupa, aku tak lebih dari seorang fans, ya aku hanya seorang
fans.
“kaukan seorang gadis. Kau mau dibeli apa oleh pacarmu
kelak?” tanya Reita kepadaku hingga membuat hatiku remuk.
“ah? Aku... aku... mungkin aku akan membeli gantungan
handphone sepasang kekasih ini” jawabku sedikit sedih.
Biarlah. Cinta seorang fans hanya cinta semu dan imajinasi
belaka. Biarkan Reita bahagia dengan orang yang di sukainya.
“ohh begitu ya.” Jawab Reita.
“gadis ini seleranya tinggi sekali” kata salah satu karyawan
yang melayani kami “apa anda pernah dengar cerita cinta antara sang idola
dengan seorang fans tidak?”
“tidak..” jawab kami serempak.
“dulu, saya pernah mendengar cerita yang katanya seorang
fans(cewek) yang bernama Mona jatuh cinta kepada idolanya yang bernama Darren.
Dengan seluruh uang tabungannya dia pergi menemui idolanya, Darren. Lama-lama
Darren jatuh cinta kepada Mona, suatu
hari Darren bertanya kepada Mona yang
telah menjadi kekasihnya itu ‘apa kau suka berlian?’ kemudian Mona menjawab ‘dibandingkan dengan berlian itu aku
lebih suka mainan handphone ini, karena berlianku yang paling berharga hanya kau
seorang’. Kemudian hari itupun tiba, hari dimana mereka akan berpisah. Karena Mona
adalah seoranng bangsawan, orangtuanya tidak mengizinkan hubungan mereka
akibatnya Darren berubah menjadi seorang yang kejam sehingga membuat Mona
merasa tidak ada artinya hidup lalu Mona bunuh diri. Padahal Darren hanya
berpura-pura kejam kepadanya karena untuk melindungi Mona dari ancaman dari
orang tua Mona yang katanya.... ” jelas karyawan itu lalu di sambung olehku.
“jika Mona tetap mendekati Darren, Mona akan di asingkan ke
pulau pembuangan. Benar tidak?” sambungku.
“iya. zaman dulu, seorang artis itu tidak ada artinya” jawab
karyawan itu.
“kalau begitu. Aku ambil mainan handphone ini” kata Reita.
-----
Seusai berbelanja, aku dan Reita kembali ke apartemennya.
Ketika aku melangkahkan kaki masuk ke lift, aku melihat Ruki yang sedang
bermain bowling.
“kau duluan saja Reita” kataku.
“kau mau kemana?” tanya Reita.
“ada sesuatu yang mau aku lakukan” jawabku.
“oh baiklah.”
Dilihat dari belakang, sepertinya Ruki sedang bersedih. Aku
menghampiri Ruki di ruang bermain bowling di gedung apartemen itu.
“siapa yang menyuruhmu kemari?” tanya Ruki sambil melempar
sebuah bola bowling.
“tidak siapapun. Aku hanya ingin ketempat ini.” jawabku.
“kalau tidak berkepentingan, pergilah” kata Ruki dengan nada
datar.
“kenapa kau begitu membenciku?” tanyaku ingin tahu.
Mendadak, Ruki berhenti.
“kenapa kau menanyakan hal yang tak berguna seperti itu?”
ketus Ruki dengan mata yang berkaca-kaca.
“tidak bisakah kau bersikap lembut kepadaku?” tanyaku sambil
menangis.
Tiba-tiba, Ruki memelukku dan mendadak melepaskannya.
“aku harap, ini terakhir kalinya kau disini. Berhentilah
jadi asisten kami” kata Ruki.
“kenapa kau.....”
“kau pilih keluar dari sini. Atau aku yang akan keluar dari The GazettE” kata Ruki seriuz “kenapa
kau tampak tegang? Kau hanya pilih salah satu, apa sulitnya sih.”
“baiklah” kataku yang tidak berani menatap wajah Ruki “aku
akan keluar dari kehidupan kalian”
Aku berlari dan menangis, ini kata-kata yanng sangat
menyakitkan hatiku yang keluar dari mulut Rukki secara langsung dari hadapanku.
Reita, Aoi, Uruha, Kai... selamat tinggal jaga baik-baik diri kalian. Ruki..
jika aku memiliki kesalahan terhadapmu. Maafkan aku.
----
Sudah dua minggu aku tidak menemui Reita dan kawan-kawan.
Setiap jam Reita menelponku, tapi aku tidak menjawabnya. Terkadang datang
kerumahku, aku berdiam diri tak membukakan pintu.
Tiba-tiba, tanpa nama menelponku. Tidak sengaja aku
mengangkatnya dan ternyata itu suara Aoi memberitahuku bahwa Reita kecelakaan
dan masuk kerumah sakit. Dengan tidak berpikir panjang, aku berlari ke rumah
sakit di mana Reita dirawat.
Aku membuka pintu ruang rawat Reita, tapi disana aku tidak
bisa melihat apa-apa karena ruang itu gelap. Mungkin aku salah masuk, ketika
aku hendak melangkahkan kaki keluar, mendadak pintu itu tertutup dan sulit
untuk dibuka. Saat itu, aku sungguh takkut setengah mati sehingga aku menangis.
“jangan menangis” kata seseorang dari belakangku
“siapa kau?” tanyaku.
Ruangan yang gelap, tiba-tiba menjadi terang karena ada
seseorang yang menghidupkan lampu. Tepat di depanku, aku melihat Reita yang
sedang tersenyum menatapku.
“kau pura-pura sakit?” tanyaku dengan mata yang
berkaca-kaca.
“maaf. Kalau tidak begini, kau pasti tidak mau menemuiku.”
Kata Reita sambil memelukku “kau tahu, aku benar-benar bisa jadi gila karena
merindukanmu”
“kau merindukan fansmu yang bodoh ini?” tanyaku sambil
tertawa “ngomong-ngomong perkenalkan aku pada seseorang yang kau berikan
gantungan handphone itu dong, walau bagaimanapun kita kan sudah seperti teman”
tambahku sambil melepaskan pelukan Reita.
Reita mengeluarkan sesuatu dari saku bajunya “ini.. aku
berikan untukmu. Gantungan handhpone yang akan aku berikan kepada seseorang
yang aku suka” jawab Reita.
“aku??..... apa kau salah orang?” kataku.
“tidak.. orang yang aku suka ada dirimu.” Kata Reita sambil
memelukku dengan seerat-eratnya “kumohon, jadilah kekasihku.”
“Reita! Kukira cintaku ini hanyalah cinta semu dan khayalan
saja” jawabku sambil menangis.
“tidak. Ini nyata bukan khayalan. Aku sangat sayang
kepadamu.” Kata Reita.
Mendadak, pintu itu terbuka. Didepan pintu itu, terlihar
Aoi, Ruki, Uruha dan Kai. Ketika aku memandangi Ruki, Ruki meninggalkan tempat
itu. Apa dia masih membenciku?
“Hye Ra! Aku mewakili Ruki untuk meminta maaf kepadama” kata
Aoi.
“kalau begitu, selamat buat kalain” kata Uruha.
Sekarang aku memiliki seseorang yang berharga disampingku,
seseorang yang sangat aku cintai lebih dari apapun. Tuhan, terima kasih karena
telah mempertemukan kami. Domo arigatogonzaimas.
Reita... aku sungguh sangat sangat sanngat sangat
MENCINTAIMU. : )
<POV Ishikawa Michiko>
Di panggung super besar ini aku berlatih memainkan harpa. Suara
melodinya menyebar dan memantul di setiap dinding hingga terdengar indah,
ditambah dengan suara piano yang dimainkan oleh guruku. Guruku yang aku sapa
dengan sebutan nama akrab Kak Rainie Yang menatap ke arahku dengan tersenyum
bangga. Dua hari lagi acara Seni Musik akan dimulai, aku harus berlatih dengan
giat.
Ayah dan Ibu sangat mengharapkan aku menjadi pemain musik
harpa yang terkenal. Karena keinginan orang tuaku, dari kecil aku di daftarin
kursus musik ketika masih tinggal di Korea. Ketika beranjak dewasa, aku tidak
pernah memainkan harpa lagi. Setelah kembali pulang ke Jepang, orang tuaku
mulai menaruh harapan kepadaku untuk menjadi pemain musik terkenal.
“permainanmu mulai mencapai A+” kata Kak Rainie Yang.
Aku hanya membalasnya dengan senyuman.
“kalau begitu latihannya cukup sampai disini. Sampai bertemu
besok. Bye bye” katanya lagi.
“bye bye” balasku dengan senyuman.
Tidak terasa sudah sore. Aku melangkahkan kakiku keluar
gedung tempatku berlatih memainkan musik harpa itu. Aku lihat Lee Chi Hoon yang
aku sapa dengan akrab dengan sebutan Lee sedang duduk disebuah taman kecil di
depan gedung Seni Musik. Karena buru-buru, aku tidak menghiraukannya apalagi
menyapanya. Mendadak Lee menarik tanganku.
“ada apa Lee?” tanyaku. Lee Chi Hoon adalah orang Korea yang
lama tinggal di Jepang.
“kenapa kau tidak menyapaku?” katanya kesal “tidak tahukah
kau berapa lama aku menunggumu selesai latihan”
“kau menungguku? Kenapa?” tanyaku dengan heran terhadap
tingkah Lee.
“kenapa? ehm” katanya dengan gugup “eh. Pertanyaanku tadi
kenapa tidak kau jawab,hah?” bentak Lee kepadaku.
“maaf. Tadi aku buru-buru pulang. Karena sudah sore”
jawabku.
“ayo aku antar” katanya sambil berdiri “aku ambil motor dulu
disana, kau tunggu sebentar ya” kata Lee sambil pergi mengambil motornya.
Aku benar-benar buru-buru. Kalau tidak pulang tepat waktu,
Ayahku pasti mengutuskan yakuzanya untuk membawaku pulang. Aku benci Ayah, aku
seperti anak burung di dalam sangkar tidak bisa kemana-mana ketempat yang aku
mau. Ayah dan Ibu terlalu berlebihan menjagaku.
“ayo naik” kata Lee.
Dengan ngebutnya, Lee membawaku pulang. Lee orangnya baik dan penuh perhatian. Melihat Lee, aku
seperti melihat Ye Sung. Ye Sung, kau apa kabarnya? Bagaimana dengan sekolahmu?
Apakah kau merindukanku seperti aku merindukanmu? Aku dengar ketika aku ucapkan
kata “putus” , sikapmu berubah dan lebih banyak berdiam.
Ye Sung, apa kau sekarang sudah menemukan penggantimu? Di
sini aku selalu mengkhawatirkan dirimu.
“kau menangis?” tanya Lee yang melihat mataku memerah.
“tidak akh. Mataku kemasukkan debu” jawabku sambil
mengucek-ucek mata. “terima kasih telah mengantarku” kataku sembari
meninggalkan Lee masuk ke rumah.
Seusai makan malam, aku ingin berbicara sesuatu kepada Ayah
dan Ibuku, sesuatu yang telah lama yang ingin aku ucapkan kepada mereka. Aku
menarik nafas dalam-dalam ssebelum berbicara kepada Ayah dan menenangkan diri
agar tidak salah berbicara.
“hal apa yang ingin kau bicarakan kepada kami?” tanya Ayahku
dengan tegas.
“ayah.. ibu.. tidak bisakah kalian membiarkanku bebas
seperti gadis remaja yang lain? Selama beberapa bulan ini aku tidak seperti
hidup karena kalian selalu menahanku. Aku tidak suka tindakkan ayah dan ibu,
mengutus yakuza ketika aku pulang telat. Aku tidak mau ayah..” jelasku dengan
tenang.
“semua ini kami lakukan karena kami sangat menyayangimu,
bukan dengan maksud menyakitimu” jawab Ayahku dengan tegas “kau tahu apa yang
terjadi pada almarhum kakak perempuanmukan? Kami tidak mau kau mengalami nasib
yang sama dengan kakakmu”
“tapi ayah, aku sangat merasa terkekang kalau seperti ini
terus. Tidak bisakah kau membiarkanku hidup bebas? Aku ingin sekali kehidupan
ketika di Korea” pintaku.
“sepertinya kami terlalu membebaskanmu ketika tinggal di
Korea. Kalau begitu, setiap pergi kesekolah kau harus di kawal” kata Ayahku
dengan serius.
“tapi....”
“bawa dia kekamarnya!” perintah Ayahku kepada salah satu
yakuzanya.
Aku kira,Ayah akan berubah ketika aku bicara ketidaksukaanku
ini terhadap Ayahku yang selalu mengkhawatirkanku. Apa yang harus aku lakukan
sekarang? Sepertinya aku tidak memiliki kesempatan untuk hidup bebas.
Kini, setiap pagi aku harus dikawal oleh orang-orang suruhan
Ayah. Uh,, sebal dan menyebalkan.
“apa kau baik-baik saja?” tanya temanku Maki-chan saat di
kelas.
“aku kira, Ayahku akan berubah pikiran. Tapi malah tambah
parah.” Jawabku lemas seraya memandangi dua orang yang sedang berdiri di depan
kelasku dua orang itu adalah pengawal yang di sewa Ayahku.
“nikmatilah hidupmu sekarang ini teman” kata Maki-chan sambil
tertawa melihatku.
“melihat teman menderita, kau senang sekali ya” kataku.
Aku memikirkan cara untuk meloloskan diri dari dua orang
yang berpakaian formal ini. Tapi tidak ada cara yang terlintas di benakku. Oh
Tuhan, apa yang harus aku lakukan?
Pagi-pagi, Lee sudah membuatku kaget. Lee suka sekali
menjahiliku tapi dia tidak lupa berkata maaf setelah berhasil 100%
mengagetkanku. Lee adalah tipe cowok yang baik dan juga idaman setiap wanita.
Namun, entah mengapa setiap kali seseorang menyatakan cinta kepadanya dia
selalu menolak.
“kau ini suka sekali mengaggetkanku.” kataku seraya
mengelus-elus dada.
“habisnya kau mudah sekalli di gitu’in. Makanya, jangan banyak
,mengkhayal” balasnya sambil tertawa.
“sebaiknya kau cari pacar sana! Agar kau tidak selalu
menjahiliku terus” suruhku kepadanya, habisnya aku tidak tahan lagi dibuatnya.
“kalau begitu Michi saja yang jadi pacarku. Gimana?” tanya
Lee sembari duduk di samping Maki.
“eh. Kenapa aku?” jawabku kaget. Karena tidak terduga olehku
Lee berbicara begitu kepadaku “kau pacari saja salah satu cewek yang pernah
menembakmu.”
“apa kau gila? Aku
saja tidak mengenali mereka” jawabnya dengan nada tinggi.
“kalau begitu, kau pacari saja Maki” jawabku dengan sangat
kesal.
“eh. Kenapa aku yang jadi sasarannya? Kalau terdengar oleh
Takeru, bisa mati aku” protes Maki. Pacarnya Maki adalah Sato Takeru, cowok
yang pintar dan kelas spesial pula.
Lama-lama aku bisa gila karena Lee. Untuk itu, aku pergi
meninggalkan kelas. Kesalnya.... dua orang pengawal itu juga mengikutiku. Aku
membentakknya dan memarahinya sambil berkata “jangan ikuti aku!!” . untung saja
mereka mau mendengar kata-kataku.
Aku duduk dipinggiran di sebuah danau sambil melihat-lihat
cincin yang aku kenakan dijari manisku. Aku melepaskan cincin itu dari jariku
dan melihat tulisan yang ada dibalik lingkaran cincin yang bertuliskan Y&M artinya Ye Sung dan
Michiko. Aku teringat pertama kali Ye Sung memberiku cincin ini sehari ketika
aku akan berangkat ke Jepang.
Tiba-tiba Lee merebut cincin itu dari tanganku. Aku mencoba
merebutnya kembali, tapi Lee selalu mengelakkan gerakan tangannya, mengejarnya
di pinggiran danau. Saat aku berhenti karena kelelahan, Lee melemparkan cincin
itu kedanau hingga membuatku marah besar.
“kenapa kau membuang cincinku?” tanyaku sambil memukul
dadanya sekuat-kuat tenagaku
“kenapa kau selalu peduli dengan cincin tak berguna itu?
Kalau hilang aku bisa membelikannya untukmu yang lebih bagus dari pada cincin
itu” bentak Lee kepadaku.
“kenapa kau jadi memarahiku? Seharusnya aku yang memarahimu”
kataku dengan nada tinggi “kau tidak
tahu betapa berartinya cincin itu bagiku” kataku sambil menangis.
Aku turun kedanau untuk mencari cincin itu. Oh Tuhan, aku mohon
jangan hilangkan cincin itu, cincin yang begitu berarti bagiku. Cincin
pemberian Ye Sung, orang yang aku cinta sampai detik ini.
Aku mengibas-ngibas air di danau itu. Tapi cincin yang aku
cari tidak terlihat juga. Aku kembali naik kedaratan.
“kau kejam sekali Lee. Kembalikan cincinku!” teriakku dengan
sekuat-kuatnya.
“begitu berhargakah benda itu bagimu? Kau selalu
memperdulikan cincin itu. Tak pernah memandangiku yang sudah sekian lama
manyukaimu. Tak pernahkah kau sadar dengan semua kebaikanku selama ini
kepadamu?” kata Lee dengan mata yang berkaca-kaca.
“aku beritahu kepadamu”
kataku sambil menangis “kenapa
aku selalu menjaga dan peduli dengan cincin yang kau pikir tak berguna itu. Ya
benar, orang lain tidak mengerti dengan perasaanku ketika aku berpisah dengan
orang yang sangat aku cinta sampai detik ini jantungku terasa remuk dan sakiitt
sekali. Cincin itu adalah satu-satunya yang diberikan Ye Sung kepadaku.”
“lupakan dia. Dan jadilah pacarku. Aku akan membuatmu bahagia”
kata Lee dengan wajah memerah dan berair karena maenangis.
Aku menamparnya dengan kuat “mudah sekali kau barkata
seperti itu. Sebelum kau menemukan cincinku. Sampai kapanpun, aku tidak akan
memaafkanmu Lee.” kataku sambil berlari.
Aku berlari tanpa melihat-lihat jalan yang aku pijak.
Kendaraan-kendaraan yang lalu lalang dengan cepat aku tidak menghiraukannya.
Bunyi klakson yang beberapa kali dibunyikan, aku tidak pedulikannya. Pengawal
yang menjagaku turut mengejarku begitu Lee, seseorang yang sangat aku benci
sekarang ini.
Mendadak, aku sampai disuatu tempat yang begitu indah. Di
sana terlihat Ye Sung menungguku dan memanggil namaku dengan serangkai bunga
ditangannya. Aku berlari dan memeluk Ye
Sung, dipelukannya aku menangis tersedu-sedu dan memanggil-manggil nama Ye
Sung. Apakah ini mimpi? Tapi kehadirannya terlihat nyata.
“Ye Sung”
“Michiko,, apa kau baik-baik saja?” tanya Ye Sung dengan
suara yang benar-benar nyata.
“syukurlah. Aku kira ini mimpi, Ye Sung.. kau benar-benar
ada di haadapanku?” tanyaku sambil memegang wajah Ye Sung dengan kedua
tanganku.
“tidak ada yang tidak nyata karena cinta kita yang begitu
nyata” jawab Ye Sung seraya menarik tanganku dan memelukku.
“Ye Sung,, aku sangat merindukanmu.” Kataku dipelukkannya.
“apa ini bunga untukku?” tanyaku sembari meraih bunga yang
ada di tangan Ye Sung.
“aku akan memberikan bunga yang lebih bagus jika kau mau
kembali ketempatmu” kata Ye Sung.
“benarkah? Apa kau mau berjanji kepadaku?” tanyaku tersenyum
sambil menghirup aroma wanginya bunga yang diberikan Ye Sung kepadaku.
Tiba-tiba, Ye Sung menghilang dari hadapanku. Aku menangis
mencari-carinya ditaman itu. Memanggil-manggil namanya, tapi Ye Sung tidak
membalas panggilanku. Apa tadi itu hanya khayalanku saja? Ye Sung........
Aku terbangun dari tidurku. Tapi bukan kamarku yang aku
lihat, tapi kamar ICU. Aku kaget kenapa aku bisa seperti ini. Kepalaku di
perban dan juga di infus. Ibuku memelukku ketika aku sedang linglung
kebingungan.
“syukurlah. Kau sudah melalui masa kritismu,Nak” kata Ibuku
“ibu pikir, ibu tidak bisa melihat wajahmu lagi seperti kakak perempuanmu yang
sekarang sudah ada di surga”
“sebenarnya apa yang terjadi kepadaku,Bu?” tanyaku bingung
juga merasakan sakit yang benar-benar sakit dibagian kepala.
“tiga hari yang lalu, kau mengalami kecelakaan hingga
membuatmu koma selama tiga hari ini. Ibu sangat mengkhawatirkanmu,Nak. Setiap
malam kau selalu mengigau memanggil nama Ye Sung.” jelas Ibuku.
“Ibu.. apa tadi Ye Sung menjengukku?” tanyaku kepada ibu
dengan nada datar.
“Ye Sung tidak mungkin di Jepang.” jawab ibuku semakin
khawatir karena aku berbicara ngaur.
Aku tertawa kecil “Ye Sung tidak mungkin menjengukku ya bu.
Benarkan bu?” kataku sambil menangis.
“ibu... ayah.. Jika
aku tamat nanti dan menjadi seorang pemain musik harpa terkenal seperti yang
kalian inginkan. Bisakah aku kembali ke Korea?” tanyaku kepada Ayah dan Ibuku.
“jika itu maumu. Baiklah. Tapi aku tetap mengutus pengawalan
untuk keselamatanmu” kata Ayahku setuju.
“baiklah. Arigatou ayah.. ibu..” ucapku sambil tersenyum.
Biarlah aku dikawal seumur hidup, asalkan bisa bertemu
dengan Ye Sung lagi. Aku rela melakukan apapun demi untuk bertemu dengannya.
Subuhnya, rumah sakit tampak sepi. Yakuza yang berdiri
didepan pintu ruang rawatku tertidur dengan pulas. Aku mengambil kesempatan ini
untuk mencari cincinku yang hilang di danau sekolah.
Tepat di depan pintu masuk rumah sakit, aku bertemu Lee.
“Michi! Kau mau kemana?” tanya Lee sambil memegang kedua
lenganku.
“lepaskan tanganmu”
bentakku dengan memaksa kuat melepaskan dari cengkramannya.
“aku tanya kau mau kemana?” teriak Lee.
“bukan urusanmu” jawabku sambil berlari. Tapi Lee
benar-benar menarik tanganku dengan sangat kuat.
“aku tahu. Kau mau mencari cincin itu kan?” kata Lee “biar
aku saja yang mencarinya, kau kembalilah ke ruang rawat”
“kenapa? Kau bilang cincinku itu tak berguna. Kenapa kau
terkesan untuk mencarinya?” bentakku dengan sangat marah.
“kau bilang. Bila aku tidak menemukannya, kau tidak akan
memaafkanku.” kata Lee dengan lesu “aku tidak mau dibenci oleh orang yang
paling aku sayang. Maka dari itu, kumohon kembalilah ketempatmu. Nanti ibumu
khawatir”
Aku kembali kerumah sakit dan membiarkannya mencari cincinku
itu. Semoga Lee berhasil menemukannya.
“kau dari mana saja?” tanya ibuku khawatir.
“aku tidak kemana-mana. Aku hanya berolahraga di luar tadi.”
jawabku berbohong.
“kau mau makan apa?” tanya Ryo-san, kakakku.
“makanan yang sehat saja. Karena aku ingin cepat sembuh”
jawabku.
“baiklah. Aku akan membelikannya untukmu.” kata Ryo-san
dengan hangat.
Sudah seminggu lebih aku dirawat dirumah sakit ini. Rasanya
sangat membosankan, aku ingin sekali pulang.
“selamat pagi!” teriak Maki.
“pagi Maki” jawabku.
“maaf aku baru hari ini datang menjengukmu” kata Maki “kau
sedang membaca apa?” tanya Maki kepadaku.
“pelajaran sekolah. Aku banyak tertinggal pelajaran” jawabku
yang sedang membaca buku di atas tempat tidur pasien.
“setelah sembuh, kau bisa meminjam semua buku catatanku”
kata Maki sambil tersenyum dan mengganti bunga yang layu didalam sebuah vass
bunga.
“terima kasih Maki.” jawabku.
“eh. Aku pergi menjenguk Lee dulu ya, nanti aku balik kesini
lagi” kata Maki.
“Lee? Kenapa dia?” tanyaku kaget.
“Lee dirawat dirumah sakit ini juga. Selama beberapa hari ini,
Lee bermain-main air di danau. Sepertinya dia mencari sesuatu. Karenanya dia
terjangkit hepatitis A” jelas Maki sedih.
“hepatitis?” seruku kaget.
“oh iya. Dia menitipkan cincin ini kepadaku sebelum dia
divonis terjangkit hepatitis A. Katanya cincin ini untukmu” kata Maki sambil
mengambil cincin didalam tasnya.
Aku mengambil cincin itu dari tangan Maki. Tidak salah, ini
benar cincinku. Ternyata Lee sudah berusaha keras untuk menemukannya demi
dimaafkan dariku. Bahkkan dia memberikan rantai untuk aku kalungkan.
Lee............ maafkan aku.
“Maki. Bawa aku ketempatnya” pintaku.
“eh. Tapikan... kau sedang sakit” kata Maki khawatir.
“tidak apa-apa kok aku sudah sembuh” kataku “ayo Maki, bawa
aku ketempat Lee. Aku yang menyebabkan
Lee sakit. Aku jadi merasa bersalah.”
“baiklah. Aku tidak
tahu apa yang terjadi di antara kalian” kata Maki sambil memegang tanganku
dengan hati-hati “tapi, aku tidak akan ikut campur”
Maki membimbingku
menuju ruang rawat Lee Chi Hoon. Kasihan Lee, dia terbaring lemah
ditempat tidur itu karena aku, seperti memaksanya untuk bertanggung jawab atas
hilangnya cincinku yang begitu berharga.
“Lee...” kataku memanggilnya.
Lee terbangun dari tidurnya.
“Michi. Apa kau sudah sembuh?” tanyanya khawatir “apa Maki
sudah memberikan cincin yang begitu berarti itu bagimu? Lihatlah, aku menepati
janjiku bukan? Aku telah menemukannya”
“Lee..” kataku seraya meneteskan air mata.
“Maki. Bisakah tinggalkan kami berdua?” tanya Lee.
Tanpa menjawab, Maki keluar ruangan.
“terima kasih kau telah menemukan cincinku” kataku.
“apa aku bisa dimaafkan olehmu?” tanya Lee dengan nada
datar.
Aku mengangguk sambil tersenyum.
Lee melambaikan tangannya kearahku pertanda menyuruhku untuk
mendekatinya.
“bolehkah aku memelukmu? Sekali saja? Karena mungkin aku
tidak dapat memelukmu lagi” kata Lee sambil menangis.
Aku mengangguk kepala dan tidak bisa mengeluarkan sepatah
katapun karena sulitnya menahan tangis.
Lee memelukku dengan hangat.
“aku tahu aku tidak mungkin mengharapkan cintamu.” kata Lee
di pelukkanku. “tapi, bisakah kita bersahabat selamanya?”
“ii..ii..iiyaa” jawabku.
Lee melepaskan pelukan itu dan tersenyum kepadaku.
“jika kau benar-benar menganggapku sahabat, bisakah kau
memasangkan kalung ini keleherku?” tannya ku kepada Lee.
Lee mengangguk dan memasangkan kalung itu keleherku.
“terima kasih karena memberikan rantai untuk cincin ini.
Dengan begini, pasti tidak akan hilang” kataku.
“jika tamat sekolah nanti dan menjadi pemain musik harpa
terkenal, aku akan kembali ke Korea.
Dan... menemui orang yang aku cinta” kataku sambil tersenyum dan sambil
melihat cincin yang sudah dikalungkan keleherku.
“apa aku boleh ikut denganmu?” tanya Lee dengan sangat
serius.
“kau benar ingin ikut bersamaku?” tanyaku tersenyum.
Mengangguk.
“baiklah. Aku akan mengizinkanmu ikut bersamaku.” jawabku
sambil tersenyum.
Ye Sung...... tunggu
aku beberapa bulan lagi. Suatu saat, kita pasti akan bersatu kembali.
Apa kau juga mengharapkan hal yang sama sepertiku Ye Sung?
Ye Sung, kau adalah satu-satunya orang yang paling berharga
didalam hatiku sampai detik ini. Setiap malam aku selalu berharap bisa bertemu
denganmu, meskipun hanya didalam mimpi, karena didalam mimpiku kau terlihat
nyata.
<POV Park Min Rin>
Pagi-pagi, di SMA Kirrin telah heboh dengan gossip yang sangat
menggempar seisi sekolah. Gossip itu telah menyebar luas di media masa seperti
: koran, magazine terlebih di jejaring sosial. Gossip yang berisikan siswi SMA
Kirin Kang Hye Ra (16th) berpacaran dengan anak band rocker dari Jepang Suzuki
Akira (22th) yang biasa disapa dengan sebutan Reita ini sepertinya menjadi
Tranding Topic (TT) di twitter. Mendengar gossip ini, seluruh siswa-siswi SMA
Kirrin banyak mendatangi Kang Hye Ra dan mengajukan beberapa pertanyaan,
sampai-sampai siswa terutama siswi dari berbagai SMA lain banyak mendatangkan
kepada gadis yang berumur 16 tahun lebih ini.
Sangking terkenalnya, Kang Hye Ra teman dari Park Min Rin
ini merasa canggung apabila dikerumuni banyak fans dari The GazettE. Mendengar berita bahagia ini, Park Min Rin dan
teman-teman (Kwang Min, Ye Sung, Eun Kyung, dan Woo Young) merayakan hari jadi
dua sejoli tersebut di apartemen The GazettE dengan sangat meriah.
“eh. Kau yang lebih tua dariku. Aku harap kau tidak akan
melukai temanku ini” kata Ye Sung sinis.
“tentu saja. Aku akan memperlakukannya dengan sangat baik.
Kau tenang saja,teman” jawab Reita tersenyum seraya merangkul pundak Kang Hye
Ra.
“hem. Bagus. Bila kau melukainya” kata Ye Sung “kau akan aku
beri ini” tambah Ye Sung sambil memperlihatkan kepalan tangannya.
“sepertinya bahasa Koreamu sudah lancar, Reita-kun.” kata
Hye Ra.
“tentu saja. Gurunya kan pacarku” jawabnya gombal.
Saat Park Min Rin dan teman-teman merayakan pesta
kecil-kecilan buat sepasang kekasih, Reita dan Hye Ra, di sana tidak terlihat
Ruki.
Pesta kecil-kecilan ini berlangsung dengan sangat meriah.
Ditambah band The GazettE menyanyikan
sebuah lagu (Pledge) yang dinyanyikan secara akustik. Melihat
teman-temannya bergembira dan tertawa bersama-sama, tenggorokkan Park Min Rin
terasa kering dan sangat haus sekali. Lalu dia beranjak dari tempat duduknya
dan berjalan menuju dapur untuk mencari sebuah minuman didalam lemari es.
“haa...haus sekali.” Kata Min Rin berbicara kepada dirinya
sendiri setelah berada di dapur “apa Reita memiliki sesuatu yang bisa diminum
didalam lemari es ini?” tambahnya lagi.
Min Rin merasa pusing karena kecapek-an, tanpa disadarinya
Min Rin menabrak sebuah lemari di dapur. Tiba-tiba saja sebuah guci yang
terletak terlalu sipi (terlalu ketepi) dari atas lemari tersebut terjatuh dan
menimpa tepat dibagian kepala Park Min Rin hingga membuatnya pingsan.
Mendengar sesuatu yang pecah dari arah dapur, teman-teman
Min Rin terutama pacarnya, Kwang Min, menghampiri sumber suara pecahan itu.
Kwang Min terkejut setengah mati melihat Min Rin terkapar didapur dengan kepala
berlumuran darah.
“Park Min Rin!” teriak Kwang Min “hey bangunlah!” tambah
Kwang Min kepada Min Rin yang pingsan tak sadarkan diri.
“hey kalian jangan diam saja, cepat panggil dokter” perintah
Kwang Min dengan cemasnya seraya menggendong Min Rin.
“biar aku saja. Kebetulan aku punya kenalan teman seorang
dokter” kata Ye Sung kepada Woo Young yang hendak bergerak ke ruang tamu untuk
menelpon dokter dengan menggunakan telepon rumah.
Woo Young mengangguk dengan wajahnya yang cemas.
“Woo Young.. apa Min Rin akan baik-baik saja?” tanya Song
Eun Kyung kepada Jang Woo Young dengan matanya berkaca-kaca.
“kau tenang saja” jawab Woo Young datar sambil mengelus
kepala Eun Kyung.
Beberapa menit kemudian, dokter datang dan langsung
memeriksa Park Min Rin yang terbaring di kamar.
“apa dia baik-baik saja? Apa cederanya tidak parah,dok? Aku
mohon sembuhkan dia, dok” tanya Kwang Min dengan beberapa pertanyaan kepada dokter
sangking paniknya yang super tingkat tinggi.
“dia baik-baik saja dan lukanya juga tidak terlalu parah.
Dia pingsan karena kecapek-an” jawab dokter itu sambil menyimpun alat-alat
kedokterannya.
Kwang Min hanya menghembuskan nafas lega mendengarnya.
(dokternya pergi)
“syukurlah...” kata Hye Ra dan Eun Kyung sambil mengelus
dada.
“aku akan membawanya pulang” kata Kwang Min.
“eh. Kenapa?” tanya
Hye Ra “rumahnya juga jauh dari
tempat ini, jadi biarkan saja dia
menginap di sini dulu”
“aku akan membawanya kerumahku” jawab Kwang Min.
“ya. Sudah kalau itu kemauanmu” kata Ye Sung.
“tapi kan....” kata Eun Kyung.
“sudah. Biarkan saja” kata Ye Sung sambil memegang pundak
Eun Kyung.
“kau akan pulang naik taksi? Aku akan memesan 1 taksi untuk
kalian” kata Woo Young sambil menelpon seoarang taksi langganannya.
Dalam masih keadaan pingsan (tertidur pulas), Park Min Rin
digotong oleh Kwang Min untuk dibawa kerumahnya.
Park Min Rin terlihat tertidur pulas saat Kwang Min
membaringkannya dikasur kamarnya. Melihatnya, Kwang Min tersenyum-senyum
sendiri. Kwang Min belajar dikamarnya sambil menunggu Min Rin terjaga dari
tidurnya.
Beberapa saat kemudian, tepatnya jam 7.30PM, Park Min Rin
terjaga dari tidurnya. Dan terkejut saat melihat ruangan yang berbeda.
“aku dimana?” tanya Min Rin.
“kau sudah sadar?” tanya Kwang Min yang sedang mencari tugas
sekolahnya melalui internet di komputernya.
“kepalaku kenapa diperban?” tanya Min Rin bingung sambil
meraba-raba kepalanya.
“tadi kamu kejatuhan guci saat di rumah pacarnya Hye Ra”
jelas Kwang Min.
Min Rin terdiam sambil mengingat kejadian sebelumnya.
Mendadak, Kwang Min bangkit dari tempat duduknya.
“ada apa Jo Kwang Min?” tanya Park Min Rin yang bertingkah
aneh kepadanya.
“aku mencium bau sesuatu”
jawab Kwang Min sambil mencium tubuh Min Rin.
“hah. Kau mau apa?” tanya Min Rin kaget.
Kwang Min mendekatkan kepalanya kewajah Min Rin sambil
tersenyum.
“ada apa?” tanya Min Rin cemas.
“mandi sana. Tubuhmu bau sekali” kata Kwang Min sambil
melemparkan sebuah handuk yang ada dimeja.
“apa kau bilang. Walaupun begitu, kewangianku tetap terjaga”
bantah Min Rin sambil mengambil handuk yang dilempar oleh Kwang Min padanya.
Kwang Min duduk kembali dikursinya dan kembali memulai mengetik tugasnya.
“sudah, jangan bawel. Mandi sana, aku mau mengerjakan tugas
bahasa inggris dan tugas-tugas lainnya” perintah Kwang Min sambil mengetik.
“tolong kerjakan punyaku juga” pinta Min Rin yang
sedang disamping Kwang Min sambil
melihatnya mengetik.
“ya..mandi dulu” kata Kwang Min.
“ok... terima kasih” ucap Min Rin lalu mencium pipi kanan
Kwang Min.
Kwang Min hanya tersenyum sambil memegang pipinya.
Langkah Min Rin terhenti
“mmh..kamar mandinya dimana?” tanya Min Rin.
“disebelah tangga dekat dapur” jelas Kwang Min.
Ketika hendak memegang gagang pintu kamar mandi, tiba-tiba
saja ada seseorang yang membuka pintu dari dalam kamar mandi tersebut. Setelah
dilihat, ternyata dia Young Min dengan rambutnya yang setengah basah sepertinya baru habis mandi.
“annyeong” sapa Park Min Rin tak lupa dengan senyumannya.
“annyeong” balas Young Min dengan sedikit senyum.
“wah! kau terlihat lebih dewasa dengan rambut barumu,Young
Min” sanjung Min Rin.
“sejak kapan kau mengubah model rambutmu, Young Min?” tanya
Kwang Min yang dengan tiba-tiba sudah berada di dapur sambil mengambil minuman didalam
lemari es.
“sejak beberapa jam yang lalu” jawab Young Min. Dia melihat
luka pada kepala Min Rin dan berkata “apa lukamu tidak apa-apa?” tanya Young
Min sambil menyentuh kepala Min Rin dengan lembut.
“tidak apa” jawab Min Rin sedikit mengelak.
“eehhemm” gumam Kwang Min cemburu.
“jangan merasa cemburu” kata Young Min seraya berjalan dan
berhenti disamping Kwang Min dengan arah yang berbeda “aku hanya bermaksud
baik” tambahnya sambil menyentuh pundak adiknya, Kwang Min.
Kwang Min merasa ada sesuatu yang aneh terhadap diri Young
Min. Tapi dia tidak mau berpikiran buruk terhadap saudara kembarnya. Namun,
perasaan kegelisahan masih beterbangan di benaknya.
“kau lihat apa?” tanya Kwang Min “cepat bersihkan dirimu.
Pakai bajuku ini” kata Kwang Min sambil memberikan bajunya yang sudah
kekecilan.
“baiklah” jawab Min Rin dan segera masuk kekamar mandi.
Setelah membersihkan diri, Park Min Rin membantu Jo Kwang
Min menyelesaikan tugas-tugasnya. Kwang Min mencari jawaban di laptop yang dia
punya sementara Min Rin mengetik jawaban itu dan juga mengoreksi sekaligus
benar atau salahnya.
Sudah empat jam mereka
memampangkan wajah ke layar monitor. Kamar Kwang Min terlihat seperti gudang
sampah karena dipenuhi kotak-kotak makanan yang mereka pesan.
Mendadak, kedua mata Kwang Min
tertuju pada gelang tangan yang pernah ia kasih kepada Park Min Rin. Dia
tersenyum tapi juga ada rasa gelisah.
“kau tidak pernah melepaskan
gelang pemberianku itu kan?” tanya Kwang Min.
“tidak akan pernah” jawab Min Rin
diikuti dengan senyuman “aku tidak akan melepaskannya, karena kau yang meminta”
“terima kasih” kata Kwang Min
sambil mengelus tangan kiri Min Rin.
Suara Park Min Rin didalam hati :
“aku bersumpah, tidak akan melepaskan
pemberianmu yang paling berharga ini Kwang Min. Tolong, selalu percaya akan
diriku”
Sementara itu di dalam hati Kwang
Min : “jangan.. jangan pergi dariku. Aku
mohon. Walaupun kau berbicara seperti itu, namun, perasaan gelisah ini selalu
menghantuiku setiap saat. Apakah akan ada sesuatu yang akan terjadi diantara
kita?”
“Park Min Rin!” seru Kwang Min
menatap Min Rin “tetaplah mencintaiku seorang”
“hmmmm” gumam Min Rin kaget
“kenapa kau berbicara seperti itu?”
Kwang Min hanya terdiam tidak
menjawab pertanyaan Min Rin.
“Kwang Min, percayalah pada
diriku” kata Min Rin tersenyum.
Mendengar kata Min Rin, Jo Kwang
Min membalas senyuman Park Min Rin.
Berjam-jam mereka mengerjakan
tugas-tugas yang begitu banyak. Terlihat mengantuk di raut wajah Park Min Rin.
“hoammm” uapan Min Rin terngiang
ditelinga Kwang Min.
“kau mengantuk?” tanya Kwang Min.
“tidak kok” jawabnya berbohong.
“tidur sana!” perintah Kwang Min.
“tugas kita kan belum selesai.
Lagian aku tidak mengantuk” jawab Min Rin berbohong lagi.
“kau jangan membohongi aku. Ayo
cepat tidur. Aku yang akan menyelesaikan ini, Cuma tinggal 3 halaman doang.”
kata Kwang Min.
“baiklah. Kau tidak apa-apa
mengerjakan sendiri?” tanya Min Rin khawatir.
“sudahlah jangan khawatirkan aku.
Aku kan si cowok jenius” jawab Kwang Min dengan PD-nya.
“baiklah. Ganbatte!!!” kata Min
Rin (Ganbatte : ucapan semangat dalam bahasa Jepang)
“apa?” kata Kwang Min tidak
mengerti apa artinya.
“apa? Aku barusan bilang apa
padamu?” tanya balik Min Rin, pura-pura tidak ingat “ya. Sudah, aku tidur ya.”
Terlihat Jo Young Min masih
membaca buku dikamarnya sambil mendengarkan lagu di i-podnya. Young Min melihat
jam tangannya yang waktunya menunjukkan pukul 12.03am. Seperti biasa, Young Min
selalu kekamar Kwang Min untuk melihat dia sudah tidur atau belum. Meskipun
tampangnya terlihat dingin, tapi Young Min adalah tipe kakak yang sangat sayang
kepada adiknya meski mereka berdua berbeda hanya beberapa menit.
Tuk..tuk..tuk.. suara langkahan
kaki Young Min terdengar jelas karena sunyinya di rumah mereka. Dia mengintip
kamar Kwang Min dan ia melihat Kwang Min tertidur di meja komputer. Young Min
menyelimuti Kwang Min dengan menggunakan jaket milik Kwang Min.
Sejenak melihat wajah Min Rin
yang sedang tertidur pulas sambil tersenyum. Ketika dia balik melihat Kwang
Min, wajahnya berubah menjadi sedih. Apa yang dipikirkan Young Min?
Saat hendak melangkahkan kaki kearah pintu keluar, mendadak
Min Rin mengigau dan memanggil nama “Kwang Min” dua kali. Young Min membalikkan
badan dan melihat kearah Min Rin yang sudah tenang sambil berjalan kearahnya,
lalu berkata dengan suara pelan sambil mengelus wajah Min Rin “kau hanya
mengigau”. Saat itu, Min Rin kembali mengiggau dan berkata “Otōsan....Okāsan....
Watashi wa hontōni anata-tachi o minogasu . Okāsan .....(Ayah.. Ibu.. aku
sangat merindukan kalian. Ibu......)”
Young Min kaget dengan bahasa Min Rin barusan yang dia
dengar. Setelah Min Rin tenang, Young Min kembali kekamarnya.
Kemudian keesokan paginya, Young Min sedang sibuk membuat
sarapan pagi. Sedangkan, Kwang Min dan Min Rin duduk sambil menonton berita di
televisi.
Min Rin mencibir ketika ia melihat berita promosi produk baru
dari perusahan terkenal seAsia di Jepang.
“setiap tahun selalu membuat produk baru. Ayah benar-benar
hebat” kata Min Rin sambil mencibir melihatnya.
“tadi kau bilang apa?” tanya Kwang Min.
“ah tidak. Aku hanya sedang berbicara sendiri” jawab Min
Rin.
“sarapan sudah siap!!” teriak Young Min.
Min Rin dan Kwang Min beranjak menuju ruang makan.
Mereka berdua memulai sarapan paginya. Seperti biasa,
masakan Jo Young Min selalu berasa lezat. Bukannya ikut makan, Young Min malah
menyandang tasnya dan siap beranjak dari tempat itu.
“eh. Kau mau kemana? Kau tidak makan?” tanya Kwang Min.
“tidak! Tadi pagi-pagi sekali aku sudah sarapan” jawab Young
Min.
“eh. Tunggu dulu” kata Min Rin lalu ia mencari kotak makanan
di dalam lemari lalu memasukan makanan yang di masak Young Min kedalam box
lunch itu “kau bawa bekal saja. Ini aku ambilkan”
Sambil tersenyum, Young Min mengambil pemberian Min Rin itu
dan pergi.
“sehabis pulang sekolah. Kita keperpustakaan publik ya?”
ajak Min Rin.
“baiklah” jawab Kwang Min.
Ternyata Young Min belum pergi dari tempat itu. Setelah
mendengarkan mereka berbincang sambil melihat box lunch yang ada ditangannya,
Young Min memasukkan box lunch itu kedalam tasnya, lalu berangkat kesekolahnya.
“kita naik sepeda ya, Kwang Min” pinta Min Rin.
“aku tidak punya sepeda. Bagaimana kalau kita naik motor
saja?” kata Kwang Min.
“tidak ahh. Sepeda saja ya?” pinta Min Rin dengan keputusan
bulat.
“aku pinjam ketetangga dulu. Tunggu sebentar ya” kata Kwang
Min.
“baiklah” jawab Min Rin sambil tersenyum.
Beberapa menit kemudian, terlihat Kwang Min dari jarak
beberapa meter dengan menggunakan sepeda yang dia pinjam dari tetangga
dekatnya.
“ayo naik” kata Kwang Min.
Min Rin dan Kwang Min siap berangkat menuju sekolah.
Biasanya mereka berjalan atau naik motor. Karena ini permintaan Min Rin, Kawng
Min terpaksa bela-bela minjam sepeda ketetangga.
.Saat dijalan dan hanya berjarak beberapa meter ke sekolah.
“tahu tidak? Aku tidak bisa naik sepeda” kata Min Rin.
Kwang Min malah tertawa terbahak-bahak sehingga membuat Min
Rin jengkel.
“kenapa tertawa?” tanya Min Rin kesal.
“lucu sekali kau tidak bisa bawa sepeda” kata Kwang Min
tertawa geli.
“kalau begitu, biar aku yang bawa” tantang Min Rin.
“tidak ah. Nanti kita terjatuh” kata Kwang Min yang masih
tertawa.
“dulu aku pernah belajar. Belum tahu aku bisa” kata Min Rin
marah.
Kwang Min mengerem sepedanya dan berkata “baiklah” kemudian
ia memberikan sepeda itu pada Min Rin, Kwang Min duduk dibelakangnya.
Tapi sayangnya, belum sampai 3 detik, mereka jatuh dari
sepeda. Akibatnya, Kwang Min pingsan dan Min Rin mendapatkan luka di kedua
lutunya.
“Kwang Min. Bangunlah!!” teriak Min Rin seraya menggoyangkan
badan Kwang Min untuk menyadarkan Kwang Min.
“bangunlah, Kwang Min. Jangan mati” kata Min Rin sambil
menangis.
“aku benar-benar bodoh. Sudah tahu aku tidak bisa naik
sepeda, tapi aku malah memaksa. Kwang Min banguunnn” kata Min Rin.
Tapi, Kwang Min tidak sadar-sadar juga. Min Rin menangis
karenanya. Dan membuat mata murid-murid SMA Kirrin terpana kearah mereka.
Bukannya menolong, tapi mereka hanya berdiam dan tertawa melihatnya. Salah satu
dari mereka tertawa dan berkata “mana ada orang yang meninggal karena terjatuh
dari sepeda” perkataan itu tidak terdengar oleh Park Min Rin.
“haha” gelak Kwang Min.
“hah. Kau mempermainkan aku?” kata Min Rin kesal
“makanya. Kalau tidak bisa naik sepeda, tidak usah memaksa”
kata Kwang Min sambil berdiri dan merasakan sakit dibagian lengan kirinya.
Min Rin ikut berdiri “kau jahat sekali” kata Min Rin dan
pergi masuk ke gedung sekolah.
Kwang Min hanya tertawa kecil melihat Min Rin ngambek. Kemudian,
Kwang Min menaruh sepeda pinjaman itu ketempat parkiran.
“kau kenapa?” tanya Eun Kyung heran melihat seragam Min Rin
yang kotor dan kedua lututnya yang penuh dengan luka.
“aku terjatuh dari sepeda” jawab Min Rin kesal.
Eun Kyung, Hye Ra serta Ye Sung tertawa mendenngarnya.
“kenapa bisa? Tidak bisa naik sepeda ya?” tanya Hye Ra
sambil tertawa yang tak tertahankan.
Min Rin memasang wajah yang sangar dan pergi keluar kelas
untuk membersihkan seragamnya ditoilet.
Suara Min Rin saat di toilet “tidak apa-apa deh seragamku kotor dan kedua lututku terluka. Yang
penting, aku sudah merasakan naik sepeda berdua bersama Kwang Min. Romantis
sekali rasanya”
Sepulang sekolah, Kwang Min menemui Min Rin ditempat
parkiran dan berkata bahwa dia tidak bisa menemani Min Rin ke perpustakaan
publik karena ada urusan di kegiatan klub basketnya. Dengan terpaksa Min Rin
pergi sendiri, karena teman-temannya pada sibuk dengan kegiatan masing-masing.
Seraya memasangkan earphone ketelinga Min Rin kemudian dia
memilih buku yang akan dibacanya. Min Rin duduk dan membaca buku yang
dipegangnya. Tiba-tiba, seseorang yang memakai seragam SMA Gaehwa dan memakai
kaca mata doci menyapa Min Rin.
“Annyeong” kata Young Min.
“eh. Young Min, kau belajar juga?” kata Min Rin sambil
melepaskan earphonenya.
“seperti yang kau lihat” jawab Young Min “kenapa sendiri?
Mana Kwang Min?” tanya Young Min.
“dia sedang sibuk dengan kegiatan klubnya” jawab Min Rin.
Tidak terasa, hari sudah larut malam. Belajar mereka saat
itu sangat serius sekali. Waktunya Min Rin pulang kerumah.
“astaga aku ketinggalan sesuatu dikelas” kata Min Rin.
“ketinggalan apa?” tanya Young Min.
“Young Min. Temani aku kesekolah ya?” pinta Min Rin.
Young Min mengangguk iya.
Disekolah, sudah tampak tidak berpenghuni. Namun,
lampu-lampu belum juga dipadamkan oleh penjaga sekolah. Min Rin dan Young Min
masuk melalui pintu belakang. Mereka mendengar suara langkahan kaki seseorang
dengan secepat kilat, mereka bersembunyi disebuah kelas. Untung saja, kelas itu
adalah kelas Min Rin jadi mereka tidak perlu lagi menyelinap-menyelinap.
Min Rin menyempatkan diri untuk membalas SMS dari Kwang Min
dan memberitahu kalau dia sekarang sedang berada di sekolah bersama Young Min.
Isi SMS dari Kwang Min : “apa tadi belajarmu diperpustakaan berjalan dengan lancar? Apa kau sudah
kembali kerumah? Sebentar lagi aku akan kerumahmu untuk mengajakmu belajar
bersama. Karena aku lihat kau akhir-akhir ini jarang belajar. Aku tidak ingin
kau kehilangan prestasimu.”
“untung saja bukuku tidak hilang” kata Min Rin menghembuskan
napas lega.
Mendadak seseorang masuk kekelas 3-2 yaitu kelas Min Rin,
tapi mereka tidak ketahuan karena bersembunyi lebih dulu. Lalu seseorang yang
memakai baju security sekolah Kirrin itu mengunci pintu dengan serapat-rapatnya
lalu mematikan seluruh lampu-lampu yang masih hidup.
Ketika lampu akan dimatikan, Young Min tahu Min Rin pasti
akan berteriak. Sebelum itu, Young Min menutup mulut Min Rin dengan tangannya
juga memeluk Min Rin sehingga tidak terdengar oleh security. Kalau ketahuan
olehnya, mereka pasti akan diadukan kepada kepala sekolah dan lebih parahnya
dapat hukuman. Makanya, mereka selalu berwaspada ketika mulai masuk ke gedung
SMA Kirrin ini.
“hampir saja kita ketahuan” kata Young Min.
“Heong Min! Holong lehaskan thanganmu hong (Young Min!
Tolong lepaskan tanganmu dong)” kata Min Rin dengan suara yang tidak jelas
karena dibekap oleh tangan Young Min.
“maaf” kata Young Min sambli melepaskan tangannya.
Sementara, Kwang Min menghampiri apartemen Min Rin. Tapi,
pembantu Min Rin berkata bahwa Min Rin belum pulang sejak dari tadi. Kwang Min
curiga dan berpikir kalau Min Rin pasti dalam kesulitan. Dia ingat tadi
ditelpon, Min Rin bilang kalau dia berada disekolah. Kemudian, dengan segera
Kwang Min pergi kesekolah dengan kecepatan tinggi dengan motor kesayangannya.
*dikelas*
“apa yang harus kita lakukan? Kita terkurung diruangan ini”
kata Min Rin sambil memegang gangang pintu.
Young Min hanya berdiam saja sedangkan Min Rin panik
setengah mati. Tiba-tiba Young Min memeluk Min Rin. Min Rin sangat kaget saat
itu. Kenapa tiba-tiba saja dia memeluknya.
Suara Min Rin dalam hati : “ada apa ini? Kenapa Young Min memelukku? Perasaanku... ada apa dengan
perasaanku ini?”
“ada apa denganmu Young Min?” kata Min Rin “tolong lepaskan
tanganmu”
“aku........ juga mencintaimu” kata Young Min hingga membuat
Min Rin super duper kaget.
“kenapa kau berkata seperti itu?” kata Min Rin “kumohon
jangan bercanda berlebihan begini”
“perasaan ku..........”
kata Min Rin dalam hati.
“tidak!! Aku tidak bercanda” kata Young Min.
“LEPASKAN AKU!!!” teriak Min Rin sambil melepaskan pelukan
Young Min dengan sekuat-kuatnya “apa kau sudah gila, Young Min”
“iya. Aku gila. Karenamu aku jadi gila” jawab Young Min
“Park Min Rin! Jadilah pacarku. Yang kedua juga tidak apa-apa” kata Young Min
seraya meraih dan memegang tangan Min Rin.
Tiba-tiba. Kwang Min mendobrak pintu dan dia mendengar semua
perkataan Young Min kepada Min Rin.
“Kwang Min” kata Min Rin.
“JANGAN SENTUH DIA!!!” kata Kwang Min sambil merebut Min
Rin.
Tidak sadar, gelang tangan Min Rin tersangkut dikancing baju
Young Min hingga membuat benda itu terlepas dari tangan Min Rin.
Young Min tertawa melihat tingkah Kwang Min “ternyata kau
mendengar apa yang aku katakan pada Park Min Rin ya”
Dengan refleks Kwang Min meninju wajah Young Min sampai
beberapa kali tanpa dibalas Young Min. Melihat mereka, Min Rin menjadi
ketakutan dan menyuruh mereka berhenti.
“HENTIKAN!!”
Mendengar suara Min Rin, Kwang Min berhenti memukuli Young
Min dan membawa Min Rin pergi dari tempat itu.
Setelah Kwang Min dan Min Rin pergi, Young Min berdiri dan
merasakan sakitnya dipukuli oleh saudaranya sendiri. Ini baru pertama kalinya
mereka bertengkar hebat.
Ketika Young Min melangkahkan kaki selangkah. Dia terhenti
karena merasa menginjak sesuatu, dia memungut benda yang tak lain sebuah
gelang.
Young Min membuka pintu rumah. Dia melihat Kwang Min sedang
menunggunya didepan TV dengan ekspresi wajah yang begitu kesal.
Dengan cueknya Young Min berjalan dan pura-pura tidak
memperhatikan Kwang Min. Sangking kesalnya, Kwang Min menarik tangan Young Min
dan menghempaskan Young Min kedinding.
“lupakan Park Min Rin dari benakmu” kata Kwang Min datar dengan
menggenggam kerah baju Young Min.
Young Min hanya berdiam.
Mata Kwang Min mulai berkaca-kaca “AKU BILANG LUPAKAN PARK
MIN RIN DAN JANGAN MENDEKATINYA LAGI” teriak Kwang Min dengan kesalnya hampir
saja sebuah kepalan tangan meleset kewajah Young Min.
“kenapa? Kau mau memukuliku lagi?” tanya Young Min sambil
tertawa sinis.
Kwang Min melepaskan tangannya dari kerah baju Young Min dan
hendak beranjak dari hadapan Young Min.
“kau mau bertaruh denganku?” tanya Young Min serius.
Mendadak langkah Kwang Min langsung berhenti.
“kita bertaruh menakhlukkan hati Park Min Rin” kata Young
Min “siapa menang dia dapat”
Hati Kwang Min benar-benar panas sehingga mengepalkan tangan
dengan sekuat-kuatnya dan melepaskan sebuah pukulan kearah wajah Young Min.
Kemudian pergi dari hadapan Young Min.
Dirumah Park Min Rin.
Karena kejadian yang baru dialaminya tadi, Min Rin tidak
konsen dan bersemangat dalam belajar. Dia gelisah dan sangat gelisah, kemudian
dia menghempaskan tubuhnya kekasur sehingga merasakan sakit dipergelangan
tangan kirinya.
“auh.. kenapa tanganku
tergores begini?” tanya Min Rin didalam hati.
“astaga gelangku kemana? Apa yang harus aku lakukan?” kata
Min Rin.
Park Min Rin membongkar dan mencari kesana-kesini tapi tidak
juga ditemukan.
“Nona Park mencari apa?” tanya pembantu Min Rin yang
terbangun karena mendengar grusak grusak.
“Ibu pernah melihat gelang tanganku tidak?” tanya Park Min
Rin
“tidak Nona Park.” jawab pembantu itu seraya melihat jam
“sebaiknya Nona Park tidur dulu. Hari sudah begitu larut”
kata pembantu itu.
Keesokan paginya, Park min Rin bangun cepat tidak seperti
biasanya. Dia bukan tidak sengaja bangun cepat. Dia hanya mau mencari gelangnya
yang hilang ketempat dia datangi kemarin.
Sedangkan dirumah Jo Kwang Min, dia melihat sarapan pagi
yang sudah disiapkan Jo Young Min dengan rapi diatas meja. Karena tidak mau
memakan masakannya lagi, dengan sekuat tenaga Kwang Min membanting semua
makanan itu kelantai.
Disekolah. Kwang Min tidak melihat Min Rin dibangkunya. Ye
Sung, Hye Ra dan Eun Kyung heran padahal Min Rin datang selalu lebih awal.
“Kwang Min. Apa Min Rin tidak sekolah? Apa dia sakit?” tanya
Eun Kyung.
Kwang Min tidak menjawab pertanyaan teman-temannya. Dia
merasa sangat khawatir. Telpon saja tidak diangkat, di SMSin tidak dibalasnya.
Lalu Kwang Min mencoba menelpon kerumahnya.
“jeonseong. Bisa bicara dengan Park Min Rin?” kata Kwang
Min.
“nona Park sudah
berangkat kesekolah pagi-pagi sekali” jawab pembantu itu.
Tanpa berpikir panjang, Kwang Min mengambil tasnya dan
memboloskan diri untuk yang pertama kalinya.
“kau mau kemana?” tanya Ye Sung sambil menutup buku yang
dibacanya.
“Ye Sung. Tolong buatkan aku surat izin” pinta Kwang Min dan
pergi.
“eh. Tapi kau mau kemana?” tanya Hye Ra.
Park Min Rin mencari gelangnya di perpustakaan umun yang
lumayan jauh dari sekolahnya. Tapi dia tidak menemukan benda itu dimana-mana.
Namun, dia tidak menyerah, dia terus menelusuri jalan yang dilewatinya kemarin.
“kau sedang apa?” tanya Young Min yang sudah berada didepannya
secara mendadak.
“You..you.. Young Min” kata Min Rin gagu.
“kau bolos sekolah?” tanya Young Min.
“terpaksa” katanya sambil mencari sesuatu.
“yang kemarin itu. Maaf ya” kata Young Min.
“sebenarnya aku sangat marah padamu” kata Min Rin “tapi kali
ini aku akan memaafkanmu. Kau tahu? Aku hanya mencintai Kwang Min seorang”
Deg jantung Young Min berdetak keras dan juga meras sakit
hati. Tapi dia menyembunyikan perasaan itu.
Tanpa sadar, Min Rin mencari-cari benda itu ditengah jalan
raya. Sebuah mobil melaju cepat kearah Min Rin. Namun, untung saja Young Min
memeluk Min Rin untuk menyelamatkannya. Dengan sangat kebetulan Kwang Min
melihat mereka berdua berpelukkan.
Karena sakit hati, Kwang Min memukuli Young Min hingga
terjadi keributan di jalan raya itu.
“aku mohon jangan bertengkar” kata Min Rin.
Tak sengaja, Kwang Min mendorong Min Rin hingga terjatuh.
“Min Rin!!” kata Kwang Min “kau tidak apa-apakan?”
Luka yang ada dipergelangan tangan Park Min Rin berdarah
akibat gesekan jalan.
“tanganmu berdarah” kata Young Min “cepat bawa dia kerumah
sakit”
Kwang Min membawa Min Rin kerumah sakit terdekat.Untung saja
Kwang min tidak menyadari kalau Min Rin tidak memakai gelang itu lagi.
Keesokannya disekolah.
“kenapa kau tidak memakai gelangmu?” tanya Kwang Min.
“eh..mm.. eh...” gumam Min Rin.
“apa gelang itu hilang?” tanya Kwang Min.
“tidak kok. Gelang itu aku simpan dengan aman dirumah” jawab
Kwang Min berbohong.
“ayo pulang” kata Kwang Min.
“ehmm.. kau pulang saja duluan. Aku ada urusan sebentar”
kata Min Rin.
“oh begitu. Ya sudah” kata Kwang Min sambil pergi.
Suara Min Rin : “maafkan
aku karena aku telah berbohong kepadamu Kwang Min. Aku hanya tidak ingin
kehilanganmu karena gelang itu hilang gara-gara aku. Dulu kau berkata, kau akan
memutuskan aku jika gelang itu hilang. Sekarang aku benar-benar kehilangan
benda itu” kata Min Rin didalam hati.
Min Rin meminta bantuan Young Min untuk mencari gelang itu.
Min Rin tidak tahu, padahal gelangnya diambil oleh Young Min. Karena cintanya
kepada Min Rin, sepertinya Young Min berubah menjadi orang yang jahat dan tidak
jujur.
Banyak kendaraan yang berlalu lalang dihadapan mereka
sehingga membuat berdebu dan membuat mata Min Rin kelilipan, Young Min membantu
Min Rin untuk meniup matanya agar kotoran yang menempel dimata Min Rin hilang.
Kejadian itu dilihat oleh Kwang Min hingga membuatnya merasa sangat sakit hati.
“Kwang Min!” kata Min Rin.
“Park Min Rin! Sepertinya hubungan kita harus berakhir
sampai disini” kata Kwang Min.
“Kwang..... Min....” kata Min Rin sambil menangis “maafkan
aku karena aku telah menghilangkan gelang pemberianmu. Tapi aku tidak mau putus
denganmu”
“bukan itu masalahnya” jawab Kwang Min kesal “kau berani
menduakan aku. Lebih baik kita akhiri sampai disini”
Tanpa menghiraukan Min Rin, Kwang Min pergi meninggalkan Min
Rin. Min Rin menangis terisak-isak dan memanggil nama Kwang Min yang mungkin
tidak akan pernah menoleh kepadanya lagi.
Didalam hati Kwang Min saat itu : “inikah perasaan gelisahku selama ini? Lebih sakit dari luka”
Disekolah, Kwang Min kelihatan berubah dari style rambutnya
dan sikapnya. Min Rin menghampiri Kwang Min dan bertanya “kenapa kau mengubah
model rambutmu?” katanya sambil hendak memegang rambut Kwang Min tapi sudah
dielak oleh Kwang Min “bukan urusanmu” dan pergi meninggalkan kelas.
Eun Kyung, Hye Ra serta teman-teman dikelas pada heran
dengan tingkah laku Kwang Min. Karena sifat Kwang Mi n berubah membuat Min Rin
menangis tersedu-sedu.
“sebenarnya apa yang terjadi sama kalian berdua sih?” tanya
En Kyung.
“apa kau bertengkar dengan Kwang Min?” tanya Hye Ra.
Sambil menangis, Min Rin menjelaskan kepada teman-temannya
dan memberitahukan bahwa mereka berdua telah putus hubungan. Eun Kyung dan Hye
Ra merasa kecewa dengan apa yang terjadi diantara Kwang Min dan Min Rin.
Kwang Min menyenderkan badannya keloker sambil menangis.
“kau kenapa?” tanya Ye Sung yang kebetulan lewat.
Kwang Min tidak
menghiraukan Ye Sung dan pergi dari tempat itu.
Sambil berjalan kearah Ye Sung “kenapa tuh anak?” tanya Woo
Young
“entahlah.” jawab Ye
Sung yang benar-benar tidak tahu.
Suara Min Rin : “inikah
jawaban dari perasaan gelisahku selama ini? Kwang Min, kenapa kau memutuskanku
seperti itu. Kau tidak percaya bahwa aku hanya mencintaimu? Kwang Min, jujur,
sesungguhnya aku tidak mau berpisah denganmu. Aku sungguh tidak mau hal ini
terjadi. Hari-hari yang aku lalui terasa sepi tanpamu. Kwang Min.... Kwang
Min...”
Young Min menghampiri Kwang Min dan ingin membicarakan
sesuatu yang penting, tapi awalnya dia tidak mau mendengarkan perkataan Young
Min. Karena memaksa, Kwang Min terpaksa mendengarnya mengoceh dihadapan Kwang
Min. Setelah berbicara, Young Min
memberikan sebuah kotak berwarna coklat.
Sudah seminggu lebih ini, mereka tidak berteguran. Min Rin
hanya bisa melihatnya dari kejahuan. Saat rapat upacara perpisahan kelas tiga
saja, Kwang Min tidak sedikitpun menoleh kearah Min Rin. Perasaan Park Min Rin menjadi
tidak karuan. Dan ia berpikir, sepertinya dia tidak akan mendapatkan cinta
Kwang Min kembali.
Ketika saat itu, saat Kwang Min jalan bersama gadis lain.
Anak perempuan kelas 1 dari SMA Kirrin, perasaan Min Rin terasa teriris sekali.
Karena cemburu, Park Min Rin mengikuti mereka dari belakang dengan penampilan
seperti maling kelas kakap (biasa orang Korea kalau ingin menguntit kan pasti
ada sorbek yang ditutupi kekepala dan diikat dibawah hidung, pernah lihat
kan?). Sesekali Kwang Min menoleh karena merasa seperti dibuntuti oleh
seseorang. Dengan cerdiknya, Min Rin bersembunyi disebuah toko.
Pemilik itu, mencurigai dan marah kepada Park Min Rin.
“maafkan aku. Tapi aku bukan pencuri kok” kata Min Rin
Karena kejadian tersebut, kedai itu semakin ramai dilihat
orang. Berkali-kali Park Min Rin menjelaskan kalau dia bukan pencuri tapi
pemilik kedai itu tidak percaya. Tanpa berpikiran panjang, Min Rin membeli
semua menu masakan yang ada di kedai itu dan diberikan kepada orang-orang yang
sedang melihat kehebohan dikedai itu secara gratis. Min Rin membayarnya dengan
tunai. Akhirnya pemilik kedai itu percaya kalau Park Min Rin bukan seorang
pencuri.
“kau bodoh sekali. Mengambil keputusan tanpa berpikir dulu”
kata Kwang Min.
“Kwang Min!!!” kata Min Rin sambil memeluknya “aku mohon,
tetaplah menjadi pacarku. Aku tidak rela kau berjalan dengan gadis lain. Soal
gelang itu, aku sungguh minta maaf kepadamu. Tapi, aku mohon jangan memutuskan
aku”
“jadi dia gadis yang oppa bicarakan tadi?” tanya gadis yang
bersama Kwang Min yang bernama Lee Hyo Na.
“jadi dia sekarang pacarmu?” tanya Min Rin sambil menangis.
“hah? Aku? Kami tidak pacaran kok. Kwang Min oppa adalah
guru privateku meski cuma mengajarku dalam 2 minggu. Oppa sering menceritakanmu
kepadaku” jelas Hyo Na.
“kalian berdua pernah membicarakan aku?” kata Min Rin kaget.
“eh. Aku boleh makan gratis di sini juga kan?” kata Hyo Na
seraya pergi ke kedai meninggalkan mereka berdua.
“Park Min Rin!” kata Kwang Min sambil memeluk Min Rin “aku
tarik kata-kataku yang pernah bilang putus. Sesungguhnya aku tidak mau putus
denganmu”
“aku juga tidak mau putus dengamu Kwang Min” kata Min Rin
sambil menangis.
“tetaplah menjadi milikku” kata Kwang Min.
“tetaplah jadi milikku” kata Min Rin “aku harap kau dan
Young Min tidak pernah bertengkar lagi”
“masalah itu..” kata kwang min
*ketika malam itu, malam dimana Kwang Min yang awalnya tidak
mau mendengarkan penjelasan Young Min*
“kau pasti sanngat
marah karena kejadian beberapa waktu yang lalu. Aku sadar, selama ini orang
yang dipikirkan oleh Park Min Rin hanyalah kau. Ketika kami bertemu
diperpustakaan, dia hanya menceritakan tentang dirimu. Saat aku menemaninya
mengambil bukunya yang tertinggal, dia hanya memikirkan dirimu. Saat mencari
gelang itu pun, dia juga khawatir dan takut akan diputusin olehmu. Aku sempat
berpikir kalau aku bisa mendapatkan Min Rin, ternyata dugaanku salah. Min Rin
hanya ditakdirkan untukmu bukan aku. Aku pikir, karena kita kembar, dia akan
bisa mencintaiku seperti dia mencintaimu. Ternyata tidak, dia lebih
mencintaimu, demi mencari gelang itu, dia rela bolos sekolah dan terluka-luka.
Aku yakin inilah yang dinamakan cinta sejati. Cinta sejati itu tidak bisa
diubah oleh kata-kata. Maaf sudah membuat hubungan kalian berantakan, sebagai
kakak, sepertinya aku bukan kakak yang
baik untukmu. Aku harap kau bisa berbaikan kembali bersama Min Rin, kau
tidak memaafkanku juga tak apa. Tapi berbaikanlah.... ini.. ambilah kotak ini,
didalamnya ada sebuah gelang milik Min Rin. Sebenarnya selama ini aku yang
menyimpan gelang itu, aku tahu kau pasti tak akan memaafkan aku. Tapi buatlah
dia bahagia seperti dulu.” Kata Young Min dengan panjang lebar.
“Young Min!!”
panggil Kwang Min.
Young Min menoleh kearah Kwang Min dan melihatnya tersenyum.
Sepertinya Kwang Min telah memaafkan Young Min. Young Minpun membalasnya dengan
senyuman.
----
“ulurkan tanganmu” perintah Kwang Min kepada Min Rin.
“untuk apa?” tanya Min Rin.
“sudah! Ulurkan saja dan tutup matamu”
Min Rin mengulurkan tangan dan menutup mata seperti yang
diperintahkan Kwang Min. Sementara itu, kwang Min memasang kembali gelang yang
pernah diberikannya.
“bukalah matamu” kata Kwang Min.
“gelang!” kata Min Rin sambil memastikan kalau dia kenal
dengan gelang itu“inikan gelang yang hilang itu, dimana kau menemukannya?”
“dimana aku menemukannya? kau tak perlu tahu” kata Kwang Min
“tapi jangan menghilangkan gelang itu lagi ya”
“iya” jawab Min Rin sambil tersenyum
Suara Min Rin : “aku
pikir, aku tidak akan mendapatkan cintanya lagi. Tapi sekarang, dia milikku
kembali. Aku tak akan melepaskanmu dan melepaskan gelang ini untuk kedua
kalinya. Kwang min.... I love You”
<POV SOng Eun Kyung>
“ahh. Bagaimana caranya memberikan ini pada Woo Young ya?”
suara Eun Kyung di dalam hati yang sedang melihat kalung pemberian Gong Chan
beberapa waktu lalu.
Dari belakang Song Eun Kyung terdengar suara dengus nafas
yang berlari ke arah Eun Kyung. Sepertinya ada sesuatu yang darurat yang akan
diberitahu temannya itu.
“Song Eun Kyung..” kata Park Min Rin yang suaranya terdengar
khawatir.
“ada apa?” tanya Eun Kyung kaget.
Mendengar berita buruk dari mulut temannya itu, Eun Kyung
kaget setengah mati. Air matanya tak tertahankan terjatuh membasahi pipinya.
Berita yang tak diinginkan, dan berharap ini hanyalah sebuah mimpi.
Eun Kyung terus berlari menelusuri lorong-lorong dan
beberapa lift dirumah sakit tersebut. Berlari menuju kesuatu tempat sambil
membawa kalung yang akan diberikan kepada Woo Young. Orang-orang sekitar
melihat Eun Kyung berlari dengan keheranan. Tak lupa teman-temannya Park Min
Rin, Kang Hye Ra, Ye Sung dan Kwang Min mengikuti Eun Kyung sambil berlari.
Sampailah didepan sebuah ruang ICU, Eun Kyung tidak berani
masuk dan hanya melihatnya dari kaca pintu itu. Sambil menangis dia
menyebut-nyebut nama Woo Young, Jang Woo Young.
“kenapa tidak masuk?” tanya Kang Hye Ra.
“aku.. malu” kata Eun Kyung sambil menangis “ini semua
salahku, seandainya aku tidak menyuruhnya membeli ice cream untukku, dia pasti
tidak akan seperti ini”
*FLASHBACK*
Waktu itu, di sebuah ruang musik di sekolah. Eun Kyung dan
Woo Young sedang berada disana.
“hal apa yang ingin kau bicarakan kepadaku?” tanya Woo
Young.
Sejenak suasana hening, dan Woo Young masih penasaran dengan
hal yang akan dibicarakan Eun Kyung.
“mm.. aku.. aku...” Eun Kyung gugup sambil menggenggam
sebuah kalung yang disembunyikan dibelakang tangannya.
“aku apa?” tanya Woo Young penasaran “apa kau mau menyatakan
perasaanmu kepadaku?”
“eh.. bukan.. eh iya.. itu, tolong beli ice cream buatku
dong” kata Eun Kyung keringatan karena gugup.
“sekarang?” tanya Woo Young.
“nggak, besok. TENTU SAJA SEKARANG!!” bentak Eun Kyung.
“oh,, jadi hal ini yang ingin kau bicarakan kepadaku di
tempat sepi ini?” tanya Woo Young sedikit kecewa.
“i.. i.. iya... sudah sana. Ayo pergi.” bentak Eun Kyung.
Woo Young tersenyum dan segera pergi untuk membelikan Ice
Cream untuk Eun Kyung.
*****
Eun Kyung melangkahkan kakinya secara perlahan sambil
melihat wajah Woo Young yang penuh memar-memar dan bekas luka. Kakeknya yang
juga berada disana pergi keluar meninggalkan Woo Young dan teman-temannya.
Tapi, di samping Woo Young terlihat seorang gadis yang bernama Lee Ji Eun
berada disamping Woo Young dan menggenggam tangan Woo Young sambil menangis.
Eun Kyung memeluk Woo Young sambil menangis.
“maafkan aku. Karena aku kau jadi begini” kata Eun kyung
“Woo Young, ayo bangunlah. Aku belum sempat mengatakan sesuatu kepadamu. Kau
mau mendengarkan kata-kata yang ingin kau dengar dariku kan? Aku mohon,
bangunlah.”
“hey.. kau!! Kenapa kau kemari?” bentak Ji Eun sambil bangun
dari duduknya.
“aku hanya.....” kata Eun Kyung menangis.
“siapa yang membolehkanmu kemari, hah? Gara-gara kau, dia
jadi begini. Kalau ada apa-apa yang terjadi kepadanya, kau tak akan termaafkan.
Pergi sana!!” kata Ji Eun sambil menjolak Eun Kyung kepintu luar.
“hey. Kau, jangan kaasar begitu dong” bentak Min Rin sambil
menahan Eun Kyung agar dia tidak terjatuh.
“kau seorang gadis, kenapa mulutmu kasar sekali? Lebih baik
kau ikut kursus bahasa saja” kata Ye Sung dengan tenang.
“kau....” kata Ji Eun.
Kwang Min melihat Woo Young membuka mata.
“kau sudah sadar?” tanya Kwang Min.
Eun Kyung hanya berdiam sambil tersenyum bahagia. Dia tidak
berani mendekat karena merasa bersalah.
“Kwang Min, eh.. aku kenapa?” tanya Woo Young sambil
memegang kepalanya yang diperban.
“oppa!! Kau sudah sadar?” tanya Ji Eun sambil memeluk Woo
Young.
“kenapa aku ada ditempat ini? Apa yang terjadi?” tanya Woo
Young heran.
“waktu itu, kau berada di toko Ice Cream ingat tidak
kejadian itu?” tanya Ji Eun.
“haha. Kau jangan bercanda Ji Eun, orang sepertiku tidak
pernah ketoko Ice Cream” jawab Woo Young tertawa.
“oppa!! Kau kenapa? Kenapa kau tidak ingat?” tanya Ji Eun
“waktu itu, kau bilang ice Cream yang kau belikan untuk gadis itu” sambil
menunjuk kearah Eun Kyung “ketika kau menyebrang jalan, kau tertabrak. Untung
saat itu kita bertemu, kalau tidak, aku
tidak tahu kau terselamatkan atau tidak” kata Ji Eun.
“siapa dia?” tanya Woo Young.
Akibat kecelakaan yang menimpanya, Woo Young jadi lupa
ingatan dan lupa sesuatu yang terjadi menimpa dirinya.
“kau kenapa? Kau ingat namaku dan juga nama gadis ini.
Kenapa kau lupa dengan Eun Kyung?” kata Kwang Min heran termasuk Ye Sung, Park
Min Rin dan Kang Hye Ra.
“kau ingat aku?” tanya Ye Sung.
“hah. Jangan bercanda, tentu saja aku mengingatmu Ye Sung.
Dan kau Min Rin dan Hye Ra yang sekarang berpacaran dengan rocker terkenal itu”
jawab Woo Young.
“kau sungguh tidak mengingatku?” tanya Eun Kyung kecewa.
Woo Young menganggukkan kepala. Sambil menangis, Eun Kyung
berlari keluar. Dia dihantui rasa menyesal dan rasa bersalah.
“hey!! Berhenti!!” teriak Lee Ji Eun yang mengejarnya.
Eun Kyung berhenti. Tetapi tidak membalikkan badannya.
“kau lihat kan? Dia lupa padamu. Itu anehkan, hanya kau yang
tidak diingat olehnya. Jadi aku harap kau jangan dekat dengannya lagi” kata Lee
Ji Eun “karena dia tak akan ingat moment-momentnya bersamamu dan setelah itu,
dia akan menjadi milikku” tambahnya lagi sambil tertawa dan pergi meninggalkan
Eun Kyung.
“kau pikir, dia akan melupakanku begitu saja?” kata Eun
Kyung sambil menyeka air matanya. Mendadak, langkah Lee Ji Eun terhenti. Eun Kyung membalikkan badannya
sambil berkata.
“kau tidak tahu? Yang disukai Jang Woo Young adalah aku
bukan kau” kata Eun Kyung “aku yakin, dia pasti akan mengingatku kembali”
Lee Ji Eun tidak peduli ucapan Eun Kyung. Dia melangkahkan
kaki kembali ke ruang ICU sambil tersenyum kecil.
Diperjalan pulang, Eun Kyung selalu mengeluh. Bahkan sambil
menunggu bus di haltepun dia mengeluh dan merasa sangat bersalah juga menyesal.
“aku kurang yakin Woo Young bisa mengingatku lagi atau
tidak. Tapi, kenapa hanya aku yang tidak diingat olehnya? “ kata Eun Kyung
didalam hati “aahhhhhh..... aku pusing memikirkannya” tambahnya sambil
megacak-acak rambutnya sehingga orang-orang yang ada di halte itu keheranan
melihatnya.
Eun Kyung merasa malu dan mengucapkan “maaf” beberapa kali
seraya bow (biasa tradisi orang Korea). Untung saja, bus segera datang kalau
tidak, bisa sejaman Eun Kyung menundukkan kepalanya. Bahkan, naik bus saja dia
masih mengucapkan kata maaf sambil membungkukkan badan.
Keesokan harinya, dikantin. Terlihat Eun Kyung menopang dagu
sambil mengaduk minuman dengan aura disekelilingnya yang ambur adur. Dia tengah
memikirkan sesuatu.
“kalau dia pacaran dengan orang itu, lalu aku bagaimana?
Terus janji untuk pergi melihat matahari terbit bagaimana? Uuhhh Woo Young,
kenapa kau melupakan diriku disaat aku sadar kalau aku menyukaimu? Seandainya,
waktu itu aku tidak gugup. Aku pasti tidak akan salah tingkah dan menyuruhnya
membeli Ice Cream yang tak aku inginkan.” Kata Eun Kyung mengeluh dan masih
mengaduk minumannya.
Tiba-tiba, Park Min Rin dan Kang Hye Ra datang.
“kau kenapa, Eun Kyung?” tanya Kang Hye Ra.
“dari tadi kami perhati’in kau melamun terus” kata Park Min
Rin.
Eun Kyung masih berada dialam bawah sadar. Teman-temannya
datang saja, dia tidak dengar. Sangking kesalnya, Park Min Rin berteriak “HEY!!
SONG EUN KYUUUUNNNGGGGG” sehingga membuyarkan lamunan Eun Kyung.
“DIAM AHH. BERISIK TAHU” Eun Kyung malah membentak Min Rin
kembali dan pergi dari tempat itu.
“hah? Kenapa dia berbalik memarahiku sih” kata Min Rin
kesal.
Kwang Min dan Ye Sung datang sambil membawa makanan pesanan
Min Rin dan Hye Ra.
“ada apa dengan anak itu?” tanya Kwang Min.
“entahlah. Aku juga tidak mengerti” kata Min Rin.
“ahh. Apa jangan-jangan dia sedih karena Woo Young hanya
tidak ingat dirinya?” kata Hye Ra meyakinkan.
“kasihan dia” kata Min Rin dengan wajah sedihnya.
“eh. Tapi, apa kalian tidak merasa aneh? Kenapa hanya Song
Eun Kyung yang tidak diingat olehnya?” kata Ye Sung.
“aku juga merasakan hal yang sama” kata Hye Ra.
“bukannya, Woo Young pernah menyatakan perasaannya kepada
Eun Kyung. Tapi Eun Kyung selalu menolaknya beberapa kali. Mungkin itulah
penyebabnya, Woo Young mencoba ingin melupakan perasaannya terhadap Eun Kyung
sehingga ketika ditabrak dia hanya lupa pada Eun Kyung” jelas Hye Ra.
“bisa juga itu” kata Min Rin.
“tapi, apa mungkin. Diakan hanya mencintai Eun Kyung, jadi
tidak mungkin dia ingin melupakan Eun Kyung karena ditolak. dia pernah bilang
kepadaku kalau dia tak akan menyerah. Apa maksudnya ini?” kata Ye Sung di dalam
hati.
“maaf. Aku tidak setuju denganmu, Hye Ra” kata Ye Sung
sambil meninggalkan teman-temannya.
“ehh. Kau mau kemana?” tanya Kwang Min.
“ada apa ya denganya” kata Hye Ra.
“aku mau menemui Jang
Woo Young, kau tahu di mana dia sekarang?” tanya Ye Sung.
“tadi sih, dia tidak bergabung bersama kita katanya dia mau
ke perpustakaan” kata Kwang Min.
“ehh. Kami harus ikut” kata Min Rin.
#####
Eun Kyung bersembunyi-sembunyi sambil melihat gerak-gerik
Woo Young di perpustakaan. Sebenarnya dia sedih, biasanya Woo Young selalu
berada disampingnya. Sekarang dia harus sendirian. Padahal ada beberapa kata
yang belum sempat diucapkannya waktu itu.
Sempat beberapa kali buku-buku yang tetata rapi dirak jatuh
karena tersenggol oleh Eun Kyung. Bahkan, Woo Young sedikit curiga karena dia
merasa ada seseorang yang menguntitnya dari tadi.
Karena tidak hati-hati, sebuah buku yang cukup tebal jatuh
menimpa Jung Gi Seung teman sekelasnya.
“kyaaa!!” teriak Gi Seung.
“ahh. Ya ampun. Mian mianhae. Aku tidak sengaja sungguh, aku
tidak sengaja” kata Eun Kyung dengan
nada pelan sambil membungkuk.
“kau kenapa sih? Dari tadi gerak-gerikmu cukup mencurigakan.
Apa yang hendak kau lakukan disini?” tanya seorang teman yang berada disamping
Jung Gi Seung yang bernama Jung Ji Kyung
“hey, suaramu dikecilkan dong, ini perpustakaan. Lihat tuh
semua orang pada ngelihatin kita” kata Jung Gi Seung.
“oh. mian” jawab Jung Ji Kyung pelan.
“mian. Kau tidak apa kan?” tanya Eun Kyung dengan suara
pelan.
“ah, tidak. Aku tidak apa kok. Ji Kyung, Ayo pergi. Aku
sudah mendapatkan buku yang aku inginkan” kata Gi Seung.
Eun Kyung terkejut melihat orang-orang sekitar
memperhatikannya. Dia merasa sedikit malu.
“ehh. Kemana perginya Jang Woo Young ya?” kata Eun Kyung
seraya celingak-celinguk.
Eun Kyung keluar dari perpustakaan dengan rasa kekecewaanya
yang sangat mendalam.
“aku seperti tidka mengenali Woo Young lagi. Dia seperti
orang asing bagiku” kata Eun Kyung berbicara sendiri.
Tiba-tiba, Woo Young berjalan di depanya. Dia hanya berjalan
begitu saja. Memandang Eun Kyung pun tidak, apalagi menyapanya. Kemudian, Eun
Kyung memberanikan diri untuk berbicara kepada Woo Young.
“mmh. Jang Woo Young” kata Eun Kyung.
“ya. Ada perlu apa memanggilku?” tanya Woo Young.
“apa?” Eun Kyung terkejut.
“hah. Kenapa kau terkejut seperti itu?” tanya Woo Young.
“ah tidak.” Jawab Eun Kyung “mmhh kau benar tidak mengenali
aku? Coba lah ingat sesuatu tentang aku”
“apa aku mengenalimu?” tanya Woo Young.
“tentu saja kau mengenaliku. Matahari terbenam...........”
terputus.
“ah. Aku ingat kau sekarang” kata Woo Young.
“benarkah? Kau sudah ingat aku? Kalau begitu, siapa namaku?”
tanya Eun Kyung.
“namamu??” kata Woo Young “Eun.. So.. So Song Eun Kyung”
kata Woo Young seperti orang yang sedang mengeja.
“benarkan. Lama-lama kau pasti akan ingat aku kembali” kata
Eun Kyung sambil memeluk Woo Young dengan bahagianya.
“kenapa kau memelukku? Lepaskan tanganmu, aku sulit
bernapas. Sebenarnya kau ini siapa sih?” kata Woo Young.
Sambil melepaskan pelukan “apa? Kenapa kau bicara seperti
itu?” tanya Eun Kyung “kau berpura-pura
sudah mengingatku?”
“tentu saja aku ingat kau” kata Woo Young “kau kan yang
menjengukku dirumah sakit itu kan?”
“apa? Cuma itu yang kau ingat?” kata Eun Kyung. Dia juga
berusaha untuk mengembalikan ingatan Woo Young “kau kan ingat namaku, kenapa
kau tidak ingat aku? Dulu, kita selalu bersama”
“apa yang kau bicarakan?” tanya Woo Young “tentu saja aku
tahu namamu, itu disana dibajumu itu tertuliskan namamu”
“apa? Kau benar-benar tidak mengingat aku?” kata Eun Kyung.
Woo Young mengangguk iya.
Eun Kyung menghela napas dalam-dalam “mian karena sudah
mengganggu waktu istirahatmu. Lupakan saja apa yang aku bicarakan kepadamu”
kata Eun Kyung sambil membungkuk dan menangis lalu pergi dari hadapan Woo
Young.
Setelah Eun Kyung pergi, tiba-tiba Ye sung, Kwang Min, Min
Rin dan Hye Ra datang.
“teman-teman, ada apa?” tanya Woo Young heran.
“ada hal sesuatu yang sangat penting yang ingin aku tanyakan
kepadamu” kata Ye Sung.
####
Dijalan, terlihat Song Eun Kyung yang sedang mengomel-ngomel
dengan sendirinya.
“babo..babo.. babo... bodohnya aku, kenapa aku memeluknya
tadi? Huaahh hiks hiks aku jadi malu terhadap diriku sendiri. Ahhh babo” kata
Eun Kyung sambil memukul kepalanya.
“biasanya, aku pulang bareng Woo Young. Aku jadi kesepian”
kata Eun Kyung sambil mengeluh “sebaiknya aku ketoko perhiasan saja ahh, untuk
menenangkan pikiran” kata Eun Kyung sembari membuka pintu toko perhiasan itu.
Mendadak, Eun Kyung kembali keluar sambil menangis karena melihat Woo Young dan
Ji Eun juga berada di sana, bahkan Ji Eun tiba-tiba mencium pipi Woo Young.
Eun Kyung berlari menuju halte bus sambil menangis.
Tiba-tiba seorang kakek yang berpakaian kumuh duduk disampingnya.
“jangan menangis karena cinta, kalau kau merasa yakin bahwa
dirinya hanya menyukaimu, seharusnya kau tidak mengalah untuk mendapatkannya
kembali” kata kakek tua itu.
“kenapa kakek ini tahu isi hatiku? Sepertinya aku pernah
melihat kakek ini, tapi dimana ya?” kata Eun Kyung didalam hati.
“sudah, jangan menangis. Simpanlah air matamu untuk
menangisi hal yang lebih penting. Jika kau benar-benar mencintainya, percaya
dirilah kalau dia akan kembali kepadamu” kata kakek itu sambil tersenyum.
“terima kasih kakek” kata Eun Kyung tersenyum lalu naik ke
bus.
Kakek itu tertawa “anak zaman sekarang. Rasanya, aku ingin
kembali kemasa muda” kata kakek itu, kemudian pergi dengan menggunakan mobil
mewah. (wow, mencurigakan. Bukannya dia seorang pengemis? Pakaiannya saja
rempong begitu).
####
Bukannya belajar, Eun Kyung malah melamun di meja
belajarnya. Ibunya yang membawakan segelas susu kekamarnya pun merasa heran
dengan tingkah Eun Kyung akhir-akhir ini.
“hey nak, kau kenapa?” tanya Ibu.
“ahh. eomma, menggangguku belajar saja” jawab Eun Kyung.
“belajar apanya? Dari tadi ibu lihat kau mengeluh dan
melamun. Apa yang terjadi? Ini sudah jam 7 lewat, kenapa tidak jalan-jalan
dengan anak itu? Biasanya diakan selalu mengajakmu jalan-jalan atau belajar
bersama malam minggu seperti ini” kata Ibu Eun Kyung.
“ahh, eomma sudahlah” kata Eun Kyung sambil menangis.
“apa ada sesuatu yang terjadi?” kata Ibunya Eun Kyung
“sudahlah, eomma tidak tahu apa masalahmu dengannya, aku tidak akan ikut
campur, tapi selesaikanlah secara baik-baik” sambil memeluk Eun Kyung.
“eomma... eommaa...” kata Eun Kyung.
“yah, besok minggu pagi. Apa dia akan ingat dengan janjinya
itu? Woo Young, besok aku akan datang kesungai Han. Aku tak akan mengingkari
janji kita ini” kata Eun Kyung dalam hati.
“eomma!!” teriak appa dari ruang keluarga “tolong buatkan
appa secangkir kopi”
“iya tunggu” teriak Ibu Eun Kyung “nah, jangan menangis
lagi. Dan selesaikan masalahmu”
Eun Kyung menghempaskan badannya ketempat tidur kemudian
mengambil jam untuk menghidupkan alarm.
####
Jam tepat pukul 03.12 pagi.
“oppa kau mau kemana berpakaian rapi seperti ini?” tanya Lee
Ji Eun.
“aku mau ke suatu tempat” jawab Woo Young.
“eh. Kau kan akan mengantarkanku ke bandara pagi-pagi
sekali” kata Ji Eun.
“mian. Aku tidak bisa, nanti supir kakekku yang akan
mengantarkanmu ke bandara. Maaf ya aku sudah mengingkari janji” jawan Woo Young
“ohh iya, gomawo sudah membantuku. Bantuanmu, cukup sampai disini saja. Sekali
lagi aku ucapkan Gomapta”
“oppa......” suara Ji Eun kecewa “tak apa, kau pergi saja”
“kau tak apakan?” tanya Woo Young merasa bersalah.
“tidak, aku tidak apa-apa. Jangan khawatirkan aku” kata Ji
Eun tersenyum.
####
Eun Kyung menunggu Woo Young ditempat itu, tapi dia tak
kunjung datang. Kepercayaan diri Eun Kyung pudar karena matahari telah terbit
bahkan Woo Young pun tidak muncul dihadapannya. Dengan perasaan yang kecewa,
Eun Kyung pergi dari tempat itu. Mendadak, dia melihat Woo Young berdiri
dihadapannya.
“mianhaeyo.. aku sungguh terlambat. Maaf.... Eun Kyung” kata
Woo Young.
“Woo Young” kata Eun Kyung menangis sambil memeluk Woo
Young.
#FLASHBACK ketika
ditoko Ice Cream#
Saat itu, Woo Young sedang menunggu pesanan. Tidak disengaja
Woo Young bertemu dengan Lee Ji Eun.
“oh.. oppa!! Tumben kau mau ketempat ini?” kata Lee Ji Eun.
“kau! Terpaksa karena cinta” kata Woo Young.
“ohh. Pasti untuk gadis yang bernama Song Eun Kyung itu
kan?” tanya Lee Ji Eun.
“darimana kau tahu?” tanya Woo Young kesal.
“kakekmu yang menceritakan kepadaku” kata Ji Eun.
“kakek... dia selalu tidak bisa menjaga rahasia” kata Woo
Young kesal.
“aku bisa membantumu untuk menakhlukkan hati gadis itu” kata
Ji Eun.
“kau yakin mau membantuku?” tanya Woo Young.
“iya. Strategi ini aku dan kakek yang memikirkannya. Kami
sudah memikir matang-matang. Kami yakin ini akan berhasil. Jadi percayalah”
jelas Ji Eun.
“apa strateginya?” tanya Woo Young.
“strateginya.......” kata Ji Eun “eh tunggu tunggu tunggu,
ini tidak gratis loh. Ada syaratnya”
“ihh kau ini. Kau mau uang?” kata Woo Young sambil membuka
dompetnya
“eh, tidak. Bukan itu yang aku inginkan. Jadi syaratnya itu,
kau harus mengantarkan aku kebandara ya. Aku disuruh appa dan eomma pulang”
kata Ji Eun.
“hanya itu?” tanya Woo Young.
Ji Eun mengangguk.
“ya sudah, sekarang apa rencanamu itu?” tanya Woo Young.
Lee Ji Eun mulai menjelaskan strategi yang diciptakan oleh
dirinya dan kakek.
“apa ini tidak berlebihan? Nanti aku kecelakaan beneran
gimana?” kata Woo Young tak yakin.
“ya sudah kalau tidak mau”
“ya deh, ya deh.”
Kata Woo Young.
------
“kau jahat sekali Woo Young, kau mengolok-olokkanku. Ku kira
kau benar-benar akan melupakanmu. Aku pikir kau tak akan pernah disisiku lagi.
Aku takut memikirkan semua itu, terkadang aku menangis memikirkannya” kata Eun
Kyung.
“sudahlah, jadi sebenarnya. Hal apa yang ingin kau bicarakan
ketika berada diruang kesenian musik?” tanya Woo Young.
“kenapa? Kau penasaran?” kata Eun Kyung sembari tertawa.
Tiba-tiba, Eun Kyung mencium pipi Woo Young dan setelah itu,
Mengeluarkan sebuah kotak panjang di saku jaketnya dan memberikannya pada Woo
Young.
Sambil membungkukkan badan “aku sadar, ternyata aku.. aku..
aku... aku telah jatuh cinta kepadamu. Jika kau menerimanya, ambilah kotak ini.
Di dalamnya ada sebuah kalung yang diberikan oleh Gong Chan yang aku anggap
oppaku dia berpesan untuk memberikan ini kepada orang yang aku suka” kata Eun
Kyung panjang lebar “jika kau menolakku, ambilah kotak ini dan buang kesungai
Han ini. Dan jika kau menerimaku, ambilah kotak ini dan pasang kalung itu
kelehermu”
Woo Young mengambil kotak itu dari tangan Eun Kyung. Tiba-tiba,
Eun kyung mendengar suara sebuah benda yang di lemparkan kedalam air (coba
reader melempar batu ke air, seperti itulah suaranya). Eun Kyung patah hati,
dia berpikir dia telah ditolaknya.
“aku tidak butuh benda seperti itu” kata Woo Young.
“kau menolakku?” kata Eun Kyung “tak apa, mungkin inilah
balasannya karena aku selalu menolakmu”
“apa yang kau bicarakan?” tanya Woo Young heran.
“bukannya kau menolakku” kata Eun Kyung menangis sambil
menutupi wajahnya dengan kedua tangan.
“siapa bilang aku menolakmu hah?” kata Woo Young tertawa.
“kau kan sudah membuang benda itu” kata Eun Kyung sambil
menatap wajah Woo Young.
“aku memang tidak membutuhkan benda itu, kau kan hanya
menyuruhku memakai kalung ini keleherku? Bukan benda itu” kata Woo Young sambil
memperlihatkan kalung yang berbentuk setengah hati di lehernya.
“apa? Jadi kau tidak menolakku? Benarkah?” kata Eun Kyung
tersenyum “aku tidak bermimpikan?”
Tiba-tiba, Woo Young memeluk Eun Kyung dengan
seerat-eratnya.
####
#FLASHBACK ketika
ditoko perhiasan#
Woo Young dan Ji Eun sedang mencari jam untuk kado ulang
tahun kakeknya.
Mendadak Eun Kyung hendak masuk ketoko itu, Ji Eun melihat
Eun Kyung dan mulai menjalankan strategi.
“oppa.... nanti aku akan berpura-pura mencium pipimu ya”
kata Ji Eun.
“eh.. kenapa?” tanya Woo Young
“disana ada Song Eun Kyung, sepertinya dia mau kemari. Ini
saatnya kita lanjutkan strategi berikutnya” jelas Ji Eun
“bukannya itu berlebihan?” tanya Woo Young.
“aduh,, oppa... kalau kau selalu menolak semua rencana ini,
kau tak akan mendapatkan gadis itu” kata Ji Eun.
“ya sudah. Terserah kau saja” jawab Woo Young terpaksa.
“biasanya, aku pulang bareng Woo Young. Aku jadi kesepian”
kata Eun Kyung sambil mengeluh “sebaiknya aku ketoko perhiasan saja ahh, untuk
menenangkan pikiran” kata Eun Kyung sembari membuka pintu toko perhiasan itu.
Eun Kyung terkejut melihat Woo Young dicium oleh Ji Eun.
“kenapa hal ini harus terjadi di hadapanku?” kata Eun Kyung
didalam hati, karena sangat merasa terpukul dia berlari keluar.
“aku jadi merasa bersalah kepadanya” kata Woo Young.
“ahh sudahlah, ini kan juga bagian dari strategi kita” kata
Ji Eun.
“aku harus menelpon kakek.” kata Woo Young sambil mengambil
handphonenya.
“yeobeseo.. kakek, bantu aku untuk menghibur Song Eun Kyung”
kata Woo Young.
“bagaimana caranya?”
tanya kakek.
“berpura-pura jadi pengemis dan hibur dia. Jangan sampai
ketahuan, soalnya dia pernah melihat kakek di rumah sakit” kata Woo Young.
“kakek akan
membantumu, karena kau adalah cucuku satu-satunya” kata kakek itu.
“kakek pergi saja kehalte bus, sepertinya dia ada disana”
kata Woo Young.
Sambil tertawa “ya..
aku mengerti, cucuku”
“kakek, khamsahamnida, saranghaeyo” kata Woo Young.
“ya.. aku juga mencintaimu” jawab kakek.
####
Lee Ji Eun melihat pemandangan yang mengharukan ini dari
kejauhan. Dia sedikit merasa patah hati karena dia juga menyukai Woo Young.
“dulu, aku tidak terima kalau kau menjadi kakakku. Sehingga
aku tahu, ternyata aku bukan bagian dari keluarga Jang aku merasa sangat
bahagia karena aku berpikir bisa memiliki hatimu karena kita tidak ada hubungan
darah. Ternyata aku benar-benar tidak akan bisa memilikimu, tak akan pernah
bisa. Melihat kau bersunggug-sungguh menyukai Song Eun Kyung aku menjadi luluh
dan juga sakit hati. Sempat aku berpikir akan menggunakan kesempatan ini untuk
memilikimu. Tapi, aku merasa aku menjadi gadis yang kejam. Oppa... sekarang kau
telah mendapatkan apa yang kau inginkan, berbahagialah bersamanya” kata Ji Eun
sambil menangis dibalik kaca mata hitamnya yang sedang melihat mereka dari
kejauhan.
“maaf nona. Kita harus segera berangkat kebandara, karena
sebentar lagi pesawat akan lepas landas” kata sesorang yang berpakaian formal
yang ada di sampingnya.
“baikalah” kata Ji Eun sambil masuk kemobil. Mendadak Lee Ji
Eun keluar kembali dan kembali menatap mereka.
Ji Eun berkata didalam hati “aku melupakan sesuatu. ‘maaf’
inilah ucapan yang ingin aku ucapkan kepadamu Song Eun Kyung. Maafkan aku telah
membuatmu bersedih selama beberapa hari ini karena strategi konyol ini” kata Ji
Eun dan kembali masuk kemobil.
----
Eun Kyung melepaskan pelukan itu secara tiba-tiba.
“ada apa?” tanya Woo Young.
“sepertinya, ada seseorang yang berbisik ketelingaku. Dia
berkata ‘maaf’ kepadaku” kata Eun Kyung.
“siapa?” tanya Woo Young karena dari tadi dia tidak melihat
seseorang yang berbisik ke telinga Eun Kyung.
“ahh sudah, mungkin perasaanku saja” kata Eun Kyung.
“eh tunggu, kalung ini liontinnya hanya belahan hati. Mana
satunya?” tanya Woo Young.
“ini. Aku memakai yang satunya” kata Eun Kyung seraya
memperlihatkan kalung yang dipakainya.
Woo Young tersenyum. Mendadak ekspresi wajah Eun Kyung
berubah.
“eh ada apa dengan wajahmu?” tanya Woo Young.
“kau pikir aku tidak marah dan tidak merasa tersinggung akibat
aktingmu yang berlebihan ini?” kata Eun Kyung marah.
Woo Young berlari karena takut dipukul Eun Kyung. (dahsyat
banget loh oukulannya Eun Kyung)
“mian, aku tak akan mengulanginya. janji” kata Woo Young.
“hey.. kau, jangan berlari. berhentiii” teriak Eun Kyung
sambil berlari mengejar Woo Young.
Tiba-tiba, Woo Young tertabrak oleh sebuah sepeda motor.
Sehingga membuatnya berlumuran darah dan tertelungkup. Akibat berlumuran darah,
wajahnya tidak jelas. Pelakunya lari begitu saja.
“Woo Young!!!!!!” teriak Eun Kyung.
Banyak para pejalan kaki melihat Woo Young yang terkapar di
jalan. Eun Kyung menangis dihadapan Woo Young yang terkapar itu sambil berkata
“Woo Young, jangan mati. Ayo bangunlah”.
“kau kenapa, Song Eun Kyung?” tanya seseorang yang berdiri di belakangnya.
“suara ini” kata Woo
Young didalam hati. “Woo Young!!” katanya sambil memeluk Woo Young.
“kau kenapa menangisi orang itu?” tanya Woo Young.
“aku kira, itu kau” jawabnya sambil menangis dipelukan Woo
Young.
“kau ini, kau tidak mengganti soflenmu? Kelihatannya
soflenmu itu sudah tidak berguna lagi. Masa, pacar sendiri tidak kenal
wajahnya” bentak Woo Young.
“mana aku tahu, dia menggunakan baju yang sama denganmu. Aku
pikir itu kau” katanya semakin menangis.
“sudah, kenapa kau masih menangis? Kau sudah melihatku
dihadapanmu” kata Woo Young.
“aku takut, kalau kau tertabrak dan lupa padaku. Ahhh aku
takut sekali jika hal itu benar-benar terjadi. Memikirkannya saja rasanya ingin
mati” kata Eun Kyung.
Woo Young memeluk Eun Kyung. Dia tak habis pikir, ternyata
strategi itu benar-benar terpengarah pada Song Eun Kyung.
“Woo Young, tetaplah memelukku seperti ini. Dan kau hanya
boleh memelukku seorang. Karena aku tidak rela kau memeluk orang lain selain
aku. Woo Young, aku sungguh sangat mencintaimu” kata Eun Kyung didalam hati.
<POV Kang Hye Ra>
Di sore hari, tampak Hye Ra dan Reita berjalan sambil
bergandengan tangan. Gadis yang masih mengenakan seragam Kirrin School ini
tampak bahagia karena seseorang yang dicintainya berada di sampingnya. Terdengar
orang-orang berbisik-bisik melihat kearah mereka. Mungkin mereka iri dengan
keberuntungan seorang gadis biasa yang berpacaran dengan band rocker terkenal itu. Mereka berdua tetap
berjalan tanpa henti dan mengabaikan suara-suara bisikan itu.
“rasanya sudah hampir satu tahun lebih.. aku dan Reita
bergandengan tangan seperti ini. Mendengar desas-desus dari setiap orang yang
ada di jalan ketika melihat kami bergandengan tangan seperti ini. Sekarang aku
sama sekali tidak merasa canggung di depan banyak fans Reita. Reita selalu
menggenggam tanganku dengan erat dan dengan penuh kasih sayang. Aku suka
merasakan aura positif yang keluar dari tubuh Reita saat aku bersamanya. Bergandengan seperti ini, rasanya
aku tidak ingin melepaskan tangan yang besar ini, tangan yang begitu hangat,
tangan yang penuh bertanggung jawab dan tangan yang selalu memetik senar-senar
bass yang mengeluarkan melodi yang begitu indah untukku maupun untuk fans-fansnya. Aku lihat
dari raut wajah Reita, dia sepertinya kelelahan menemaniku keperpustakaan
beberapa waktu ini, kasihan Reita, dia pasti selalu menyembunyikan rasa
lelahnya di hadapanku....... Tidak terasa kami sudah sampai di depan gedung
apartemen, tempat aku tinggal. Seperti biasa, Reita selalu melakukan hal
seperti ini kepadaku. Dia sangat lembut, melebihi lembutnya kain sutra. Dia
selalu mengingatkanku akan datangnya hari ujian akhir sekolah. Semakin hari..
semakin lama, rasa cintaku pada Reita semakin mendalam lebih dalam dari sungai
Amazon yang ada di Amerika sana” suara Hye Ra.
“dua hari lagi kau akan mulai ujian, belajar yang rajin ya.
Hwaiting!” kata Reita.
Menghela nafas “iya. Terima Kasih, berdoalah agar aku
berhasil” kata Hye Ra.
Reita tersenyum seraya mengelus kepala Hye Ra. Sejenak
suasana tampak hening. Dari lantai tiga apartemen itu yang tak lain rumah Hye Ra, sepasang mata sedang mengintip
mereka berdua dari balik tirai jendela tanpa disadari oleh Hye Ra. Siapa laki-laki
misterius itu? Padahal Hye Ra hanya tinggal sendiri di apartemen itu.
Kang Hye Ra berjalan selangkah demi selangkah ke rumahnya,
sementara laki-laki misterius itu keluar ruangan tanpa jejak dan tanpa di
ketahui oleh Hye Ra. Tiba-tiba langkah Hye Ra terhenti melihat sosok laki-laki
setengah baya berdiri di hadapanya.
“appa!” Hye Ra memanggil laki-laki setengah baya itu yang
ternyata appanya.
“sudah berapa lama ya aku meninggalkanmu, dan ternyata aku
kembali kau sudah sebesar ini” kata appanya sambil tersenyum.
“appa! Aku tidak tau aku harus senang atau marah” kata Hye
Ra sedih “kenapa appa terlalu lama meninggalkanku? Aku sangat kesepian”
Sambil memeluk Hye Ra “maaf.... maafkan aku. Aku... sangat
menyesal”
“sudahlah... tidak perlu disesali....” kata Hye Ra sambil
menghapus air matanya “melihat appa pulang dengan selamat sudah cukup bagiku”
“kau benar-benar anakku yang baik” jawab Dong In dengan mata
berkaca-kaca.
Kang Hye Ra tampak senang melihat ayahnya telah kembali.
#Di rumah Hye Ra...
“apa kau suka tinggal di tempat yang kecil ini?” tanya Dong
In, ayahnya Hye Ra, sambil melihat-lihat ruangan yang tidak banyak benda-benda
berharga selain TV model tahun 80an dan beberapa sofa serta mejanya yang sudah
terlihat tak tampak elok. Tapi, cukup rapi untuk dikatakan sebagai tempat
tinggal yang agak layak.
“ya.. appa.. aku sangat suka apartemen ini. Aku sengaja
memilih apartemen yang tidak luas dan juga murah harganya. Apartemen ini sangat
nyaman bagiku” jawab Hye Ra sambil menghampiri ayahnya yang sedang mendongak
melihat foto Hye Ra yang berbingkai yang terpajang di dinding.
Menarik tangan Dong In “ayolah appa.. duduk dulu, dari tadi
appa berdiri terus. Aku sudah memasak mie ramen untuk appa” kata Hye Ra.
Kemudian Dong In duduk di salah satu sisi di sebuah meja
makan yang rendah tanpa kursi duduk dan hanya beralaskan bantal khusus untuk
duduk. Lalu siap untuk menyantap mie ramen yang bertampilan sederhana di atas
meja itu dengan dua gelas air putih.
Setelah usai makan, Dong In mengelap mulutnya dengan sebuah
tiissu yang tergeletak tak jauh darinya.
“setiap hari kau makan pagi, siang dan malam seperti ini?”
tanya Dong In.
Hye Ra menggeleng kepala “tidak,yah. Tadi aku hanya tidak
sempat untuk ke mini market.” jawab Hye Ra sambil tersenyum.
“oh, begitu. Kenapa kau selalu mengembalikan 85% dari uang
yang appa kirimkan ke rekeningmu? Apa kau sudah tidak menganggapku sebagai
ayahmu lagi?” tanya kesal Dong In.
Menundukan kepala “maafkan aku appa. Aku hanya tidak ingin
selalu merepotkanmu, meskipun kau adalah ayahku. Kudengar perusahaanmu sedang
kacau, aku tidak mau membuat appa merasa terbebani karena selalu mengirimkanku
uang yang sementara itu keadaan perusahanmu kacau” jawab Hye Ra.
Dong In terdiam malu karena anak yang hidup dan tumbuh
sendirian ini tanpa tangannya masih memikirkan appanya yang sudah sangat kejam
menelantarkannya sendiri di negara ini.
Hye Ra tidak ingin melihat ayahnya menangis. Untuk itu dia
menghalau suasana mengharukan itu dengan berkata “bagaimana kabar appa selama
berada di New York? Tidak ada sesuatu yang terjadikan?” tanya Hye Ra khawatir.
Dong In menggeleng kepala seraya menghapus air matanya yang
nyaris membasahi pipinya.
“loh appa kok sepertinya sedang bingung?” kata Hye Ra.
“saham appa telah meningkat disana. Ini semua berkatmu,
anakku.” kata Dong In.
“loh, kalau begitu bagus dong. Tapi, jangan katakan kalau
ini berkatku karena aku tidak melakukan apa-apa. Maaf... selama dilahirkan di
dunia ini.... aku belum sempat berbakti padamu, appa” kata Hye Ra dengan mata
yang mulai berkaca-kaca dan memerah.
Sambil memeluk Hye Ra “tidak, kau sudah sangat berbakti pada
ayahmu yang bodoh ini yang telah meninggalkanmu di tempat ini tanpa
sanak-saudara” jawab Dong In dengan mata yang berkaca-kaca.
“appa......”
Lalu Dong In melepas pelukan itu dan menatap wajah anaknya.
. Dia sedang memikirkan sesuatu di balik pandangan matanya ke wajah anaknya
itu, sesuatu yang merupakan tujuannya datang ke Korea. Tapi, dari raut wajahnya
Dong In tampak kebingungan untuk berkata apa pada anaknya, Hye Ra.
“kenapa appa menatapku seperti itu?” tanya Hye Ra bingung
“apa ada hal yang appa pikirkan? Kau tampak seperti orang ling lung” ledek Hye
Ra dengan tawa kecilnya seraya menghapus air mata dengan tangan kirinya.
Dong In juga ikut tertawa kecil.
“sudah lama aku tidak bergurau seperti ini dengan appa.
Setelah acara ulang tahunku beberapa tahun silam, acara yang di penuhi oleh
gelak tawa kami berdua. Saat itu, umurku 11 tahun. Semenjak itu, aku tidak
pernah lagi mendengar suara tawa yang keluar dari mulut appa” suara Hye Ra
dalam hati.
Dong In berhenti tertawa dan berbicara serius pada Hye Ra “aku
mengambil keputusan untuk menetap di New York selamanya. Jadi, aku akan
membawamu. Selama ini, kau tinggal di apartemen yang tidak layak untuk kau
berlindung. Aku semakin merasa bersalah meninggalkanmu di negara ini dan
memberikanmu ibu yang tidak bertanggung jawab pada anaknya sendiri” kata Dong
In.
“appa..... sudahlah jangan mengingat hal itu” kata Hye Ra
dengan nada datar.
“aku tahu kau besok akan menghadapi ujian akhir sekolah
bukan?”
Hye Ra mengangguk kepala.
“setelah itu kita berangkat” jawab Dong In “kau akan aku
daftarkan ke universitas terkenal di New York”
Hye Ra hanya terdiam
dan tidak tau harus menjawab apa.
“Ini sudah pukul 08.53 wib. Appaku kembali ke New York, mungkin saat ini dalam
perjalanan udara menuju New York. Agar rileks, aku mandi berendam sambil
membaca buku yang akan di ujiankan beberapa hari lagi” suara Hye Ra.
Setelah bermenit-menit berlalu berendam di air panas sambil
belajar, Hye Ra bangkit dari tempat itu dan segera memakai baju tidur yang
telah di sediakannya di atas kasur. Lalu mengeringkan rambutnya dengan
menggunakan hairdryer. Tanpa sengaja, Hye Ra menyenggol sebuah kotak berwarna
merah seperti kado hingga membuat benda itu terjatuh dan memperlihatkan isinya,
sebuah aksesoris rambut (bando) yang indah, barang mahal.
Saat itu Hye Ra kaget dan segera memungut benda itu.
“wah indah sekali.” kata Hye Ra sambil tersenyum manis “ini
pasti dari appa... appa.. terima kasih” kata Hye Ra seraya tersenyum bahagia.
Kemudian Hye Ra menaruh bando itu di sebelah bando-bando
koleksinya yang lain, lalu ia kembali belajar dengan ekstra konsentrasi.
Sebelum belajar, dia tak lupa berdo’a agar diberi keringanan saat belajar dan
saat menghadapi ujian besok. Mendadak, Hye Ra mendapat kiriman e-mail dari
Reita dan membacanya.
Isi e-mail :
[berjuanglah dalam menghadapi ujian besok dan fokus terhadap
buku yang ada di depan matamu sekarang. Jika kau lulus dan masuk universitas
yang kau inginkan, aku akan mengajakmu berkencan seminggu penuh dalam rangka
liburan musim panas pertama kita berdua juga tidak lupa merayakan kelulusanmu.
Belajarlah, jangan balas e-mailku. Akhir kata I LOVE YOU <3]
Kang Hye Ra tertawa geli melihat isi e-mail dari Reita. Haha
dia berfikir kalau tingkahnya berlebihan. Tapi juga membuat Hye Ra bersemangat
belajar. Setelah itu, Hye Ra menon-aktifkan ponselnya dan mengikat kepalanya
dengan sebuah kain tipis yang bertuliskan <3 REITA <3 (sepertinya Hye Ra
juga berlebihan nih, haha)
“aku harus fokus dalam hal ini. Tuhan bantu aku agar aku
lulus dan bisa membahagiakan appa dan juga Reita. Appa... maaf aku tidak bisa
ikut denganmu ke New York. Aku akan menggapai cita-citaku di sini dan membuatmu
bangga padaku” kata Hye Ra dalam hati.
*FLASHBACK*
Dong In berhenti tertawa dan berbicara serius pada Hye Ra
“aku mengambil keputusan untuk menetap di New York selamanya. Jadi, aku akan
membawamu. Selama ini, kau tinggal di apartemen yang tidak layak untuk kau
berlindung. Aku semakin merasa bersalah meninggalkanmu di negara ini dan
memberikanmu ibu yang tidak bertanggung jawab pada anaknya sendiri” kata Dong
In.
“appa..... sudahlah jangan mengingat hal itu” kata Hye Ra
dengan nada datar.
“aku tahu dua hari lagi kau akan menghadapi ujian akhir
sekolah bukan?”
Hye Ra mengangguk kepala.
“setelah itu kita berangkat” jawab Dong In “kau akan aku
daftar ke universitas terkenal di New York”
Hye Ra hanya terdiam
dan tidak tau harus menjawab apa.
Tapi, Hye Ra harus memilih. Tetap tinggal di sini atau ikut
bersama ayah tercinta ke New York dan meninggalkan Reita serta teman-temannya,
begitulah yang ada dibenakknya sekarang. Seraya menghela nafas, Hye ra berfikir
dengan keras.
Menghela nafas dalam-dalam “maafkan aku ayah. Aku akan tetap
tinggal di sini dan menggapai cita-citaku di sini. Aku sayang appa, tapi inilah
keputusan yang aku ambil dari hatiku yang paling dalam” jawab Hye Ra dengan
lembut.
“kau masih mau tinggal di negara ini yang tidak memiliki
sanak saudara dan tinggal di apartemen yang kecil ini? apa kau yakin dengan
keputusanmu itu?” tanya Dong In.
Mengangguk sambil tersenyum “di sini kita memang tidak punya
saudara, tapi teman-temanku sudah lebih dari saudara dan apartemen ini sudah
lebih dari cukup. Di sinilah tanah kelahiranku, aku akan tetap tinggal di sini,
appa” jelas Hye Ra.
“kalau begitu, baiklah. Aku tidak akan memaksa karena ini
juga menyangkut masa depanmu. Tapi, jika kau sudah bosan tinggal di negara ini,
hubungi appa dan pergilah ke New York” kata Dong In.
Hye Ra hanya tersenyum pada ayahnya, begitupula ayahnya
membalas dengan senyuman.
--------
Keesokan harinya, Hye Ra, Min Rin, Eun Kyung, Woo Young,
Kwang Min dan Ye Sung tengah belajar bersama di perpustakaan. Sebelum belajar,
mereka mendapatkan telpon 3G dari Jepang. Temannya yang bernama Ishikawa
Michiko.
“kalian semua apa
kabar?” tanya Michi sambil tersenyum lebar dari layar laptop berwarna
ungunya.
“wah Michi-chan, kami di sini baik-baik saja. Sepertinya ada
yang berubah dari penampilanmu” kata Min Rin sambil tersenyum dari layar laptop
putihnya.
Michi tersenyum.
“sudah lama tidak saling berhubungan. Sepertinya kau telah
banyak merubah penampilanmu” tambah Eun Kyung.
Michi tersenyum.
“kau tampak beda dengan rambutmu yang bergelombang” kata Hye
Ra.
“wah. ternyata
semuanya ada di sini.” kata Michi tersenyum
“dimana Kwang Min, Woo Young dan
juga......... Ye Sung? Aku tidak melihat mereka”
“mereka ada di sini juga kok. Sedang mencari buku” jawab Min
Rin.
“annyeong. Apa kabar? ” tanya Woo Young.
“kabarku baik”
jawab Michi tersenyum.
Michi melihat Ye Sung yang sedang menatap kamera di laptop.
Sejenak, mereka terdiam.
“ha... hai.. apa kabar?” tanya Michi dengan mata yang
berkaca-kaca.
Ye Sung tidak
membalas sapaan dari Michi dia menghindari dari kamera laptop itu dan duduk
dibelakangnya (di depan Min Rin) lalu membaca buku yang dipegangnya. Padahal,
didalam hatinya yang paling dalam, dia senang melihat Michi kembali walaupun
lewat monitor laptop.
Teman-temannya keheranan dengan tingkah Ye Sung yang tak
peduli itu. Ini baru pertama kalinya Ye Sung bersikap seperti itu terhadap
Michi.
”sepertinya... Ye Sung marah padaku. A.. apa... yang harus aku lakukan?”
tanya Michi dalam hati dengan mata yang berkaca-kaca.
“ehh. Ku dengar, di
Korea besok akan ujian akhir sekolah ya?” tanya Michi untuk mengalihkan
suasana.
Semua mengangguk “iya”
“kalau begitu
belajarlah yang giat. Di sini, aku akan berdo’a buat kalian” kata Michi.
“ya, terima kasih. Kau kapan mulai ujian?” tanya Hye Ra.
“kemarin aku sudah
selesai ujian, sekarang tunggu hasilnya, dan.... upacara perpisahan akan
dilaksanakan beberapa hari lagi. Mungkin kita akan barengan” jawab Michi.
Mendadak, seorang laki-laki yang tampan datang dan duduk di
sebelah Michi.
“eh, kau sedang apa di sini? Sejak lama, Rainie menunggumu
di aula” kata cowok itu (Lee Chi Hoon)
“ah, kau menganggetkanku. Iya sebentar” kata Michi.
“oh, ternyata kau sedang 3G’an bersama teman-temanmu yang
ada di sana?” tanya Lee.
“eh, teman-teman. Aku
tutup dulu ya, aku lupa kalau hari ini ada jadwal latihan. Lain kali aku
hubungi lagi. See you” kata Michi kemudian menutup laptopnya.
“ayo! Tunggu apa lagi?” kata Lee “apa kau sedang tidak enak
badan?” tanya Lee khawatir ketika melihat Michi diam sedih setelah menutup
laptopnya.
“tidak” jawab Michi sambil berdiri dari tempat duduknya “aku
hanya sedang bersedih saja” tambahnya sambil lalu.
Lee menatap punggung yang bergetar itu, seperti sedang
terpuruk.
------
“cowok yang di sampingnya tadi itu siapa ya?” tanya Eun
Kyung.
“entahlah.” jawab Min Rin sembari mengangkat kedua bahu
“mungkin pacarnya”
Ye Sung terkejut ketika mendengar perkataan Min Rin sehingga
membuatnya kacau dan membuat kedua matanya berkaca-kaca.
Kwang Min menyentuh
pundak Min Rin sebagai isyarat untuk menutup mulutnya. Karena tidak ingin
menyakiti hati Ye Sung yang sedang ada bersamanya. Min Rin menutup mulutnya
dengan kedua tangannya.
“tapi tidak mungkin, kalau benar iya. Pasti Michi telah lama
memberitahu kita” kata Hye Ra.
“kalian sedang apa? Kita tidak banyak waktu untuk belajar”
kata Ye sung tegas.
Lalu semuanya kembali belajar dengan serius. Ye Sung menatap
punggung laptop millik Min Rin dengan mata yang berkaca-kaca. “Apa mungkin, dia
sudah memiliki pacar” begitu kata Ye Sung di dalam hatinya. Dia ingin sekali
mengetahui kebenarannya. Tapi dia tidak bisa melakukannya.
.........
“pasti ini sangat sulit baginya, menerima semua ini. Aku
kasihan padanya, apa yang harus kita lakukan, Reita?” tanya Hye Ra pada Reita
ketika berada di Reita. (sepulang dari perpustakaan umum, Hye Ra pergi ke rumah
Reita)
“entahlah” jawab Reita “ini hal yang sangat sulit”
Hye Ra bertambah sedih seraya menatap wajah Reita.
“Kai-kun? Uruha-kun? Aoi-kun? Ruki-kun? Apa kalian tau
solusinya?” tanya Hye Ra kepada personile The
GazettE yang lain saat mereka sedang sibuk membaca majalah dan koran.
“aku juga tidak tahu” jawab Kai “mungkin, suatu saat mereka
bisa mengatasi hal ini”
Hye Ra tidak puas dengan jawaban Kai-kun kemudian dia
menatap personile yang lainnya tetapi mereka hanya menggeleng, kecuali, Ruki,
yang sedang asyik dengan i-Pod dan sebuah kertas not beserta pensil (sepertinya
sedang mencari inspirasi buat lagu baru).
“sepertinya kau membeli aksesoris rambut baru?” tanya Reita
yang sedang melihat ke arah bando yang dikenakan Hye Ra.
Mendadak, Ruki melepaskan headset yang terpasang di
telinganya.
“oh ini” kata Hye Ra sambil menyentuh bando yang ada di
kepalanya “aku cantikkan menggunakan bando ini? Sepertinya ini pemberian
ayahku”
“ayahmu?” tanya Reita kaget, karena selama ini dia tidak
pernah melihat ayah Hye Ra.
“iya, kemarin waktu kau mengantarkanku pulang. Ayahku
datang.” jawab Hye Ra.
“kebetulan. Apa aku boleh bertemu ayahmu?” tanya Reita
senang.
“ayahku sudah kembali ke New York” jawab Hye Ra sedih.
Reita melihat mata Hye Ra yang berkaca-kaca lalu Reita
mengalihkan pembicaraan “hey, waktunya belajar nanti kau kemalaman lagi. Ayo
cepat belajar!” perintah Reita.
“iya iya” jawab Hye Ra “tunggu, aku telepon ayahku dulu
untuk mengucapkan terima kasih atas pemberian bando ini”
Hye Ra menghubungi ayahnya. Tapi, ayahnya berkata kalau dia
tidak pernah mengirimkan/memberikannya kado saat itu kecuali uang dan baju-baju
baru, oleh-oleh dari ayahnya. Hye Ra dan Reita kaget, kalau bukan ayahnya yang
mengirimkan, lalu siapa lagi. Hye Ra melepaskan bando itu dan meletakkanya ke
meja yang penuh dengan buku-buku. Reita
memandang Ruki yang sedang berjalan menuju tangga. Sepertinya, Reita mencurigai
Ruki.
***************************************************************************
*FLASHBACK*
Ketika Reita mengantarkan Hye Ra di depan apartemennya.
“dua hari lagi kau akan mulai ujian, belajar yang rajin ya.
Hwaiting!” kata Reita.
Menghela nafas “iya. Terima Kasih, berdoalah agar aku
berhasil” kata Hye Ra.
Seraya menyentuh rambut Hye Ra “bagus! Nanti malam, kau
tidak usah menghubungiku. Aku juga tidak akan menghubungimu. Belajarlah dengan
sungguh-sungguh” kata Reita tersenyum.
Hye Ra menganggukkan kepala.
“baik. Aku pulang dulu. bye” kata Reita.
Hye Ra hanya membalas dengan senyuman kemudian masuk ke
gedung apartemen itu menuju lantai 3.
Sementara, Reita mengambil mobilnya yang diparkirkan di
depan apartemen Hye Ra. Tiba-tiba, Reita melihat Ruki dengan jaket kulit
berwarna coklat tua menggunakan topi dan kaca mata (mungkin supaya tidak
ketahuan oleh fans) keluar dari apartemen dengan terburu-buru, tingkahnya
sangat mencurigakan, begitulah di benak Reita. Reita juga melihat sebuah mobil
Mitsubishi Evolution X berwarna silver seperti merek mobil milik Reita tapi
hanya berbeda warna (mobil Reita : merah).
“apa yang di lakukan Ruki di tempat ini ya?” tanya Reita
bingung.
Lalu dia melajukan mobilnya dari tempat itu agar tidak
terlihat oleh Ruki yang sedang menuju tempat parkir mobilnya.
****************************************************************************
Di balkon kamar Ruki dilantai 2, Ruki sedang melihat-lihat
pemandangan yang indah. Rambutnya yang indah dan pirang tertepa angin.
Ditangannya, terlihat sebuah kertas kecil. Sesekali, dia melihat kertas kecil
itu dengan wajah yang sedih. Tidak lama dari itu, Ruki masuk ke kamarnya dan
meletakan kertas itu di dalam laci serta mengambil kunci mobilnya lalu keluar
dari kamarnya.
“kalau bukan kau atau ayahku yang mengirimkan ini, jadi
siapa dong?” tanya Hye Ra yang sedang menatap bando yang berada didepan
matanya.
“sudah. Kau belajar saja, biar aku yang cari tahu” kata
Reita.
(Ruki turun dari tangga)
“eh. Kau mau kemana?” tanya Aoi seraya membuka kaca mata
yang dikenakannya.
“refreshing” jawab Ruki singkat.
“aku ikut dong” pinta Aoi.
“ayo pergi!” kata Ruki.
“ehh.. sekalian antarin aku pulang ya, Ruki?” pinta Hye Ra.
Langkah Ruki langsung berhenti dan berbalik.
“kenapa tidak aku saja?” tanya Reita.
“kau istirahat saja. Aku tidak mau terlalu merepotkanmu, kau
pasti lelah selama ini menemaniku belajar” jawab Hye Ra yang sedang membereskan
buku-bukunya dan tak lupa bando itu juga dimasukkan kedalam tasnya.
“tapi....” kata Reita.
“Ruki? Apa boleh?” tanya Hye Ra.
Ruki mengangguk kepala sambil tersenyum kecil.
“terima kasih” jawab Hye Ra sambil berdiri “Reita, aku
pulang dulu ya, jangan lupa makan malam” kata Hye Ra sambil mencium pipi Reita.
“ya sudahlah” kata Reita. Reita menatap Ruki. Mata mereka
(Ruki dan Reita) saling bertatapan.
Saat menatap mata Ruki yang menyedihkan, hati Reita merasa
ada yang tidak beres dengannya. Entah apa yang akan terjadi di antara Reita dan
Ruki nantinya. Tapi, Reita tidak mau mencurigai temannya sendiri oleh karena
itu, dia mencoba memusatkan pikirannya ke hal yang positif.
Ruki mengendarai mobilnya dengan kecepatan yang sedang. Aoi
duduk di sebelahnya yang sedang melihat Hye Ra yang matanya menatap ke bando
itu dari kaca. Aoi heran dan bingung. Sesekali Ruki juga melihat Hye Ra dari
kaca spion (?).
“ada apa denganmu?” tanya Aoi heran “dari tadi kau melihat
benda itu”
Secepatnya, Hye Ra memasukkan benda itu kedalam tasnya “ahhh
tidak apa-apa kok” jawab Hye Ra.
Ruki dan Aoi melihat Hye Ra dengan heran.
“jika kau tidak menyukai benda itu, kau kan bisa
membuangnya” kata Ruki sambil menyetir mobilnya “lagian kau kan tidak tahu
siapa pengirimnya”
“apa sifatmu sebenarnya seperti itu?” tanya Hye Ra kesal
“meski aku tidak tahu siapa pengirimnya, tapi aku harus menghargainya dong”
“apa kau yakin, kalau orang itu memberikan untukmu?” tanya
Ruki “bisa saja ini hanya kesalahan pengiriman”
Hye Ra terdiam saat Ruki berkata seperti itu.
Keesokan paginya, Hye Ra dan teman-temannya berkumpul
diperpustakaan untuk belajar bersama. Aktivitas seperti biasa yang mereka
lakukan saat-saat ujian tiba.
Sementara diapartemen The
GazettE . para personile masih tidur di kamarnya terkecuali Ruki yang sudah
dari pagi keluar rumah dan Reita yang sedang beres-beres rumah setelah masak
untuk sarapan pagi. Reita masuk kekamar Ruki untuk membersihkan kamar Ruki yang
terlihat seperti kapal pecah. Ketika Reita menaruh buku dan pensil milik Ruki
yang terjatuh kedalam laci, Reita melihat secarik kertas kecil yaitu kertas bon
harga. Reita kaget ketika melihat tulisan bando yang seharga dalam uang
Indonesia Rp.65.000,- yang tertera dikertas itu. Ternyata apa yang
dipikirkannya selama ini benar. Ternyata Rukilah orangnya, orang yang
memberikan bando itu kepada Hye Ra. Kecurigaan ini muncul ketika Ruki yang
sedang keluar dari gedung apartemen tempat Hye Ra tinggal. Tapi, untuk apa dia
memberikan benda itu untuk Hye Ra??? Begitu yang ada di pikiran Reita sekarang.
Reita memutuskan untuk tidak menanyakan hal ini pada Ruki sebelum waktunya. Dia
pura-pura tidak ada terjadi apa-apa pagi ini.
Di perpustakaan suasana tampak hening karena Hye Ra dan
kawan-kawan sedang serius belajar.
Reita masih melihat kertas itu, di dapur. Dia bingung juga
berpikir keras, apa maksud Ruki dengan semua ini. Mendadak, Reita dikagetkan
Uruha dan Kai yang baru saja bangun dari tempat tidur.
“sedang apa kau?” tanya Kai sambil menguap.
“ternyata kau sudah masak” kata Uruha sambil melihat makanan
yang sudah tersedia di meja makan.
Refleks, Reita memasukan kertas itu kedalam saku celananya.
“kalian mengaggetkanku saja” kata Reita mengelus dada. Reita
melihat Uruha mencuil makanan. “hey, jangan dicuil-cuil! Mandi dulu, sana!!”
perintah Reita kesal.
Sorepun tiba, Ye Sung, Woo Young, Kwang Min, Min Rin, Eun
Kyung telah menyimpun buku-buku mereka kedalam tas. Di raut wajah mereka,
terlukiskan rasa lelah karena belajar keras seharian semenjak beberapa hari
ini. Hye Ra masih fokus dengan bukunya.
“ayo pulang” kata Kwang Min ke Min Rin.
“kau tidak pulang?” tanya Eun Kyung.
“tidak. Aku masih lama di sini. Kalian pulang saja duluan”
kata Hye Ra sambil mengangguk.
“apa tidak apa-apa nih?” tanya Min Rin khawatir.
“ayolah teman-teman. Aku tidak apa-apa kok, ayo cepat pulang
sana” kata Hye Ra sambil tersenyum.
“apa Reita akan menjemputmu?” tanya Woo Young.
“tidak! Aku tidak mau merepotkannya lagi” jawab Hye Ra.
“apa perlu aku temani?” tanya Ye Sung.
“teman-teman. Aku tahu kalian pasti khawatir padaku. Tapi
aku tidak apa-apa kok. Ayo lekas pulang, pulang dari sini kalian pasti akan
menyambung belajar kan?” kata Hye Ra untuk meyakinkan teman-temannya.
“ya sudah kalau begitu. Tapi kalau ada apa-apa, segeralah
telpon aku” kata Ye Sung.
“iya telpon kami” kata Eun Kyung dengan wajah sedih.
Merekapun pergi, Hye Ra tersenyum melihat mereka yang mulai
menjauh darinya.
“nanti malam jangan sampai telat ya” kata Kwang Min.
“kalian berdua jadi ya nginap dirumah Kwang Min?” tanya Eun
Kyung.
“iya” jawab Woo Young sambil mengangguk.
“apa kami boleh ikut?” tanya Min Rin.
“anak perempuan tidak boleh ikut, bodoh” kata Kwang Min
sambil mendorong kepala Min Rin dengan jari telunjuknya.
Min Rin memasang muka manja dan juga rasa kecewa seraya
mengusap jidatnya.
“apa saudara kembarmu tidak apa-apa jika kami menginap
dirumahmu?” tanya Ye Sung.
“tidak apa-apa. Dia orangnya baik kok, meski tidak pernah
berkomunikasi dengan orang lain sebenarnya dia cepat akrab dengan banyak orang”
jelas Kwang Min.
“habis itu, dia juga begitu tampan” tambah Min Rin.
Kwang Min melepaskan gandengan tangannya dan melipatkan
kedua tangannya kedada dengan posisi wajah berlawanan arah dengan posisi wajah
Min Rin (alias cemburu).
“iya.. iya.. aku bercanda kok” kata Min Rin sambil
menggoyangkan tangan Kwang Min “kau tetap paling tampan di mataku”
Kwang Min pura-pura tidak mendengarkan permintaan maaf Min
Rin. Namun, Min Rin tetap mengucapkan kata “maaf” beberapa kali meskipun tidak
ada respon dari Kwang Min.
Hye Ra melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan waktu
pukul 5 sore. Bergegas, dia menyimpun buku-bukunya kedalam tas menuju halte
bus. Mendadak, sebuah mobil berwarna silver berhenti di depannya. Ternyata
orang itu Ruki.
“hei, ayo naik” ajak Ruki.
“Ruki” kata Hye Ra.
“ayo naik. Akan ku antar kau pulang” kata Ruki.
Hye Ra menerima tawaran Ruki sekalian menghemat uang.
Setelah Hye Ra masuk kemobil. Terdengar suara perut
bergendang, tanda lapar. Benar, seharian ini. Hye Ra belum mengisi perutnya
dengan makanan. Sarapanpun Hye Ra hanya makan sepotong roti dan segelas susu.
Ruki tahu kalau saat ini Hye Ra kelaparan, tapi dia pura-pura tidak tahu saja.
Mendadak, Ruki memutar balik mobilnya ke arah yang berlawanan dari rumah Hye
Ra.
“ehh.. inikan bukan jalan kerumahku” kata Hye Ra.
Ruki hanya berdiam dan menambahi kecepatan mobilnya.
“hei.. kau mau bawa aku kemana?” tanya Hye Ra lagi.
“aku lapar, temani aku makan ya” kata Ruki berbohong “aku
juga ingin menanyakan sesuatu padamu”
Hye Ra hanya menatapi wajah Ruki dan diam saja. Ini
kesempatan baik, begitu pikir Hye Ra.
Kemudian, tibalah mereka kesebuah restoran yang cukup
sederhana. Mereka langsung memesan makanan.
“kali ini, aku akan mentraktirmu” kata Ruki.
“kalau itu maumu, baiklah. Aku tidak akan menolak tawaranmu”
jawab Hye Ra.
Ruki tersenyum sambil melihat Hye Ra.
“kenapa kau memandangiku seperti itu?” tanya Hye Ra heran.
“ahh tidak apa-apa kok” jawab Ruki sambil senyum “hanya
saja, kau terlihat lucu”
“lucu??” kata Hye Ra sambil memegang wajahnya dengan kedua
tangan “apa ada yang salah dengan wajahku?”
“tidak ada” jawab Ruki sambil menggelengkan kepalanya.
Beberapa menit kemudian, makanan yang mereka pesanpun tiba.
Merekapun mulai makan. Terutama Hye Ra, Hye Ra tampak makan dengan lahapnya
sampai-sampai, Ruki tertawa melihat kelakuannya.
“makanlah dengan pelan-pelan” kata Ruki sambil tertawa
“jangan terburu-buru seperti itu”
Wajah Hye Ra memerah. Dia pun makan dengan sopan dan anggun
layaknya Tuan Putri dari negeri khayangan. Setelah menyantap makanan itu dengan
lahap sampai habis, Hye Ra menutupi makan dengan meminum segelas capuccino
kesukaanya.
“oh iya. Ngomong-ngomong... apa yang ingin kau tanyakan
padaku?” tanya Hye Ra.
Ruki yang sedang minum, langsung menaruh minumannya ke meja
“mmmhh. Sebenarnya bukan sesuatu yang penting sih” kata Ruki seraya
menggaruk-garuk belakang kepalanya (padahal tidak gatal)
“tanya saja. Aku pasti akan menjawabnya” jawab Hye Ra.
“mmhhh.. bagaimana sih, kau bisa tahu kalau kau suka Reita?”
tanya Ruki dengan wajah agak memerah.
“kenapa? Apa kau belum pernah merasakan jatuh cinta?” tanya
Hye Ra sambil tertawa geli.
“entahlah. Mungkin belum pernah” jawab Ruki yakin “semua
perempuan yang pernah aku pacarin. Rasanya, semuanya sama saja, tidak ada yang
istimewa di antara mereka”
“Ruki-kun, aku beri tahu ya” kata Hye Ra sambil tertawa dan
mencoba untuk berhenti tertawa untuk menjelaskannya pada Ruki “jatuh cinta itu
sangat indah. Kau akan merasakan jantungmu berdetak lllleeeebbbiiihhh
keennnccaaaaanggg ketika kau berdekatan dengan orang yang kau suka” kata Hye
Ra.
“apa kau juga begitu terhadap Reita?” tanya Ruki.
“he’emm” jawab Hye Ra mengangguk sambil tersenyum.
Ruki mencoba untuk mengingat perkataan Hye Ra. Ruki menaruh
tangan kanannya kedada dan memulai mendeteksi gerakan jantungnya. Saat ini, dia
merasakan detak jantung yang sangat kencang. Detakan jantung yang belum pernah
dia rasakan selama ini. Ruki terdiam tanpa kata ketika merasakan detakan
jantung itu.
“ada apa Ruki? Kenapa kau diam saja?” tanya Hye Ra heran
“apa ada lagi yang ingin kau tanyakan padaku? Ngomong-ngomong siapa gadis yang
beruntung itu??” tanya Hye Ra
“ahh tidak” kata Ruki sambil memindahkan posisi tangannya
“ayo aku antar kau pulang” kata Ruki sambil berdiri dari tempat duduknya.
Rukipun mengantarkan Hye Ra pulang. Setelah mandi, Hye Ra
mulai belajar dengan waktu beberapa jam. Setelah selesai belajar, Hye Ra
merebahkan tubuhnya ke kasur yang lembut. Sebelum tidur malam, dia tidak lupa
berdoa kepada Tuhan agar dia serta teman-temannya dapat dilancarkan dalam
menghadapi ujian akhir besok.
Hari yang begitu mendebarkan jantung, bagi siswa-siswi pun
tiba. Di depan gerbang SMA Kirrin terlihat ramai oleh murid-murid yang masuk
dengan tergesa-gesa. Kang Hye Ra dan teman-temannya berdoa sebelum melewati
gerbang itu.
“jangan cemas!” kata Reita kepada Hye Ra “ayo semangat.”
Hye Ra tersenyum bahagia melihat Reita yang begitu serius
menyemangatinya.
Enam sekawan itupun masuk ke sekolahnya dengan penuh percaya
diri dan penuh harapan.
Ujianpun di mulai, sebelum mengisi jawaban enam sekawan
tersebut menutup matanya dan berdoa di dalam hati. Dalam sehari, mereka
menyelesaikan seluruh soal-soal ujian tersebut. Hari ini mungkin hari yang
sangat melelahkan bagi mereka.
Setelah melewati ujian, sekarang mereka menunggu hasilnya
(LULUS atau TIDAK). Moment yang di tunggu ini merupakan moment yang sangaaattt
sangaatttt sanggaattt mendebarkan.
Dua hari setelah menghadapi ujian, Hye Ra dan teman-teman
siap mengikuti test masuk ke universitas yang sama, yaitu universitas Parang
yang terkenal di Seoul. Di wajah Hye Ra serta teman-temannya tampak cemas dengan
hasil yang akan keluar beberapa hari lagi. Dengan harapan yang tinggi, Hye Ra
berharap dia serta teman-temannya LULUS dalam ujian akhir sekolah serta test
masuk universitas Parang.
Hye Ra pulang sendiri dengan berjalan kaki menelusuri
lorong-lorong sempit yang tidak berpenghuni. Sesaat, Hye Ra melihat
kebelakangnya karena dia merasa di iukuti oleh beberapa orang. Sangking
cemasnya dan perasaan takut mulai menghantuinya, Hye Ra berlari dengan sekuat
tenaga. Tiba-tiba saja, di hadapannya berdiri dua orang penjahat yang berpakain
sangat tidak berpendidikan. Hye Ra sangat terkejut, kemudian dia balik berlari
ke jalan yang barusan dia lewat, mendadak ternyata dia sudah terkepung oleh
penjahat lainnya. Hye Ra tidak tau mau bagaimana lagi, dia ingin berteriak, dia
berpikir itu percuma saja karena di lorong yang sepi ini ada orang yang lewat
apalagi tempat ini jarang dilewati oleh warga lainnya.
“mau kemana manis?” kata salah satu penjahat tersebut
“mencoba untuk berteriak?haha”
“itu tidak mungkin, tidak ada orang yang akan menolongmu”
tambah salah satu penjahat lainnya.
“apa yang kalian inginkan dariku?” tanya Hye Ra yang
wajahnya mulai berkeringatan karena kaget.
“apa yang kami inginkan darimu? hahahaha” kata penjahat itu
dan tertawa bersama-sama.
Hye Ra semakin ketakutan mendengar para penjahat itu
tertawa. Tidak tau cara apa agar dia bisa bebas dari cengkraman
penjahat-penjahat itu. Dengan seketika, Hye Ra mencoba menyelamatkan diri
dengan cara memukuli penjahat-penjahat itu dengan tas ranselnya. Tapi, penjahat
itu membalasnya dengan sebuah pukulan yang mendarat kewajah Hye Ra hingga luka
memar dan juga jatuh tersungkur di jalanan.
Tiba-tiba, seorang laki-laki yang mengendarai sepeda motor
menabrak salah satu dari penjahat-penjahat itu. Lalu laki-laki itu segera turun
dari motornya dan mulai memusatkan kekuatannya di kedua kepalan tinju
tangannya. Bagi Hye Ra, laki-laki itu tidak asing baginya. Rambutnya yang agak
panjang dan merah dan stylenya khas Ruki. Ya.... laki-laki yang menolong Hye Ra
itu adalah Ruki sendiri. Sekuat tenaga, Ruki melawan para penjahat itu hingga
lati terpirit-pirit. Sementara, Hye Ra merintih kesakitan.
“kau terluka, ayo aku akan mengobatimu” kata Ruki sambil
menjulurkan tangannya untuk membantu Hye Ra berdiri.
Ruki membawa Hye Ra pergi dengan menggunakan sepeda motornya
menuju ke sebuah tempat yang tidak jauh dari apotik.
“kau tunggu saja di sini” kata Ruki sambil mendudukan Hye Ra
“aku mau membeli obat luka dulu di sana”
“he’emm” jawab Hye Ra yang masih memegangi wajahnya yang luka.
Rukipun pergi membeli obat.
“aduh, sakit banget sih”kata Hye Ra.
Beberapa menit kemudian, Ruki kembali ketempat Hye Ra dengan
obat luka yang di tangan kirinya. Tanpa basa basi, Ruki membersihkan luka-luka
Hye Ra dan mengobatinya. Hye Ra bangga melihat Ruki yang sudah mulai
menyukainya (maksud suka, berarti mau berteman dengannya). Setelah selesai di
obati, Hye Ra segera mengambil cermin kecil dari dalam tas ranselnya dan
melihat luka-luka di wajahnya.
“wah.. rapi sekali kau memperbaninya” kata Hye Ra tersenyum.
“jangan terlalu bangga seperti itu” jawab Ruki tersenyum.
“kenapa kau tiba-tiba bisa menolongku?” tanya Hye Ra heran.
“mmhhh... aku... kebetulan lewat. Hanya kebetulan lewat”
jawab Ruki gugup.
“ohh” jawab Hye Ra agak bingung karena dia tahu tempat itu
tidak pernah di lewati oleh banyak orang.
Hye Ra melihat wajah Ruki yang menahan rasa sakit tangannya.
Hye Ra tidak mungkin membiarkannya yang sudah mengobatinya apalagi Hye Ra
berutang nyawa pada Ruki. Tiba-tiba, Hye Ra mengambil tangan Ruki yang terluka
lalu Hye Ra mengobatinya.
“maaf, gara-gara aku kau jadi begini” kata Hye Ra.
Ruki hanya tersenyum melihatnya.
“kita kehabisan kapas. Aku beli dulu ya di sana” kata Hye ra
sambil berdiri.
Tiba-tiba Ruki menarik tangan Hye Ra “ehh..aku tidak apa-apa kok” jawab Ruki.
Hye Ra duduk kembali dan mengambil sesuatu di dalam tasnya
“kalau tidak menggunakan itu, darahmu tidak akan berhenti keluar tau” kata Hye
Ra kesal “pakai sapu tangan ini saja ya, supaya darahnya tidak mengalir lagi”
Ruki mengangguk pelan.
Hye Ra pun langsung mengikat tangan Ruki yang luka dengan
sapu tangan kesayangannya yang berwarna merah bela itu. Setelah di obati oleh
Hye Ra, Ruki mengambil ponselnya di saku jaketnya dan menelpon Reita untuk
menyuruhnya ke tempat sekarang Ruki dan Hye Ra berada.
“kau menelpon Reitaku?” tanya Hye Ra.
“iya.. aku tidak mungkin mengantarmu pulang dengan tangan
luka seperti ini” jawab Ruki setelah menutup telponnya.
Beberapa menit kemudian Reita datang
dan dengan tergesa-gesa Reita menghampiri mereka.
“kalian tidak apa-apakan?” tanya
Reita khawatir, ketika melihat wajah Hye Ra “lihat wajahmu, kenapa kau yang
paling parah. Apa kau tidak apa-apa? Ayo aku antar kau ke rumah sakit” kata
Reita cemas 100%.
“Reita.. ayolah.. aku tidak
apa-apa kok. Ayo sebaiknya kau antar kami pulang” jawab Reita sambil menarik
lengan Reita “ayo Ruki” ajak Hye Ra.
“kalian saja. Aku ada urusan
lain” jawab Ruki.
“kau sungguh tidak apa-apa?”
tanya Hye Ra.
“kau baik-baik saja?” tanya
Reita.
“jangan khawatir. Aku baik-baik
saja” jawab Ruki sambil senyum.
“baiklah” jawab Reita.
Reitapun mengantarkan Hye Ra
pulang ke apartemennya.
Keesokan harinya, Hye Ra dan
kawan-kawan mengikuti test masuk universitas yang di selenggarakan di
universitas Parang itu sendiri. Mereka melaksanakannya dengan baik dan mengisi
jawaban semua soal-soal yang begitu sulit. Setelah selesai mengikuti test, Hye
Ra dan teman-teman pergi menuju sekolah SMA Kirrin.
Setibanya... mereka semua
berkumpul di kantin sambil menunggu hasil ujian akhir sekolah.
Di raut wajah Hye Ra dan
teman-temannya terlihat cemaw dan khawatir. Semuanya berdoa di dalam hati agar
meminta kepada Tuhan agar mereka lulus. Tiba-tiba seseorang teman yang sekelas
dengan mereka yang bernama Jung Gi Seung datang menghampiri dimana Hye Ra dan
teman-teman duduk.
“Kwang Min dan Min Rin harap
menghadap Shin’ssaem sekarang” kata Gi Seung.
Kwang Min dan Min Rin segera
beranjak dari tempat duduknya menuju kantor guru.
Beberapa jam kemudian, hasil
ujianpun segera di umumkan. Hye Ra, Min Rin, Eun Kyung meloncat kegirangan
karena mereka 100% LULUS begitu juga Woo Young, Kwang Min dan Ye Sung saling
berpelukan dan berjabat tangan karena mereka LULUS. Tidak lama dari itu, Reita
dan teman-temannya datang langsung ke sekolah SMA Kirrin. Tiba-tiba para fans The GazettE yang disebut Heressy,
berteriak kegirangan karena melihat sang idola di depan mata. Suasana tidak
begitu hesteris hanya para Heressy kagum dan ada yang mengajak foto bersama.
(murid-murid SMA Kiriin LULUS
100%)
Hye Ra, Eun Kyung, Min Rin, Kwang
Min, Reita, Ye Sung, Woo Young serta member The
GazettE lainnya merayakan keLULUSan mereka di rumah atau apartemen The GazettE. Suasana tampak ramai dan
happy. Mereka bernyanyi bersama-sama dengan riangnya. Tepat pukul 00.00 tengah malam.
Teman-teman Hye Ra berpamitan untuk pulang ke rumah masing-masing . Hye Ra
mengantarkan mereka hingga mobil taksi yang dipesannya melaju mengantarkan
teman-temannya.
Ketika Hye Ra kembali ke
apartemen, dia terkejut melihat asap yang keluar dari kamar kerja para member The GazettE. Ketika Hye Ra mengintip apa
yang terjadi di dalam kamar itu, dia melihat api yang semakin lama semakin
besar. Hye Ra berteriak histeris, Aoi dan Uruha yang sedang tertidur terjaga
dan pergi menuju asal teriakan. Ruki yang masih berdiri melihat pemandangan
dari balkon kamarnya segera masuk dan mencari asal suara. Semua terkejut
melihat api yang sudah besar di depan mata. Sementara, penghuni apartemen
lainnya berteriak “kebakarran!!!!” seraya menyelamatkan diri dan ada juga yang
meminta bantuan.
“ayo semuanya kebawah!!” perintah
Ruki.
Bergegas, Ruki menarik tangan Hye
Ra dan membawanya ke bawah diikuti oleh Uruha, Kai dan Aoi. Ternyata bukan
hanya di apartemen The GazettE saja.
Di apartemen lainnya pun juga habis terbakar.
“Reita.. Reita.. Reita dimana?”
tanya Hye Ra histeris “Reita masih di atas”. Hye Ra berlari hendak masuk
kembali ke apartemen itu untuk menolong Reita, tapi Ruki langsung menahannya.
“lepaskan aku! Aku harus
menyelamatkan Reita” teriak Hye Ra sambil menangis.
“jangan” kata Ruki “ini terlalu
bahaya. Biar aku saja yang menyelamatkannya”
Reita berlari masuk kembali ke
apartemen itu. Gara-gara kebakaran, lift tidak berfungsi. Ruki pun naik
kelantai tiga dengan menggunakan tangga dan berlari secepat mungkin. Sekuat
tenaga, Ruki berlari untuk menyelamatkan temannya hingga sampailah di depan apartemen
yang bernomor 236. Di bukanya pintu, tiba-tiba banyak asap yang menyambutnya.
Ruki kaget ketika melihat Reita yang sudah terkapar lemas karena kehabisan
oksigen di depan pintu masuk.
Ruki segera menggotongnya keluar
dari apartemennya. Semua habis terbakar, Ruki sempat terkepung akibat api yang
sudah meluas kemana-mana. Tiba-tiba Aoi, Kai, Uruha serta beberapa orang dari
tim pemadam kebakaran datang untuk menyelamatkan mereka. Ruki menyuruh
teman-temannya menggotong Reita keluar gedung.
“tapi kau mau kemana?” tanya Aoi
khawatir.
“ada sesuatu yang harus aku ambil
di kamar” jawab Ruki sambil berlari.
“hey!! Itu bahaya, bodoh” teriak
Uruha kesal terhadap Ruki.
Aoi dan Kai berhasil
menyelematkan Reita. Tapi, Ruki masih berada di dalam gedung. Hye Ra khawatir
dengan keselamatan Ruki, temannya. Hye Ra menggoyang-goyangkan tubuh Reita yang
sudah lemah itu, memanggil namanya, tapi tidak di sahut oleh Reita. Hye Ra
tetap membangunkan Reita yang sedang tidak berdaya itu sampai Reita masuk ke
sebuah mobil ambulance. Di ambulance, Reita di beri oksigen dan infus oleh
dokter. Di lain perasaan, Hye Ra khawatir dengan keselamatan Ruki, temannya.
“kenapa Ruki tidak bersama
kalian?” tanya Hye Ra yang sedang menangis saat itu.
“laki-laki bodoh itu sedang
berada di dalam” jawab Kai yang juga kesal “kau tenang saja, di sana ada Uruha
dan tim pemadam kebakaran yang akan memaksanya keluar”
“sebaiknya kau ikut bersama
Reita” kata Aoi sambil memegang pundak Hye Ra.
Air matanya terjatuh “baiklah”
jawab Hye Ra, lalu sesegera mungkin dia masuk ke dalam mobil ambulance itu dan
duduk di sampingnya.
Di kamar, Ruki tengah mencari sesuatu,
dari ekspresi wajahnya, Tampaknya sesuatu yang dicarinya itu sangat berharga
baginya. Ruki mencarinya ke sana kemari. Akhirnya, yang dia cari sudah di
temukan yaitu sebuah buku not. Mendadak, sebuah kayu yang sudah terbakar
menimpa dirinya hingga membuatnya terbaring tak sadarkan diri. Saat itu, Ruki
memegang buku itu dengan erat. Untung saja, Uruha dan tim pemadam kebakaran
berhasil menemukan Ruki dan mereka segera menyelamatkan Ruki dan segera
membawanya ke rumah sakit.
Keesokan paginya di rumah sakit.
Min Rin, Eun Kyung, Woo Young, Kwang Min serta Ye Sung menjenguk Reita dan Ruki
yang masih di dalam ruang ICU. Beberapa menit kemudian Ruki sadar dan di
pindahkan ke ruang rawat biasa.
“Reita, apa kau baik-baik saja?”
tanya Hye Ra khawatir.
Reita hanya mengangguk. Tubuh
Reita masih sangat lemah karena kehabisan oksigen akibat dia terkurung di
apartemennya.
“kami jenguk Ruki dulu ya” kata
Kwang Min sambil memegang pundak Hye Ra.
“baiklah” jawab Hye Ra sambil
mengangguk.
Kwang Min, Ye Sung, Woo Young,
Min Rin dan Eun Kyung pun pergi menuju ruang ICU dimana Ruki di rawat. Di sana,
Ruki terlihat terbaring lemah serta tangan kananya di perban akibat luka bakar.
“Untung saja, dia cepat di
selamatkan. Jika tidak, luka bakarnya pasti akan parah dari pada yang ini” kata
dokter kepada Kai , yang memeriksa Ruki waktu itu.
Kai menatap Ruki yang terbaring
lemah di kasur.
“apa dia belum sadar?” tanya Ye
Sung kepada Aoi.
Aoi sedih dan menggeleng kepala,
isyarat bahwa Ruki sama sekali belum sadar atau siuman. Sementara, di ruang
rawat Reita.
“apa kau ingin makan sesuatu?”
tanya Hye Ra sambil menggenggam tangan kanan Reita.
Reita menggeleng kepala. “apa
Ruki belum sadar juga?” tanya Reita.
“entahlah. Aku tidak tahu” jawab
Hye Ra sedih “habis mengurusmu, aku akan menjenguknya”
Reita sedih, entah apa yang di
pikirkannya. “sebaiknya kau tidak usah dekat dengannya lagi” jawab Reita yang
sedang matanya tertuju ke luar jendela. (saat itu, Reita masih tidur di atas
kasur)
“ke.. kenapa kau....” Hye Ra
tidak mengerti apa yang di pikirkan Reita “apa kau tidak tahu. Bahwa Ruki lah
yang menyelamatkanmu. Kalau tidak, kau pasti sudah tidak ada di dunia ini”
“apa kau menginginkan kematianku?
Agar kau bisa bersamanya?” tanya Reita mulai kesal.
“HEY!!” bentak Hye Ra sehingga
membuatnya bangkit dari tempat duduknya “aku tidak mengerti dengan sifatmu. Aku
tidak tahu apa yang kau pikirkan tentang Ruki”
Sangking kesalnya, Hye Ra keluar
dari kamar Reita. Reita diam saja ketika Hye Ra marah padanya.
“maafkan aku. Bukan maksudku untuk kasar kepadamu dan padanya. Aku hanya
takut akan sesuatu yang aku khawatirkan selama ini” kata Reita di dalam
hati. Matanya berkaca-kaca dan air matapun jatuh membasahi pipinya.
Beberapa jam setelah Reita
siuman, akhirnya Ruki juga siuman dan langsung di pindahkan keruang rawat
biasa. Hye Ra menjenguknya. Di kamar Ruki, tidak terlihat siapa-siapa kecuali
Ruki yang sedang tertidur. Hye Ra melangkahkan kaki ke arah Ruki dan duduk di
sampingnya. Hye Ra menggenggam tangan Ruki dengan kedua tangannya hingga
membuat Ruki terjaga.
“ah. Maaf! Apa aku menjagakanmu?”
kata Hye Ra sambil melepaskan tangannya.
“tidak. Aku terjaga dengan
sendirinya” jawab Ruki “bisakah kau menolongku, untuk menambahkan tinggi
ranjang ini?” tanya Ruki.
“tentu saja” jawab Hye Ra sambil
melaksanakan pertolongannya untuk Ruki.
“aku haus” kata Ruki. Hye Ra
memberinya segelas minuman yang sudah di sediakan di meja yang terletak di
samping tempat tidur Ruki.
“apa Reita baik-baik saja?” tanya
Ruki.
“dia baik-baik saja. Ini berkat
dirimu, terima kasih sudah menolong Reita. Kau sudah seperti kakakku sendiri”
jawab Hye Ra.
“oh begitu” jawab Ruki dengan
nada datar. “dimana buku itu?” tanya Ruki cemas.
Hye Ra mengambil buku itu dari
dalam laci “ini. Apa buku ini sangat berarti bagimu?” tanya Hye Ra.
“buku not ini tidak berarti
bagiku. Tapi, di dalamnya ada sesuatu yang sangat berharga bagiku” jawab Ruki
sambil mengambil buku itu dari tangan Hye Ra dan menatap ke arah buku itu. “kau
tidak melihat isinya kan?”
“ahh tidak. Aku bukan orang
seperti itu” jawab Hye Ra.
“syukurlah” jawab Ruki. Ruki
menyuruh Hye Ra untuk mengambilkan gitar yang ada di pojok kanan untuknya.
“aku akan memainkan sebuah alunan
lagu untukmu” kata Ruki sambil tersenyum.
Rukipun mulai memainkan sebuah
alunan lagu. Jari-jemarinya lincah memetik satu persatu senar gitar itu
sehingga menimbulkan suara atau melody yang sangat indah. Hye Ra tampak sangat
menikmati suaranya. Satu lagu telah selesai di mainkan, kini Ruki hendak
memainkan sebuah lagu untuknya.
“lagu ini belum selesai. Meski
agak hancur, semoga kau menikmatinya” kata Ruki tersenyum dan dia pun mulai
memainkan jari-jemarinya. Kali ini, lagu yang di bawakannya sangat menyentuh
hati. Hingga membuat Hye Ra terkagum akan permainannya. Tanpa di sadari Hye Ra,
padahal Ruki menahan rasa sakit di tangannya. Hye Ra tertidur di kasur Ruki
dengan posisi kepala di atas kasur itu dan tangan kanannya membentuk sudut
untuk bantalnya. Ruki beranjak dari tidurnya menuju kamar mandi. Ruki membuka
perban yang berlumuran darah akibat dia bermain gitar. Lalu, sesegera mungkin
Ruki mengganti perban dan mengobatinya kembali.
Ruki mencari udara segar di luar.
Di sana dia bertemu dengan Reita yang juga sedang mencari udara segar. Ruki
tidak berkata pada Reita, bahwa Hye Ra sedang tertidur di kamarnya.
(Sepengetahuan Reita, Hye Ra sekarang sedang berada di rumahnya).
“aku ingin membicarakan sesuatu
padamu” kata Reita.
“apa yang ingin kau bicarakan
padaku?” tanya Ruki.
Beberapa jam setelah itu, Ruki
kembali ke kamarnya. Dan melihat wajah Hye Ra yang sedang tertidur di atas
kasurnya. (sebelum ke kamar mandi, Ruki memindahkan Hye Ra ke atas kasur).
Jantung Ruki berdetak sangat kencang saat itu. Ruki membelai rambut hingga ke
wajahnya. Malah, Ruki sempat hendak mencium bibirnya, tapi dia ingat akan
sesuatu. Bahwa, Hye Ra adalah kekasih temannya. Karenanya, dia memalingkan wajahnya
dan mengambil buku not itu dan segera menyambung lagu yang belum dia
selesaikan.
Sorepun tiba, Hye Ra akhirnya
terjaga dari tidurnya yang lelap.
“apa tidurmu sangat lelap?” tanya
Ruki sambil tersenyum sembari melepaskan earphone yang sedang dikenakannya.
Hye Ra kaget saat dia sadar, dia
sudah berada di ranjang pasien Ruki. Hye Ra bangkit dari tempat tidur itu dan
membungkukkan badannya sambil berkata “maaf”.
Ruki hanya tersenyum, karena dia
berpikir saat itu Hye Ra sangat lucu ekspresinya.
Hye Ra melihat jam tangannya.
Waktu telah menunjukan pukul 7 malam. Hye Ra segera pamit kepada Ruki. Hye Ra
berlari menuju kamar Reita yang sedang merapikan dirinya.
“lohh... kau mau kemana?” tanya
Hye Ra.
“kata dokter, aku sudah bisa
pulang” jawab Reita.
“syukurlah” kata Hye Ra “apa kau
sudah menjenguk Ruki? Dia lebih parah darimu”
“ya. Aku sudah bertemu dengannya
tadi siang” jawab Reita datar.
“baguslah kalau begitu” kata Hye
Ra sambil tersenyum karena senang.
Mendadak, Reita merangkul pundak
Hye Ra “apa aku boleh menginap di rumahmu?” tanya Reita ke telinga kiri Hye Ra.
Wajah Hye Ra memerah “e..eh.. ke
.. ke.. kenapa? A.. aku tahu kau tidak memiliki tempat untuk berlindung, tapi
kenapa kau tidak ikut saja menginap di hotel seperti Aoi, Kai dan Uruha?”
Reita langsung melepaskan
rangkulannya “apa kau tidak mengizinkanku? yasudah” kata Reita ngambek.
“maksudku bukan begitu” jawab Hye
Ra dengan wajah yang memerah.
“kalau begitu, kau mengizinkanku
kan?” kata Reita sambil merangkul kembali Hye Ra.
Ruki masih dirawat di rumah
sakit, sedangkan Reita, dia sudah diizinkan pulang. Untuk sementara waktu,
Reita menginap di rumah Hye Ra, pacarnya. Sampai Reita atau teman-temannya
telah mendapatkan apartemen baru.
Hye Ra, Eun Kyung, Min Rin, Ye
Sung, Kwang Min dan Woo Young sedang melihat daftar nama masing-masing di papan
pengumuman penerimaan mahasiswa-mahasisiwi baru di universitas Parang. Ye Sung
lulus dengan peringkat pertama dan Woo Young berada di peringkat kedua. Serta
Kwang Min di peringkat 7, Min Rin di peringkat 15 dan Eun Kyung di peringkat
10. Lalu bagaimana Hye Ra??? Hye Ra menangis di pangkuan Reita bahwa dia tidak
lulus atau tidak di terima di universitas Parang karena dia gagal dalam test.
Reita tidak lupa menyemangatinya
“jika kau tidak lulus di universitas ini. Kau pasti akan lulus di universitas
lainnya”
Tapi, Hye Ra tidak ingin masuk ke
universitas lainnya karena dia sudah berjanji dengan teman-temannya bahwa akan
satu universitas lagi. Teman-temannya tidak lupa menghibur Hye Ra.
Hari pelepasan siswa-siswa SMA
Kirrin pun tiba. Meski mendapatkan kenyataan yang sangat pahit, Hye Ra mencoba
untuk melupakan semua itu karena teman-teman serta pacarnya selalu menyertainya
untuk menyemangati dan mendoakan dirinya.
“sekarang tibalah saatnya untuk memberikan
penghargaan untuk murid-murid yang lulus di universitas Parang dengan peringkat
pertama dan kedua. Mari kita sambut, untuk murid-murid kami tercinta, Kim Jung
Won yang meraih peringkat pertama dan Jang Woo Young meraih peringkat kedua.
Agar segera naik ke atas panggung.” Kata seorang guru.
Ye Sung dan Woo Young segera naik
ke atas panggung dan menerima sebuah piala dan piagam penghargaan,
masing-masing satu. Semua bertepuk tangan. Saat itu, seorang direktur
universitas Parang berbisik kepada kepala sekolah. Entah apa yang di
bicarakannya.
“maaf, masih ada satu murid yang
berasal dari SMA Kirrin ini juga. Yang meraih peringkat yang paling terbaik.
Mari kita sambut Kang Hye Ra agar segera naik ke atas panggung” kata kepala
sekolah dengan menggunakan mickrophone.
Hye Ra kaget tak percaya, bahwa
dia lulus dengan hasil yang jauh lebih baik. Reita yang berada di sampingnya
tersenyum gembira serta teman-temannya (Min Rin, eun Kyung, ye sung, Kwang min,
woo Young, Kai, Aoi, dan Uruha) menangis bahagia karenanya. Hye Ra pun naik ke
atas panggung dan menerima sebuah piala yang berlapis emas dan berlian. Hye Ra
pun mulai berpidato, saat itu dia menangis bahagia. Di dalam pidatonya, dia
tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Reita yang senantiasa selalu
menemaninya belajar dan teman-temannya selalu membantunya dalam proses belajar.
Semuanya bertepuk sangat keras
dan ada yang terharu dengan perjuangan Hye Ra dalam belajar.
Acara pelepasan siswa-siswa SMA
Kirrin di hiasi dengan berbagai anak band. Terutama, The GazettE ikut serta dalam acara tersebut tanpa di bayar oleh
pihak siapapun (pihak sekolah). Mereka melakukannya secara suka rela. Dengan
tangannya yang masih terluka, Ruki naik ke atas panggung untuk menyanyikan
sebuah lagu yang sangat terkenal di kalangan anak remaja yang berjudul Pledge. Reita dan yang lainnya terkejut
ketika melihat Ruki yang naik ke atas panggung secara tiba-tiba serta Hye Ra
dan teman-temannya. Padahal, mereka berpikir, Ruki sedang dalam masa pemulihan
akibat dari kecelakaan beberapa waktu lalu.
Ruki pun mulai menyanyikan lagu
tersebut.
*FLASHBACK 1*
Ruki mencari udara segar di luar.
Di sana dia bertemu dengan Reita yang juga sedang mencari udara segar. Ruki
tidak berkata pada Reita, bahwa Hye Ra sedang tertidur di kamarnya.
(Sepengetahuan Reita, Hye Ra sekarang sedang berada di rumahnya).
“aku ingin membicarakan sesuatu
padamu” kata Reita.
“apa yang ingin kau bicarakan
padaku?” tanya Ruki.
“ini soal Hye Ra” kata Reita yang
memandangi Ruki dalam-dalam “soal bando milik Hye Ra itu......??”
Ruki langsung berkata jujur tanpa
basa-basi “iya.. itu, aku yang memberinya”
Reita kaget “apa kau menyukai Hye
Ra?” tanya Reita.
Ruki sangat kaget mendengar
pertanyaan Reita tersebut. Dia tidak mau menyembunyikan perasaannya lebih lama
lagi “iya. Aku menyukainya” jawab Ruki.
Reita marah dan merasa di
khianati. Reita mengepalkan tangan kanannya dan hampir meninju wajah Ruki tapi
di tahan Ruki dengan tangannya.
“aku benar menyukainya. Tapi, dia
menganggapku tidak lebih dari seorang kakak” jawab Ruki datar, matanya mulai
berkaca-kaca.
**********
Setelah selesai bernyanyi, Ruki
turun dari panggung dan segera duduk di tempatnya duduk pertama kali.
(teman-temannya tidak tahu bahwa Ruki dari tadi telah lama berada di gedung tempat
acar perpisahan di adakan).
*FLASHBACK 2*
Reita marah dan merasa di
khianati. Reita mengepalkan tangan kanannya dan hampir meninju wajah Ruki tapi
di tahan Ruki dengan tangannya.
“aku benar menyukainya. Tapi, dia
menganggapku tidak lebih dari seorang kakak” jawab Ruki datar, matanya mulai
berkaca-kaca.
Reita melepaskan tangannya dari
cengkraman Ruki sekuat tenaga.
“kau tenang saja. Aku tidak akan
mengambil Hye Ra darimu. Karena aku hanya ingin kebahagiaannya daripada
kepentingan diriku sendiri” kata Ruki tersenyum pelan.
Reita teridam saat mendengar
kata-kata dari Ruki.
Ruki memalingkan wajahnya dari
Reita dan menghindari Reita dengan jarak 1 meter lebih “dia sangat mencintaimu
dan percaya padamu. Jagalah Kang Hye Ra dengan baik dan buat dia bahagia” ucap
Ruki, lalu pergi meninggalkan Reita.
Reita hanya menatap punggung Ruki
yang sepertinya sedang menahan tangis. Reita mengerti perasaan Ruki sekarang.
Tapi Reita tidak akan melepaskan Hye Ra begitu saja, dia harus menggenggam Hye
Ra lebih erat, pikir Reita.
******
“aku... akan menyanyikan sebuah
lagu untuk kekasihku, Hye Ra. Meski aku bukan vokalis sesungguhnya, tapi aku
akan berusaha bernyanyi sebisa mungkin. Lagu
ini adalah lagu yang sangat spesial yang
diciptakan oleh salah satu temanku, Ruki. Judulnya Cassis” kata Reita dan mulai
bernyanyi.
Hye Ra kaget ketika dia mendengar
musik yang sepertinya dia pernah mendengarnya. Iya, itu lagu yang pernah
dimainkan Ruki untuknya saat di rumah sakit. Sementara, murid-murid dan para
tamu yang berada di aula, sangat menikmati lagunya.
*FLASHBACK 3*
Reita langsung melepaskan
rangkulannya “apa kau tidak mengizinkanku? yasudah” kata Reita ngambek.
“maksudku bukan begitu” jawab Hye
Ra dengan wajah yang memerah.
“kalau begitu, kau mengizinkanku
kan?” kata Reita sambil merangkul kembali Hye Ra.
Terpaksa, Hye Ra mengizinkannya.
Meskipun dia sedikit malu dan tidak enak jika andai saja dilihat banyak orang.
Apalagi masuk di berita stasiun TV.
“kau pergi saja ke mobil”
perintah Reita “aku ada urusan sebentar”
“oh begitu” jawab Hye Ra lalu
segera pergi ke tempat parkiran mobil.
Reita berjalan menelusuri menuju
kamar Ruki. Setelah sampai di depan pintu kamar Ruki, Reita membuka pintu dan
melihat Ruki yang sedang duduk menyender di atas kasur sambil bermain gitarnya.
“kenapa kau kemari?” tanya Ruki
sambil meletakkan gitarnya.
“aku hanya menjengukmu” jawab
Reita. Sejenak mereka berdiam “apa yang akan kau lakukan setelah ke luar dari
rumah sakit?”tanya Reita.
Ruki beranjak dari ranjang menuju
ke sebuah jendela “entahlah. Mungkin aku akan berpetualang untuk mencari cinta
sejati” jawab Ruki sambil tersenyum.
“kau benar memegang janjimu untuk
melupakan Hye Ra?” tanya Reita sembari melangkah ke arah Ruki.
Ruki mengangguk “meski akan sulit
bagiku, aku akan mencoba untuk melupakannya” jawab Ruki dengan mata yang
berkaca-kaca.
“aku yakin. Suatu saat, kau akan
mendapatkan wanita yang jauh lebih baik untuk dirimu” kata Reita sambil memegang
pundak Ruki.
“terima kasih” jawab Ruki (air
mata Ruki mulai bergelinang, begitu juga Reita yang matanya mulai berkaca-kaca)
Reita melepaskan pegangannya dari
pundak Ruki. Lalu melangkahkan kaki menuju pintu keluar.
“tunggu sebentar” kata Ruki
sambil mengambil sebuah buku not yang ada di atas kasurnya.
Ruki memberikan buku itu dan
Reita menerimanya. Reita membuka buku itu, dia melihat sebuah tangga lagu
beserta liriknya.
“lagu itu, aku ciptakan untuk Hye
Ra” kata Ruki tersenyum palsu “Untuk yang pertama dan yang terakhir. Jadi aku
ingin kau yang akan menyanyikan lagu itu, saat upacara perpisahannya nanti”
“aku?” tanya Reita, padahal Reita
sendiri tidak bisa bernyanyi.
“iya” jawab Ruki singkat.
“kenapa tidak kau saja?” tanya
Reita yang memberikan kesempatan untuk
Ruki.
“karena aku yakin dan percaya
padamu” jawab Ruki sambil memegang pundak Reita “kau akan menjadi pria yang
pertama dan terakhir untuknya”
Reita tersenyum pada Ruki, dan
dibalas Ruki dengan senyum ketulusan. Emang sulit mencintai seseorang yang
begitu dalam lalu memaksakan diri untuk melupakannya.
*******
Hye Ra kaget ketika dia mendengar
musik yang sepertinya dia pernah mendengarnya. Iya, itu lagu yang pernah
dimainkan Ruki untuknya saat di rumah sakit. Sementara, murid-murid dan para
tamu yang berada di aula, sangat menikmati lagunya.
Mata Hye Ra mencari ke sana ke
mari sesosok Ruki. Dia melihatnya, melihat Ruki yang sedang menggendong tas
ranselnya yang terlihat pergi terburu-buru. Hye Ra mengikuti Ruki dari belakang,
hingga ke suatu ruangan menuju pintu keluar.setelah bernyanyi, Reita juga
mengikuti langkah Hye Ra. Hye Ra
memanggil nama “Ruki” tapi dia tidak mendengarnya. Panggilan ketiga, akhirnya
Ruki menoleh ke arah Hye Ra yang terengah-engah berdiri di depan Ruki.
“kau kau kemana?” tanya Hye Ra.
“aku akan pergi ke Maccau” jawab
Ruki tersenyum.
“kenapa.... kenapa tiba-tiba kau
akan pergi seperti ini?” kata Hye Ra, matanya mulai berkaca-kaca “kau kejam
sekali. Tidak berpamitan denganku” Hye Ra menangis tersedu-sedu.
Ruki kaget melihat Hye Ra
menangis. Dia mengalihkan pandangannya ke bawah (lantai) karena dia tidak mau
melihatnya menangis.
“kenapa kau jahat sekali padaku?”
tanya Hye Ra yang sedang menangis sambil memukuli dada Ruki “apa kau lupa? Aku pernah
bilang padamu bahwa kau sudah seperti kakakku. Tapi... kenapa kau....”
Tangisan Hye Ra langsung berhenti
karena Tiba-tiba saja Ruki langsung memeluk Hye Ra sehingga membuat Hye Ra
sedikit kaget. Ruki memeluk Hye Ra dalam waktu 3 menit.
“ini adalah pelukan sebagai
seoarang kakak dan seorang teman” kata Ruki sambil menangis “kau tahu? Alasanku
untuk pergi dari Korea adalah untuk melupakan dirimu. Kau pasti mengerti
maksudku. Yang memberikanmu kado misterius yang berisi bando itu adalah aku.
Aku sangat menyukaimu bahkan aku mencintaimu lebih dari diriku sendiri” jelas
Ruki lalu melepaskan pelukannya.
Hye Ra sangat terkejut dan tidak
percaya apa yang di ucapkan Ruki padanya.
Ruki memegang kedua pundak Hye Ra
yang masih tidak percaya apa yang di katakan Ruki barusan.
“aku mohon, jangan membenciku. Ah
tidak.. kau pasti sekarang sedang membenciku........ tapi... satu hal yang aku
inginkan darimu adalah.......tetaplah menganggapku seorang kakak, dan....” kata
Ruki tersenyum, namun air matanya bercucuran hingga membasahi birirnya “jika
suatu saat aku kembali, aku akan melihatmu sebagai adikku”
Ruki pergi dari hadapan Hye Ra.
Reita yang melihat semua kejadian ini ikut terharu dan menangis. Reita melihat
Hye Ra yang menangis tersedu-sedu lalu dia menghampiri Hye Ra.
“sudah, jangan menangis” kata
Reita sambil menyeka airmata Hye Ra.
Hye Ra menyenderkan kepalanya
kepundak Reita, Reita memeluk Hye Ra. “aku tidak menyangka, Ruki akan
menganggapku seperti itu. Tapi.. kenapa dia....” kata Hye Ra terhenti karena di
sambung Reita.
“ssttt jangan katakan apa-apa”
kata Reita.
“kau tidak akan menginggalkanku
juga, bukan?” tanya Hye Ra.
“tidak. Itu tidak akan terjadi.
Aku akan berada di sisimu selamanya, dalam suka maupun duka” kata Reita “karena
kau orang pertama dan yang terakhir yang aku cinta” kata Reita sambil
tersenyum.
Ruki yang sedang melihat mereka
dari balik dinding menangis bahagia. Dengan begini, dia bisa tenang
meninggalkan Hye Ra karena ada seseorang yang akan menjaganya. Ruki pun pergi
menuju bandara Incheon. Dan di Maccau, dia akan membuka lembaran baru dan
mencari seseorang yang akan mendampingi hidupnya dan benar-benar di takdirkan
untuknya.
Setahun telah berlalu, semuanya
masuk ke universitas yang sama dengan fakultas yang berbeda. Dua kali seminggu,
teman Hye Ra, Ishikawa Michiko memberikan kabarnya bahwa dia lulus dan
bersekolah di universitas yang berjurusan musik klasik dan mengirim
foto-fotonya saat lomba bermain musik klasik “harpa” melalui jejaring sosial,
Twitter.
Setahun ini, semua tampak
bahagia. Tidak ada kesedihan, tangisan dan keprihatinan di antara 6 sekawan
tersebut, yang ada adalah sebuah senyuman kebahagiaan di hari-hari mereka.
Tahun ini, mereka tampak sangat dewasa dengan penampilan baru mereka.
*SELESAI*
Annyeonghaseyo modu chingu. Nah
bagaimana nihh ceritanya?? Tambah serukah?? Atau sangat tidak memuaskan??
Tunggu episode spesialnya ya...
karena FF ini masih gantung ceritanya. Nah, di episode spesial ini, ceritanya
akan aku buat semakin menghebohkan dan mengharukan. Doakan aku agar
lancar-lancar aja ya.
Oh iya.. aku tunggu loh LIKE +
COMMENT + KRITIK + SARANnya.
#gomapta NO COPAS AND NO PLAGIAT, OCKEY!!!